Bab 29.

51 0 0
                                    

PT. A&G Antaresgo, Kirana duduk sambil memijit pelipisnya. Dia sangat pusing. Stamina untuk kerja pun tidak bisa dipertahankan. Tetapi, ini pertama dia berada di posisi informasi. Setelah beberapa bulan dia kerja, berapa minggu sudah diperintah pindah posisi menggantikan Eliana yang sedang cuti melahirkan.

Rasa mual membuat dirinya tidak bisa konsentrasi penuh. Dia ingin ke kamar kecil untuk mengeluarkan isi. Tetapi dia malah menahan, bagaimana untuk keluarkan, sarapan saja sudah terlambat. Saat dia bangun, dia seperti salah kamar.

Sampai sekarang dia belum mengingat kejadian kemarin malam. Bagaimana pula dia ada di rumah tetangganya. Peristiwa itu kapan terjadi, hanya dia ingat, dia keluar sama Mega. Teman yang pernah bantu dia cari kerjaan. Terus, ngobrol sambil makan dan minum di kafe kami. Lalu, ada seseorang datang untuk gabung.

"ANA!"

"Ya!"

Kirana bergegas berdiri setelah dipanggil, teman satu divisinya menahan tawa. Dia hanya menggeleng, Kirana mengira atasannya sudah datang. Terlalu banyak memikirkan sesuatu membuat dia tidak fokus akan pekerjaan hari pertamanya.

"Kamu kenapa sih? Baru juga pertama di sini, sudah melamun. Bagaimana kalau tiba-tiba pak Darga benar-benar datang?" sindir temannya.

Kirana kembali duduk, dia tidak tahu. "Gak tau lah, paling dapat teguran maut darinya," jawab penuh pasrah.

Temannya menghela batin. "Haih! Ada apa sih? Apa yang sedang kamu melamunkan?"

"Gak ada, cuma pusing saja, kamu ada obat sakit kepala?" Kirana malah bertanya dan tidak ingin terlalu membebani.

"Kenapa? Kurang tidur? Ah? Pantesan, semalam jam berapa kamu tidur? Apa karena pindahan? Jadi kamu tidak bisa tidur?" Berbagai pertanyaan diperoleh temannya.

Namanya Rasya, satu divisi dengan Kirana di bagian Accounting. Sekarang posisi Kirana sudah di bagian lobi, bagian informasi. Perihal laporan atau bercampur dengan operator juga. Untuk memberitahu perjanjian dari klien atau kepentingan tamu untuk para divisi nanti. Agak berat sebenarnya keputusan diberikan untuk Kirana. Dia baru memahami soal accounting lima bulan. Sekarang dia sudah diposisi paling rendah. Gaji tetap akan sesuai bagian dia tentukan.

Belum lagi pindahan tempat tinggal. Fasilitas tinggalnya semua ditanggung oleh perusahaan satu ini. Wajar, Kirana mana bisa menolak. Demi impian sang almarhum ayahnya. Posisi dia jalankan, tetap dia lakukan. Meskipun dia baru sadar, selama dua puluh tahun ayahnya bekerja di perusahaan ini adalah pekerjaan tidak menentu. Seakan posisinya memang khusus untuk kacung. Tukang suruh.

"Jam satu, mungkin. Aku gak ingat jam berapa tidur. Pas bangun sudah...." Tiba-tiba Kirana teringat sesuatu kemarin malam. Temannya malah bengong saat Kirana berhenti berbicara.

Kejadian kemarin malam, saat Kirana masih berada di Kafe dengan temannya, Mega.

Sudah pukul sepuluh malam, Kirana sudah seperti pantat bebek kepanasan. Dia dari tadi lihat jam ponsel. Perasaannya sudah tidak enak karuan. Ini kali pertama dia merasa gusar, tidak betah. Atau mempunyai firasat buruk padanya.

"Sampai jam berapa lagi kita menunggu? Ini sudah jam sepuluh, Meg. Aku harus kembali ke rumah. Ruko tempat tinggal aku jam setengah sebelas sudah tutup portal dan gerbangnya," ucap Kirana mengingatkan lagi kepada temannya, Mega.

Saat ini Kirana diajak sama Mega keluar. Katanya dia suntuk, setelah teman-teman satu gengnya sudah pada bubar, akhir kuliah mereka. Dan masing-masing memilih untuk mencari masa depan lebih baik dari sebelumnya. Mega memang bukan mahasiswa di kampus Kirana tekuni. Kirana kenal Mega dari teman Jesika. Itu juga kenal saat Kirana sedang membutuhkan pekerjaan tambahan buat jajanan siomay.

Kirana masih sering kontak sama Mega, jika ada waktu senggang. Tepat pula, Mega tiba-tiba minta dia temani buat jalan-jalan cari angin. Karena dia bete dan jenuh. Pas pula Kirana merasa hal sama setelah dia sampai di tempat tinggal baru. Untuk lakukan sesuatu di rumah baru adalah waktu tidak tepat.

Awal Kirana menolak ajakan tiba-tiba dari Mega. Dari bujukan hingga rayuan pun, Kirana mengiakan, dia pun keluar secara diam-diam. Karena dia tidak ingin lagi di anggap wanita tidak baik di luar masyarakat. Karena dia masih anggota baru di kota ini.

Kota paling pendalaman, pastinya akan jauh lebih seram dari kota dia tinggal sebelumnya. Sesuai dengan peraturan dia baca tinggal di tempat itu. Pastinya dia akan pergunakan sebaik mungkin. Namun, hal dia lakukan melanggar pertama kali. Sekarang sudah pukul sepuluh lewat dua puluh menit.

Mega mengacuhkan perjanjiannya. Dia malah asyik makan dan menikmati segelas jus kesukaan. Lalu masuk seorang pelayan membawa sebuah botol minuman berlogo bintang. Tentu Kirana kenal logo itu. Itu minuman keras. Kirana sudah berusaha untuk tidak minum hal-hal seperti itu lagi.

"Meg, kita gak pesan minuman ini? Ini buat siapa?" Kirana mulai panik.

Dia berharap Mega tidak mengelabui dirinya lagi. Dia sudah berjanji akan memperbaiki pernah dia lakukan dulu. Sekarang dia sudah menjadi wanita karir untuk almarhum ayahnya. Dia tidak ingin lagi mengecewakan satu orang sedang menanti kesuksesan.

"Ah! Tenang, ini teman aku yang pesan. Katanya dia ingin merayakan perpisahan. Dia sebentar lagi mau pergi jauh. Sudah nikmati saja, gak usah gelisah gitu!" ucap Mega, dengan santai dia buka botol minuman itu dan menuangkan ke gelas, dan berikan kepada Kirana dan juga dirinya.

Tak berapa lama kemudian, datanglah seorang lelaki dengan pakaian biasa namun terlihat elegan. "Sorry, sudah lama menunggunya?" Lelaki itu menyambut mereka.

Kirana mendengar sumber suara langsung mengarah sosok itu. Mega berdiri dan menyambut temannya. Kirana tidak kenal siapa lelaki yang Mega ajak bergabung. Lelaki itu pun berjalan dan duduk di sisi Mega. Kirana tetap bersikap biasa-biasa saja. Lalu lelaki itu menoleh dan berbisik-bisik.

"Ini yang kamu ceritain?" bisik lelaki itu dan sambil menoreh arah Kirana.

"Iya, gimana? Suka?" balas Mega. Kemudian dia pun memperkenalkan ke Kirana.

"Ran, kenalin, Deny, teman yang aku bicarakan tadi," ucap Mega.

Kirana pun membalas. "Oh! Kirana."

Mereka saling berjabat tangan, tetapi Kirana merasa aneh sikap lelaki itu. Dengan cepat Kirana menarik tangan dari tangan Deny. Sesekali Kirana melihat jam ponsel. Dia sudah pasrah. Pasti ruko dia tinggal sudah tutup.

Cukup lama mereka berbincang-bincang di kafe hingga kafe yang mereka datang, satu per satu mulai sepi. Kirana hanya sekadar berbasa-basi lalu izin ke kamar kecil.

Saat di kamar kecil, Kirana sempat menelepon seseorang. Namun panggilan dia telepon tidak bisa dihubungi. Takut curiga, dia kembali dan senyum pada Mega dan Deny sedang bercanda.

"Meg, kafenya sebentar lagi tutup. Apa kamu gak niat untuk akhiri?" Sekali lagi Kirana menanyakan ke Mega.

"Sebentar lagi, lagi seru ini. Masa kamu tega sih. Perpisahan dengan teman terakhir," sanggah Mega kembali memainkan permainan anak-anak.

Kirana bisa apa, dia menghela pendek. Lalu diminum minuman di depannya. Hingga kandas. Dia pun memilih untuk membuka ponsel, sambil buang jenuh. Lima belas menit kemudian, Kirana merasa matanya sedikit buram dan agak kurang mengenakan pada dirinya. Dia sekali lagi menggeleng untuk sadar. Tapi rasanya semakin berat.

Setelah itu, Mega pun menghampiri Kirana dengan sikap tidak biasanya. "Rana? Kamu gak apa-apa, kan?"

Kirana masih bisa mendengar suara Mega walau sedikit samar. "Gak tau nih, Meg. Rasanya berat sekali mataku," jawab Kirana.

"Kalau gitu, kita sudahi saja dulu. Biar aku yang bawa Kirana," sambung Deny ikut membantu.

Ketika mereka hendak beranjak meninggalkan kafe tersebut. Tiba-tiba muncul seseorang membuat Mega dan Deny menoleh.

√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang