Aku merunduk. Merasakan lengketnya putih dan kuning telur juga tepung yang baru saja ditaburi mengotori rambut dan seragam sekolahku. Entah bagaimana nanti caraku menghilangkannya, aku tidak tahu.
"Bikin adonannya, Yu!" ucap seseorang, yang mulai mengacak-ngacak rambutku dengan tangannya, seakan-akan sedang mengadoni sebuah adonan kue.
Ayu Patria, dia di sana, berdiri sambil melipat kedua tangannya dan tersenyum sinis. Aku bisa melihat dengan mataku sendiri, gadis itu tertawa-tawa puas.
"Kan gue yang baru jadian sama Tirta, sebagai hadiah, kalian aja yang bikin adonannya. Gue nggak mau tangan gue kotor dan bau," kata Ayu.
Rupanya, gadis itu hanyalah menonton. Ia jadi penonton dan menikmati bagaimana teman-teman gengnya menyiksaku.
Aku tidak menangis sama sekali. Aku tidak melawan. Ini bukan pertama kalinya mereka menindasku seperti ini. Sudah beberapa seragam olahragaku raib oleh mereka. Entah dibakar, entah dibuang, atau dikotori dengan kotoran hewan... Aku sudah tidak tahan lagi.
Ketika aku melawan, Ayu tidak pernah menerimanya. Ia menamparku berkali-kali, membuatku tidak pernah berani lagi melawannya. Tidak ada gunanya sama sekali.
"Bi, nanti malam datang ya, yang wangi. Ada acara di rumah Tirta," ucap Ayu, gadis itu mendekatkan mulutnya ditelingaku, dan rasanya aku ingin muntah mendengar suaranya. "Kurang baik apa gue ngundang lo ke acara party pacar gue, Bi? Kalau nggak datang, lo harus nerima konsekuensinya. Ya?"
"Kok diam aja sih? Gak mau dateng kali dia, Yu!"
Ayu menghela napasnya, "Kalau lo nggak datang, abis lo sama gue!" Ancamnya, kemudian ia menatap teman-temannya dengan perasaan senang, "yuk ah cabut!"
Mereka meninggalkanku setelahnya. Setelah mereka puas. Saat itulah, aku baru bisa menangis. Menangisi nasibku.
Mengapa aku yang harus menerima semua ini? Mengapa Ayu menindasku seperti ini? Dan sejak awal aku satu sekolah dengannya, ia tidak pernah berhenti. Ia tidak pernah berhenti menyiksaku, padahal apa yang terjadi pada keluarganya bukanlah salahku.
Untuk apa Ayu menyalahkanku karena ayahnya menceraikan ibunya dan memilih untuk menikah dengan ibuku yang notabene seorang janda dan kesehariannya hanyalah menjahit di rumah?
Sejujurnya, hingga detik ini, dua tahun setelah pernikahan ibuku dengan ayahnya, aku tidak pernah menyetujuinya. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak ingin bersikap egois. Aku ingin ibuku merasakan bahagia, itu saja.
"Bi? Bianca?!"
Aku menoleh, dan melihat seseorang yang kukenal berdiri di balik tempat sampah. Itu adalah Fay Izora, gadis populer di sekolah yang -tadinya- adalah teman dekatku. Ia memilih untuk menjauh sekarang, entah apa alasannya.
"Ayu lagi?" tanya Fay, ia menatapku dengan tatapan iba, tatapan yang paling aku benci.
"Bukan urusan lo," kataku, kemudian pergi melewatinya begitu saja.
Aku harus segera membersihkan pakaian serta rambutku.
✨️
Haihai, aku kembali lagi dengan cerita baru yang idenya dapetnya satsetsatset. Hahaha.
Semoga kalian suka!Follow sosmed aku yang lain juga ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Light Switch
FantasyWARNING!!! Harsh words, violence, bullying, sexual harrasment, abuse. Yang punya trigger tolong tinggalkan lapak ya! Bagaimana jika kau bisa menukar hidupmu dengan orang lain semudah menurunkan saklar lampu? Selamat datang di kedai ramal Madame G...