Netra paklik Hamdan terbuka layu. Senyum berusaha keras ia ukir di wajah. Ia memandang satu persatu orang yang berada di kelilingnya. Tiba-tiba saja siang ini kamar inap yang biasanya senyap, hanya ada Abdillah seorang kini sedikit sesak.
Paklik Hamdan menelisik om Harlan, Jihan dan Fahira yang berdiri bersama ustadz Jauhar, Abdillah dan Taqi. Semuanya menatap paklik Hamdan dengan ekspresi sendu. Ada rasa trenyuh yang tak bisa dikatakan.
"Assalamualaikum pak Hamdan" sapa om Harlan pada paklik Hamdan. Sebetulnya om Harlan bersama Jihan dan Fahira sudah datang sejak sekitar dua jam yang lalu. Hanya saja paklik Hamdan masih tertidur hingga mereka tak berani mengusiknya.
Paklik Hamdan mengangguk lemah sembari berusaha menampakkan senyumnya. Ia belum mengenal betul om Harlan.
"Beliau ini dokter Harlan. Papanya Aisyah" ustadz Jauhar memperkenalkan om Harlan yang merupakan besannya. Paklik Hamdan memang tak ikut hadir di pernikahan Taqi waktu itu.
"Saya papa mertuanya nak Taqi. Saya menemani nak Fahira bersama Jihan kesini" om Harlan lebih menegaskan lagi.
Paklik Hamdan kembali tersenyum. Kemudian pandangannya beralih ke arah seorang perempuan cantik yang berdiri agak di pojok di dekat Jihan dan seorang lelaki muda yang belum pernah dilihat paklik Hamdan.
"Ini dik Hira, paklik. Calon istrinya Abdil..." Abdillah seperti memahami makna pandangan sang paklik.
"Dan ini bang Abizar, kakak lelakinya dik Hira. Juga suaminya Jihan" lanjut Abdillah lagi.
"Paklik..." Abizar menganggukkan kepala. Fahira mengukir senyum buat paklik calon suaminya itu.
"Terimakasih..." Hanya itu yang bisa paklik Hamdan ucapkan lirih. Meski begitu binar matanya tampak lebih cerah dibandingkan biasanya. Bisa melihat orang-orang baru yang akan menjadi keluarga buat keponakannya itu.
"Bagaimana Dil? Bagaimana ini nanti teknis pelaksanaan ijab kabulnya?" Tanya ustadz Jauhar ke pokok masalah. Semuanya sudah berkumpul. Tak usah menunda lagi untuk melaksanakan hajat yang menjadi tujuan mereka berkumpul di rumah sakit ini.
"Abdil sudah ijin pihak dokter dan rumah sakit, Bah. Mereka memberi waktu nanti agak petang. Mungkin menunggu rumah sakit sepi dahulu. Ada dokter yang akan memantau paklik" jelas Abdillah tentang akad nikahnya tersebut.
Semua menunggu waktu yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit. Taqi memasang laptop yang ia bawa dari rumah untuk bisa menghubungkan mereka dengan semua keluarga. Abizar yang kebetulan juga membawa laptop memanfaatkannya juga. Sebagai dosen ia memiliki Id room privat untuk akses zoom yang bisa dimanfaatkan.
"Terimakasih bang Izar sudah meluangkan waktu kemari" Abdillah mengajak bicara Abizar ketika pria itu menyiapkan laptopnya.
Abizar menghentikan sejenak aktivitasnya. Mensejajarkan diri berdiri di samping lelaki yang tak lama lagi akan menjadi adik iparnya.
"Sepertinya semua sudah diatur ya. Ketika ayah telpon dan meminta tolong untuk menggantikan posisi beliau, aku baru saja selesai ujian" sahut Abizar menanggapi.
"Maaf merepotkan Abang. Seharusnya Abang bisa pulang ke Indonesia dan mengisi hari bersama Jihan" ucap Abdillah lagi.
Abizar tertawa kecil mendengar kata mengisi hari bersama Jihan.
"Lha bukannya disini aku malah lebih cepet ketemu sama Jihan. Makanya kamu harus bayar tagihan hotel suite room tempat aku sama Jihan menginap..." Abizar jelas bercanda. Ia tadi memang memesan kamar terbaik di sebuah hotel bintang lima untuk tempat menginapnya bersama Jihan malam ini. Hitung-hitung bulan madu pikir Abizar. Tapi tentu Abizar sendiri yang membayarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)
SpiritualMenemukan pelabuhan hati di kehidupan dunia tentu saja harapan tiap insan. Bertemu dengan orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Itu inginnya. Tanpa melebihkan pun mengurangkan tentang hakikat takdir. Asa yang selalu dilangitkan terjawab ijabah...