Matahari sudah tenggelam di ufuk barat dan tergantikan dengan bulan yang bulat sempurna, sampai sekarang elvino masih berkelana di alam mimpi nya, delvan tidak ada niatan untuk membangunkan bungsunya karena sekarang belum masuk jam makan malam.
Elvino melenguh pelan dan membuka matanya secara perlahan menyesuaikan lampu yang tidak terlalu terang, sengaja agar elvino bisa tidur dengan nyaman, dan saat terbangun nanti dia tidak akan menangis karena gelap.
"Daddy", panggil elvino dengan suara serak khas bangun tidur, dengan tenanga yang ada ia bangun dari tidur nya, kepala nya agak pening sekarang, karena mungkin hari ini elvino menghabiskan waktunya untuk tidur.
"Hiks daddy", panggil elvino lagi dengan isakan yang terdengar, kepala nya benar-benar pening sungguh, dan elvino tidak suka dengan sakit di kepala nya, rasanya ada sebuah tangan yang meremat kencang Kepala nya sekarang.
Elvino berusaha turun dari kasur nya tapi ia baru sadar kalau ada pembatas di segala sisi kasur, ia berusaha melepas pembatas itu tapi usahanya sia-sia, di tambah kaki nya yang terasa masih lemas.
"Huaaaa daddy", teriak elvino kencang, delvan yang sedang berada di ruang kerja nya sedikit terjengit kaget mendengar suara tangisan anak bungsunya, sangking fokus nya ia tidak menyadari kalau elvino terbangun padahal ruangan nya bersebelahan dengan kamar elvino, di tambah delvan memasang semacam alat yang bisa melihat dan mendengar pergerakan bungsunya.
Dengan langkah yang cepat delvan menuju ke kamar elvino, saat masuk ia bisa melihat anak nya yang menangis sembari berusaha membuka pagar pembatas itu.
Tanpa berucap sedikit pun delvan langsung mengambil elvino dan menggendongnya seperti bayi koala, ia mengusap punggung yang sedikit bergetar itu berusaha untuk menenangkan nya.
"Kenapa hmm, kenapa el menangis?", tanya delvan lembut.
"Hiks el panggil daddy, tapi daddy tidak menjawab el", jawab nya dengan air mata yang masih mengucur dari mata kucing nya.
"Jujur sama daddy, el ada merasa sakit?", tanya delvan lagi, elvino terdiam sejenak, kenapa daddy nya ini bisa tahu sih.
"Tidak hiks".
"Tidak mungkin kau rewel seperti ini kalau tidak merasakan sakit atau mengantuk", ujar delvan yang benar-benar tepat sasaran.
"Kepala el pusing daddy huaaa, el ndak suka hiks", ujar elvino dan semakin mengeratkan pelukan nya, delvan bisa merasakan bahu nya basah sekarang karena air mata elvino.
"Sudah jangan menangis, daddy akan panggil kak rei untuk menghilangkan rasa sakit di kepala el", ujar delvan menenangkan, ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka elvino agar terlihat lebih segar.
Setelah selesai cuci muka delvan memasangkan jaket rajut tebal di tubuh elvino dan turun ke bawah karena jam makan malam sudah hampir tiba.
Elvino merentangkan tangan nya ke arah axel setelah kedua anak dan ayah itu sudah sampai di lantai satu, tanpa berbicara sedikitpun axel membawa tubuh adik nya kedalam gendongan nya.
"Sesek hmm", ucap axel tiba-tiba, elvino menatap ke arah kakak nya dengan muka yang terlihat kebingungan.
"Kakak ngomong sama el?", tanya elvino ragu dan di balas anggukan singkat okeh axel, elvino yang melihat balasan dari kakak melotot kaget, ya benar sekarang ia agak sesak karena mungkin asma nya kambuh, tapi tidak sampai separah itu, elvino masih bisa menahan nya, elvino tidak habis fikir, kenapa seluruh keluarga nya ini sangat peka sekali sih.
"Di periksa dulu ya sama kak rei", ujar axel lembut, elvino menggeleng dan langsung menyembunyikan Kepala nya di ceruk leher axel.
"Gak mau el laper", jawab nya lesu, sebenernya elvino sama sekali tidak lapar, hanya alasan itu lah yang bisa dia pikirkan sekarang, dari pada harus kena peralatan milik kakak kedua nya, elvino lebih memilih memakan sayur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVINO 2
Teen FictionIni kisah kedua dari pemuda menggemaskan bernama elvino, setelah kejadian dia di culik itu keluarga nya semakin overprotective kepada nya, bahkan sekarang peraturan yang di buat keluarga nya semakin membuat nya terkekang, oh ayolah dia bukan melakuk...