Tiga hari kemudan, pukul 20.30.
Azka tengah menonton TV di lantai bawah dengan Ari adik Hanum sementara Hanum berada di beranda atas, ini adalah malam ketiganya termenung sambil memikirkan 'proposal' yang Andre tujukan padanya. Jujur saja, ia bahkan tidak bisa berkosentrasi dengan apapun, ia juga belum menceritakan ke siapapun tentang ini, ia tidak tahu juga bagaimana mengungkapkannya.
"Num..." Bu Ratih menepuk pundak Hanum. "Kamu ada masalah ya? Kayanya beberapa hari ini ibu lihat kamu kaya nggak fokus kaya ada lagi disimpen." Emang ya, insting ibu tuh beda, kok ya bisa aja ngerasa kalau anaknya lagi kenapa kenapa.
Hanum terdiam merapatkan bibirnya, berpikir apakah ia harus cerita ke ibunya atau nanti, tapi kapan? Saat Hanum punya jawabannya? Bahkan sekarang saja Hanum butuh masukan untuk bisa memutuskan jawaban. Jadi kapan? Berarti sekarang.
"Bu..." Hanum menghentikan kalimatnya, ragu. "Mmm...menurut ibu Hanum masih bisa menikah lagi?"
Bu Ratih bingung dengan perkataan Hanum. "Kok kamu nanyanya gitu? Aneh."
"Ya...Maksud Hanum, memang Hanum sudah bisa menikah lagi?"
"Loh, ya kalau dalam agama ya bisa, kan kamu memang sudah cerai mati 3 tahun lalu, dan nggak ada hukum yang melarang kamu menikah lagi."
"Iya bu, cuma menurut ibu Hanum perlu menikah lagi?"
"Hmmmhh...kenapa tiba-tiba kamu jadi nanyain ini? Ada apa coba cerita ke intinya." Perintah Bu Ratih.
Hanum membenarkan posisi duduknya dan mengambil nafas perlahan. "Bu, ada yang melamar Hanum."
Bu Ratih menjauhkan posisi badannya karena merasa terkejut.
"Serius Num? Siapa?"
"Serius bu, orang di kantor Hanum."
"Oooo, jadi kamu tanya gitu karena sekarang lagi memikirkan jawabannya ?"
"Yaaa...iya gitu bu."
"Kenapa kamu merasa kamu belum bisa menikah lagi?"
"Nggak tau bu, gimana ya, Hanum cuma nggak nyangka aja ada yang datang secepat ini sementara Hanum belum ada kepikiran untuk menikah lagi. Apalagi dengan waktu yang masih dekat dari Rio."
Bu Ratih kembali mendekatkan posisi badannya ke Hanum. "Hanum, bukannya ibu mau membuat kamu buru-buru untuk ambil keputusan menikah lagi atau nggak. Tapi kadang memang ada sesuatu yang kamu nggak bisa atur datangnya. Kalau kamu mau menikah lagi itu pantas kok, toh kamu memang sekarang kondisinya sudah nggak bersuami, dan nggak dalam masa nggak boleh menikah, kamu kan sudah melewati itu. Kalau dari jarak yang dekat atau nggak dari Rio, menurut ibu itu nggak adil untuk kamu atau untuk calon kamu nanti. Karena yang sudah ya sudah, nggak akan kembali lagi mau kamu nunggu bertahun-tahun ke depan. Itu kan hanya anggapan sebagian orang."
Hanum dengan seksama menatap Bu Ratih.
"Kalau harapan ibu ya pasti kepengen kamu menikah lagi." Bu Ratih mengelus pundak Hanum. "Selengkap-lengkapnya kamu dan Azka dengan adanya ibu dan yang lain, tetap ada perbedaannya dengan punya suami. Kita juga berharap dengan kamu menikah lagi Azka juga merasa lengkap karena punya figur ayah."
Entah kenapa apa yang disampaikan ibunya ini membuat Hanum tercekat. Kadang ia lupa akan kehadiran Azka yang butuh hal lebih dari apa yang ia pikir sudah cukup.
"Kamu...juga harus memikirkan diri kamu sendiri, ibu pengen kamu bahagia, apapun keputusan yang kamu ambil. Kalau kamu takut dengan anggapan orang lain karena kamu menikah lagi dalam jarak waktu singkat, memang mereka bisa menjamin kamu akan menikah kalau sudah 10 tahun dari kepergian Rio? Nggak kan? Kalau memang jodoh sudah waktunya datang ya disambut. Apalagi kalau kamu akhirnya menolak orang baik, nggak baik loh ndo'"
Lagi, ibu mengeluarkan kata-kata pamungkasnya yang amat to the bone buat Hanum. (*geleuh gini nulis kalimat ini, cocokologi banget author)
"Nah, yang ngelamar kamu itu, gimana orangnya?"
"Gimana ya bu...baik aja sih, tapi Hanum nggak tau pasti. Baru sering ketemunya yaa mau sebulan ini aja."
"Emang siapa, anak baru atau anak lama di kantor kamu?"
Hanum terdiam berpikir sebentar, "Hmppphhh..." Hanum tertawa ambigu, antara merasa lucu dan merasa absurd mendengar ibunya menyebut anak baru di kantor. Pak Andre? Anak baru di kantor? Hanum bu yang anak baru di kantor. "Bukan bu."
"Terus?"
"Yaa Hanum baru ada pekerjaan yang banyak tektokannya ke beliau."
"Oooo beda bagian sama kamu?"
"Iya beda tim bu."
"Ooo, staff juga?"
Lagi-lagi Hanum tersenyum absurd, lalu menggeleng kepalanya.
"Dia...head bu?"
"Hah? Apa?"
"Head bu."
"Itu bagian apa?"
"Ibu...head itu ketuanya departemen gitu."
"Manager?"
"Mmm diatasnya manager bu."
"Hah?! Diatasnya manager? Direktur dong?"
"ya bisa dibilang gitu atau nggak juga bu. Gimana ya, gitu deh."
"Serius Num? Eh tunggu, berarti itu umur berapa orangnya?"
Hanum mengisyaratkan 40 dengan tangannya,"Empat puluh bu."
Kini gantian Bu Ratih yang tersenyum absurd. "Loh kok bisa dia ngelamar kamu tuh yo gimana ceritanya Num?"
"Ya Hanum juga nggak tau pasti bu, itu juga tiba-tiba Pak Andre bilang mau ngelamar Hanum." Hanum keceplosan menyebut nama Andre.
"Oooh namanya Andre. Terus orangnya gimana Num?"
"Mmm...Dia duda bu, cerai 5 tahun yang lalu."
"Oh...cerai kenapa Num?"
"Ya kalau dari dia sih bilangnya, perempuannya yang minta cerai karena merasa nggak cocok lagi."
"Oooh, tapi nggak menunjukkan kalau dia pernah KDRT atau gimana kan? Siapa tau karena itu?"
"Nggak sih bu, sepengetahuan Hanum dari temen-temen yang lain juga katanya dia baik orangnya nggak ada masalah apa-apa. Banyak juga yang bertanya-tanya kenapa dia belum menikah lagi."
"Mmm yauda sekarang tinggal gimana kamu itu mah, kamu yang ngeliat orangnya. Kalo masalah usia mah, ibu sama bapakmu juga bedanya 10 tahun. Tapi ya balik lagi, gimana kesiapan kamu."
Hanum sedikit lega telah membuka pembicaraan dengan ibunya, tapi untuk menemukan jawaban masih banyak keraguan di hatinya.
"Tapi..." Bu Ratih menepuk pundak Hanum dengan pundaknya "Hebat juga anak ibu, bisa dapetin direktur, kamu...nggak ngerayu rayu kan Num?"
"Astaghfirullah ibu...bisa-bisanya kepikiran kayak gitu. Nah..berarti ibu aja bingung kan, kenapa dia bisa bilang mau ngelamar Hanum, sama bu. Lagian modal apa Hanum mau ngerayu buuu...bu."
"Yeee anak ibu kan cantik...badannya...harus dilangsingin lagi sih hahaha"
"Heuunggg ibuuu..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCHED (On Going)
RomansaCerita hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, kejadian dan tempat maka itu adalah unsur ketidaksengajaan Hanum harus merasakan pahit ditinggalkan oleh suaminya dalam kecelakaan saat pergi bekerja. Bersama dengan anaknya Azka yang baru berum...