Hari ini adalah hari yang begitu spesial bagi Alifa. Sedari pagi ia sibuk berkutat di dapur. Bukan untuk membuat sarapan seperti biasa. Melainkan untuk memanggang kue yang sebentar lagi akan dibawa ke rumah Yudha.
Dua hari yang lalu, Yudha datang bersama kedua orang tua dan juga dua adik kecilnya. Keluarga itu datang dengan niat baik untuk melamar Alifa. Setelah shalat istikharah, meyakinkan diri sendiri, dan tentu saja meminta restu orang tua, dengan membersihkan niat kembali, Alifa menerima lamaran tersebut.
Berdasarkan kesepakatan dua keluarga, hari ini akan diadakan prosesi lamaran secara adat minang. Dalam acaranya, pihak calon mempelai wanita akan datang bersama niniak mamak dan kerabat membawa beberapa makanan seperti lauk pauk dan kue ke rumah calon mempelai laki-laki. Itulah alasan mengapa Alifa sibuk pagi ini.
Selain Alifa, beberapa tetangga juga saling bantu-membantu untuk menyiapkan lauk-pauk. Hana tentu juga turut membantu. Malahan, wanita itu yang lebih sibuk sedari shubuh. Ia selalu mondar-mandir untuk memastikan semuanya aman dan berjalan lancar.
Tepat pada pukul 09.00, Hana telah memakai pakaian terbaiknya yang tentu senada dengan pakaian Arfan. Di halaman rumah, beberapa kerabat sudah berkumpul. Mereka akan segera berangkat menuju Yudha.
Persis sebelum Hana keluar rumah, suara Alifa terdengar memanggil. Tak lama, putri tunggalnya muncul dengan tergesa-gesa. Di tangannya ada sebuah kue brownies yang berukuran lebih kecil dari kue-kue lain yang sudah disusun di dalam bagasi mobil.
"Ibu, Alifa minta tolong, ya. Tolong sampaikan ini ke tangan Yudha langsung." ucap Alifa sedikit ragu seraya mengulurkan kue yang ada di tangannya.
Awalnya, Hana sedikit terkejut mendengar permintaan itu. Terlebih sudut matanya menangkap ada sebuah kertas yang diselipkan di pinggiran kue yang sudah dibungkus itu. Namun, beberapa detik setelahnya, ia mengangguk. Mengambil alih kue dari tangan putri tunggalnya, seraya berkata
"Ibu percaya kalau anak ibu yang sudah dewasa ini ga bakalan berbuat sesuatu yang melebihi batas dan melanggar hukum Allah."
Meski ragu, Alifa menganggukkan kepalanya. Ia juga berharap begitu. Semoga kertas kecil yang berisi hal yang sebetulnya amat tidak istimewa itu masih dalam batas yang wajar.
Beberapa menit kemudian, dari teras rumah, Alifa melepas rombongan keluarganya. Dalam hati, ia melantunkan do'a agar mereka selamat sampai tujuan dan kembali dalam keadaan baik-baik saja.
Alifa memang tidak ikut berangkat bersama rombongan. Dalam adat minang, hal yang penting dalam proses "batuka tando" adalah pertukaran benda pusaka (dapat berupa keris, kain adat, atau benda lain yang bersejarah dalam keluarga) dari kedua pihak calon mempelai. Pertukaran benda tersebut akan dilakukan secara simbolis oleh niniak mamak. Karenanya, Alifa tidak harus hadir di acara lamaran itu. Bahkan, tanpa Yudha pun acara tersebut bisa terus berlangsung.
Sekitar hampir 5 jam setelahnya, Nia dan Ari dengan sigap menyambut kedatangan keluarga Alifa. Tidak hanya mereka berdua, Farhan yang sengaja pulang ke rumah juga turut menyalami para tamu. Sementara di dalam rumah, beberapa hidangan telah disediakan agar niniak mamak dan rombongan bisa segera makan siang.
Prosesi batuka tando dilaksanakan setelah makan siang usai. Niniak mamak dari kedua belah pihak menukarkan benda bersejarah dari masing-masing keluarga. Kini, cincin peninggalan ibu Hana sudah ada di tangan niniak mamak keluarga Yudha, begitupun sebaliknya. Kedua cincin itu akan disimpan dan dikembalikan lagi setelah akad nikah nantinya.
Lantaran bagian penting dari acara lamaran ini sudah selesai, para tamu akhirnya terlibat perbincangan ringan. Saling bertanya latar belakang satu sama lain untuk mengenal lebih dekat. Namun, Hana berbeda. Wanita itu malah beranjak dari duduknya, menyusul Nia yang baru saja ia lihat pergi dari ruangan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terang [LENGKAP]
RomantikTentang keluarga dan pasangan. Tentang alur nyata kehidupan. Tentang berdamai dengan semua takdir menyakitkan. Tentang menerima, mencintai, dan saling menguatkan. Cerita tentang titik terang dalam hidup yang gelap dan diselimuti kebohongan.