BAB XXIV Penguasa Rimba

15 8 5
                                    

Sekelompok orang berkumpul di depan sebuah gua. Dari luar pagar kayu mereka dapat melihat tiang-tiang besar yang menyangga langit-langit gua.

“Ayo, kita harus masuk,” ujar Radev.

Mereka lantas membuka pagar kayu yang menutupi gua. Mereka juga membawa serta kuda yang ditungganginya masuk ke dalam gua.

“Apa benar ini Desa Basundran? Kenapa di sini sepi sekali?” tanya Faleesha memecah keheningan.

“Entahlah, tapi kita harus memastikannya,” balas Felisha.

“Kurasa memang benar ini.” Varen menghentikan langkahnya. Ia mendongak menatap langit-langit dan dinding gua yang sebelumnya tanah kini berubah menjadi batuan keras.

Mereka tampak terpana menatap langit-langit gua itu. Tidak hanya cahaya lampu semprong yang menemani langkah mereka, melainkan ada cahaya lain yang turut menghiasi gua. Cahaya yang begitu biru yang begitu indah, bertaburan bagai bintang di langit. Mereka seakan menatap langit malam padahal sang mentari masih belum sepenuhnya menenggelamkan wujud.

“Sepertinya mereka memang tinggal di dalam gua dan mungkin gua ini sempat tertutup,” ucap Eila.

“Benar, mengingat awal kita masuk terlihat seperti lubang galian,” balas Aksa.

“Mungkin itu alasan desa ini disebut sebagai desa tersembunyi. Ayo!” tambah Radev.

Tanpa bicara lagi, mereka kembali melangkahkan kakinya. Setelah beberapa saat mereka dibuat kembali terpana dengan gua itu. Pasalnya mereka melihat sebuah pemukiman cantik dan tertata yang dibangun di tengah-tengah gua yang begitu luas.

Pemukiman itu terlihat seperti pemukiman yang biasa mereka temui, yang membedakan hanya hawanya yang terasa dingin dan suasana desa yang seakan malam hari. Taburan cahaya pada dinding di atas pemukiman itu juga jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya.

Mereka menghentikan langkahnya di depan sebuah danau biru yang ada di tengah-tengah pemukiman. Langit pada bagian atas danau itu juga berlubang. Lubangnya cukup besar sehingga mereka dapat mengetahui waktu dari dalam gua.

“Hari sudah mulai gelap,” ucap Felisha.

“Aneh”

Mereka kini menatap Eila dengan saksama. “Mengapa mereka tinggal di dalam gua ini? Padahal, hutan di atas kita juga cukup baik untuk ditinggali,” ujar Eila penasaran.

“Entahlah, yang aku tahu kita harus mencari informasi tentang berlian itu,” jawab Radev sebelum melangkah pergi.

Varen yang mendengar ucapan Eila pun sama penasarannya dengan gadis itu. Bukankah lebih mudah bagi mereka untuk tinggal di hutan? Kenapa mereka malah memilih hal yang menyulitkan?

“Apa mungkin mereka menghindari sesuatu?” ucap Varen pada Eila sebelum melangkah pergi.

Setelah menitipkan kuda mereka pada salah satu warga, mereka berhenti di sebuah kedai sederhana. Sang pemilik kedai menatap mereka secara bergantian. “Kalian terlihat asing, apa kalian pendatang?” tanya pemilik kedai.

“Ah tidak, kami pengelana. Dan memutuskan mampir untuk beristirahat,” jelas Radev.

“Syukurlah kalian menemukan desa kami, hari sudah hampir gelap akan sangat bahaya jika kalian berkeliaran di hutan sekitar pulau ini,” ujar sang pemilik kedai.

Varen mengerutkan alis mendengar ucapan pemilik kedai itu. Memangnya bahaya seperti apa yang membuat mereka memilih tinggal di dalam gua.

“Kalau saya boleh tahu, mengapa kalian tinggal di gua ini?” ucap Varen spontan. Lelaki itu sudah tidak dapat menahan rasa penasarannya.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang