Bagian 1

34 1 0
                                    

Lantai berlumuran darah, noda-noda merah yang mewarnai dinding. Bagai ruang eksekusi yang menyesakan. Aku terpaku diam seribu bahasa, nafas yang tercekal. Indra penciuman yang menghirup aroma amis darah, mual. Dengan mata belalak aku melihat seorang pria berdiri sambil sesekali melirik kearah ku, pria itu tersenyum sambil memotong bagian demi bagian tubuh seseorang dengan benda mengkilap yang tajam, merenggut nyawa orang yang berada dihadapan ku tanpa belas kasih, tewas tergeletak dilantai yang dingin.

Kyaaa!!!!!! Aku berteriak selagi bisa.

Namun entah apa yang terjadi padaku, aku tidak takut lagi. Suasana yang ada didepan ku berubah. Aku melangkah menghampiri sekumpulan orang yang sedang berseteru sambil mengarahkan senjata mereka ke satu sama lain, jalan ku terhuyung. Ada darah mengalir deras dari pelipis kepala ku, sepertinya "sakit" tapi aku tak merasakan apapun.

"Jangan sakiti keluarga ku!" seru ku, sebenarnya apa yang aku serukan, sedang apa aku?! Dengan kedua tangan ku yang tak gemetar, aku mengarahkan laras senjata berisi peluru tanpa ragu. Padahal seingat ku, aku sama sekali tak pernah memegang atau menggunakan senjata apapun dalam hidup ku.

Ini tidak nyata? Ku mohon semoga ini hanya mimpi.... Siapapun tolong bangunkan aku!

DORDOR..... DOR...!

Suara tembakan terdengar nyaring ditelinga ku, sebab aku telah menarik pelatuk dan berhasil menembak seseorang yang juga secara bersamaan menembak balik diriku. Tepat mengenai jantung ku.

Brugh! Sepertinya...aku sudah mati.

(Kaget, bangun) "Bunda....!" Teriak Lenna, terbangun dari mimpi buruk yang sudah ke-3 kali menghantuinya dalam mimpi.

Bunda yang mendengar teriakan Lenna berlari tergesa-gesa mendatangi Lenna yang berada didalam kamar. Langsung datang memeluk erat Lenna, "Tenang, Bunda disini".

"Aku bermimpi buruk Bunda huhuhu" tersedu-sedu.

"Itu hanya mimpi, besok Lenna pasti bermimpi indah" ungkap Bunda.

"Tapi...ini sudah yang ke-3 kali. Bukankah mimpi itu akan jadi kenyataan?" (takut)

"Tidak..."

"Ta,pi-tapi Bunda jika mimpi itu benar terjadi, apa Bunda bersama Lenna. Lenna tidak ingin kehilangan Bunda, Bunda jangan tinggalkan Lenna ya...? Hik!" untuk ke sekian kalinya Lenna mengatakan "Jangan tinggalkan Lenna" perkataan yang sama setiap harinya.

Meskipun Lenna tau apa yang akan menjadi respon dari perkataan yang dikatakannya pada Bunda, Bunda selalu menjawab "Bunda akan selalu berada disisi Lenna" akan tetapi rasa takut yang entah darimana asal mulanya, membuat Lenna terus merasa ketakutan serta cemas.

"Cup-cup-cup, putri Bunda yang manis....sudahi sedihnya ya.." mengelus lembut puncak kepala Lenna, "Lenna kan anak Bunda yang kuat" Bunda tersenyum. Senyuman Bunda yang menenangkan jiwa Lenna.

"Ayo, sekarang waktunya Lenna bersiap ke sekolah okey" (Bunda)

"Iya, Bunda" (Lenna)

Lenna menganggukan kepala, mengusap air mata, bangun dari tempat tidur bersiap berangkat menuju sekolah. Bunda menjadi penyokong Lenna satu-satunya yang paling disayangi Lenna.

Harum masakan buatan Bunda mengepul diudara lalu menyebar ke seluruh pejuru ruangan rumah. Lenna yang tengah mandipun dapat mencium aroma masakan tersebut. Dirumah, Lenna hanya tinggal bersama dengan Bunda. Beberapa tahun yang lalu setelah Lenna pandai berjalan dan berbicara, Bunda bercerai dengan ayah. Dan memutuskan pergi dari rumah, itulah yang Lenna ketahui dari apa yang Bunda ceritakan mengenai masa lalu yang singkat dikala Lenna sama sekali tidak mengingat apapun yang terjadi pada masa yang telah berlalu itu.

Beberapa menit kemudian, Lenna yang tampil rapih seperti siswi teladan menghampiri Bunda yang terkejut akan kehadiran Lenna yang tak diduganya. Bunda yang tadi tengah memotong sosis, lansung menyembunyikan pisau yang tidak disukai Lenna dari jarak pandang Lenna.

"Bunda, sarapan ku buat bekal aja ya Bun. Hari ini ada latih tanding disekolah" kata Lenna.

"Oh iya? Meski begitu Lenna harus sarapan, nanti Bunda siapkan bekal juga" (Bunda)

"Gausah Bunda, aku akan sakit perut bila makan pagi" berakting sakit perut.

Bunda mencubit pipi Lenna, gemas "Oke deh, jangan lupa dimakan ya.." (Bunda)

"Ya iyalah Bun.... Masakan Bunda kan terbaik" cenggesan.

"Dan kalau ga salah, hari ini aku dapat kesempatan masuk final Bun.." (Lenna) senang.

"Wah hebatnya putri Bunda, final lomba seni bela diri yang waktu itu ketunda kan?" (Bunda).

"Betul sekali"

"Semangat ya Lenna, kamu pasti bisa" (Bunda) memberikan dukungan penuh pada putrinya, Lenna.

Lenna sangat bahagia yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata karena bagi Lenna mempunyai seorang Bunda adalah suatu hal luar biasa nan istimewah yang hanya sekali seumur hidup. Bunda, sosok ibu yang selalu memberikan support nya pada setiap usaha anak-anaknya. Lenna bisa melewati segala macam rintangan dikarekan dukungan penuh dari Bunda. Walaupun orang-orang sekitar rumah maupun disekolah beranggapan Lenna terlalu tomboy dan kasar sebab selalu mengikuti kegiatan fisik yang menguras tenaga. Tapi berbeda dengan Bunda yang selalu berada dipihak Lenna.

Menurut Bunda pun,yang terpenting itu keinginan Lenna.

"Nah, disini ada banyak sayuran dan sedikit daging, Bunda tau putri Bunda sedang belajar jadi vegetarian kan... tentu bermanfaaat agar Lenna aktif ini terus bertenaga dan sehat selalu, Jangan lupa habiskan semuanya ya" ujar Bunda, memasukan bekal makanan kedalam tas ransel Lenna.

Hormat, "Siap Bunda! Hehehe"

"Dah sana, nanti telat aja"

"Iyaiya.....Lenna berangkat....." Cup! mengecup pipi bunda.

"Dah-dah Bunda" melambaikan tangan, berjalan keluar rumah dengan langkah ringannya. Sebelum berlalu memasuki jalan pintas, Lenna menoleh sebentar kearah Bunda yang masih memandang Lenna dari depan pintu rumah, tersenyum dan terus melambai.

Lenna tersenyum, "Bunda sangat cantik" pujinya (terpesona).

Saat ini Lenna duduk dibangku sekolah menengah pertama, Lenna mengikuti berbagai kegiatan serta lomba seni bela diri yang selalu kemenangan Lenna dapatkan. Kini masih dijenjang yang sama kelas delapan, Lenna terus melatih kemampuan seni pada bela dirinya. Hingga pada perlombaan antar pelajar tingkat kota yang sempat terkendala dan tertunda, Lenna berhasil masuk final setelah ia berhasil mengalahkan lawan yang lebih unggul sebelumnya.

Sebagai atlet, Lenna yang mendapatkan penangguhan jam pelajaran. Melanjutkan perlombaan yang merupakan turnamen lanjutan. Setelan seragam yang tadi Lenna gunakan diganti, kini telah berganti dengan seragam khas layaknya seorang ahli seni bela diri. Lenna berdiri tegak, penuh percaya diri.

Sorak para penonton mengelegar, namun tidak membuyarkan konsentrasi Lenna yang seksama mendengar intruksi dari pelatih. Pemanasan, latihan, dan persiapan telah dilakukan oleh Lenna. Membawanya siap beraksi pada hari ini.

Tapi....takdir memberikan kejutan yang mengemparkan hari ini.

Bagai badai hitam menerpa Lenna yang beberapa langkah lagi masuk kedalam area tanding. Tiba-tiba dua personel kepolisian kota datang menghampiri dan memberitahu pelatih Lenna. Kemudian Lenna dipanggil dan diberitahukan tentang kabar kematian Anna Lenna.

"Bunda...!? Kalian penipu, pembohong!!" tersentak. Tanpa berfikir panjang dengan kondisi diri yang syok, Lenna meninggalkan perlombaan. Berlari terus lari, menuju rumah. Rumah yang telah ramai oleh suara serine polisi dan orang-orang yang berkerumun. Rasanya baru beberapa jam yang lalu Lenna melihat sosok yang tersenyum hangat itu, "hidup ini selalu mempermainkan ku, tidak lucu!".

Aku binggung harus menangis? Atau harus ketakutan?Bu,nda..telah-tiada.

Memori yang merekam segala kejadian, mata yang terpanah. Melihat dan mengetahui bahwa hari itu seseorang yang sangat berharga bagi Lenna telah meninggalkan Lenna untuk selama-lamanya. Berandai-andai, Lenna berandai kalau saja waktu dapat diulang "Mungkin aku akan pura-pura sakit" untuk tetap berada di sisi Bunda sampai akhir hayat.

Chapter 1 : Killer Family ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang