4: brother

283 34 0
                                    

"Kak Minato!"

Sang pemilik kepala sempat menoleh ke sana kemari sebelum akhirnya ia tersenyum dan berjalan menghampiri kami. "Halo, (Name)-chan, Shuu," sapanya lembut pada kami. Aku membalas sapaan tersebut dengan ceria tetapi kak Shuu hanya tersenyum simpul dan mengangguk.

"Halo, (Name)."

Sebuah suara lain membuatku memusatkan atensiku padanya. Lalu membuatku tersenyum lebar dan membalas, "Halo, kak Seiya!"

"Maaf, kami terlambat. Ada sedikit kendala di perjalanan," ucap kak Minato dengan raut penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa. Kami juga baru sampai," balas kak Shuu. "Ayo kita masuk."

Kak Shuu memimpin jalan di depan. Aku bersama kak Minato dan kak Seiya sudah sibuk memperhatikan seisi galery yang ramai pengunjung. Semakin ke dalam, semakin banyak karya seni yang dapat kami lihat.

"Ah, lukisan," kataku ketika aku melihat ruangan dengan banyak lukisan di sana. Langsung saja aku memanggil kakakku dan mengajaknya ke sana. Karena begitu bersemangat, tanpa sadar aku sedikit berlari.

Kini, aku tengah berdiri di depan sebuah lukisan besar yang tergantung di dinding. Lukisannya benar-benar besar dan sangat indah. Aku memperhatikan setiap detail goresan yang tertuang dalam kanvas raksasa itu. Membayangkan dalam benak bagaimana tarian kuas dapat menciptakan komposisi yang pas.

Cukup lama aku terdiam di depan lukisan besar itu. Kemudian aku mengedarkan pandangan guna mencari objek lain. Tak butuh waktu lama untukku menemukannya. Sontak saja aku memanggil yang lain untuk menemaniku.

"Kak Shuu, ayo ke sana—" Kalimatku terhenti kala tak menemukan orang yang kukenal di dekatku. "Kak Shuu? Kak Minato?" Aku memutar kepalaku sembari bergerak mencari keberadaan mereka. "Kak Seiya?"

"(Name)!"

Suara yang kukenal. Lantas aku langsung memutar tubuh ke belakang dan menemukan kak Seiya di sana. Hanya sendiri. Mungkin ia juga terpisah sepertiku?

"Kak Seiya, sepertinya kita terpisah," laporku padanya.

"Iya, aku sudah mencoba menghubungi yang lain tetapi di sini terlalu ramai. Kita bisa bertemu kembali nanti saat jam makan siang, jika kita masih belum menemukan mereka." Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan panjang yang diucapkan oleh kak Seiya. Diam-diam, aku mengutuki keadaan yang menjadi seperti ini.

"Kak Seiya mau lihat-lihat?"

Kak Seiya mengangguk dan menjawab, "Kita datang ke sini memang untuk melihat-lihat."

"A-Ayo kita lihat-lihat." Aku benar-benar merutuki diriku ini. Semoga saja kak Seiya tidak menyadari suaraku yang tadi sedikit bergetar. Aku tidak akan seperti ini jika ia tidak tersenyum dengan lembut tadi.

Acara melihat-lihat isi pameran kami berjalan lancar dan menyenangkan. Walaupun di awal aku merasa canggung karena 'insiden' senyuman tadi. Kami mengunjungi karya-karya seni lain setelah puas dimanjakan oleh lukisan-lukisan yang indah. Aku juga menjelaskan beberapa hal yang kutahu pada kak Seiya. Kami juga sempat berdebat kecil mengenai makna dari karya yang kami lihat.

Tanpa kami sadari, rupanya mentari telah berada tepat di atas kepala. Tentu saja kami tak menyadarinya karena berada di dalam ruangan dan terlalu terlarut dalam pameran ini. Kak Seiya sudah memberitahu kak Shuu dan kak Minato untuk bertemu di pintu masuk galery. Tidak begitu lama, aku pun dapat melihat batang hidung mereka lagi.

"(Name), apa ada sesuatu yang terjadi selama kita terpisah?" tanya kak Shuu begitu datang dengan raut khawatir. Walau aku yakin di mata orang lain itu adalah raut wajah biasa saja, tetapi aku yang sudah bersamanya sejak kecil jelas menyadarinya.

"Tidak ada masalah, kak. Aku menikmati pameran ini berkat kak Seiya juga yang menemaniku," jawabku. "Kalau kakak bagaimana?"

"Sebenarnya Shuu sangat khawatir tadi. Kami sempat memutari seisi galery untuk mencarimu," jawab kak Minato sedikit terkekeh.

"Maaf, ya, kak." Aku tersenyum simpul. Pasti lucu melihat kak Shuu yang panik tadi.

Kak Shuu juga ikut tersenyum lega. "Tidak apa-apa. Sekarang ayo kita makan dulu, bagaimana?"

"Ah, apa mau pergi ke kedai okonomiyaki?" Kak Seiya memberi usul.

Kak Minato pun menyahut, "Wah, tempatnya nyaman dan makanannya enak." Kemudian ia melirik aku dan kakakku. Isyarat meminta persetujuan.

"Ayo kita ke sana!" kataku bersemangat. Aku yakin, kakakku juga tidak akan bisa menolak okonomiyaki. Pada akhirnya, kami pun bercerita mengenai isi pameran di perjalanan kami menuju kedai okonomiyaki.

𝗙 ɪ ɴ

Popular | Fujiwara Shuu [Tsurune]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang