"Perhatikan langkahmu!" Varen menangkis serangan yang terus dilayangkan Eila. Ia memperlihatkan keseriusannya dalam melatih sang gadis. Eila pun tidak tinggal diam. Ia memberikan serangan yang membabi buta dengan wajah yang tampak menahan kesal.
Dua orang remaja itu, seolah berada di peperangan. Dengan sebilah kayu, mereka saling serang di tepi sebuah telaga cantik dan tenang. Mereka tidak lagi peduli dengan keringat yang mulai bercucuran maupun beberapa pasang mata yang terus mengawasi.
Tak
Kayu yang digenggam Eila terlepas, menyisakan raut kesal dengan tatapan tajam yang mengarah pada sang pemuda. Dengan langkah cepat Eila mendekati Varen. Ia memukul-mukul lengan sang pemuda meluapkan segala kekesalannya.
"Guru tidak berguna! Kau sengaja membuatku marah kan?!"
Varen merintih sembari sesekali tersenyum mendapatkan pukulan dari tangan yang lebih kecil dari tangannya. "Eila kendalikan dirimu," ucap Varen menahan pukulan Eila.
"Apa?! Kau tahu, aku sudah mengendalikan diri sejak tadi!! Sekarang aku sudah tidak bisa melakukannya!! Aku sungguh kesal melihat wajah sombongmu itu!!"
Varen tersenyum melihat Eila yang mendengus sebal dengan bibir mengerucut. Menurutnya sang gadis tampak seperti seekor anak kucing yang sensitif. "Eila," ucap Varen membuat sang gadis menatapnya.
"Seranganmu sudah cukup baik, tetapi begitu kau melakukannya dengan penuh amarah kau membuat serangan yang acak dan membabi buta. Dan itu bukanlah hal yang bagus."
Eila mengerutkan alisnya, "Lalu?"
"Cobalah untuk tetap tenang. Meskipun musuh memancingmu dengan berbagai gerakan atau ucapan, kau harus tetap tenang. Sekarang mari kita coba lagi," ucap Varen sebelum menyingkirkan kedua kayu yang tadinya mereka gunakan.
Eila bersiap, ia menunggu aba-aba dari Varen untuk memulai pertarungan. Sang gadis melangkah perlahan setelah mendapat anggukan dari Varen. Dan dengan cepat ia melayangkan pukulan lurus pada wajah rupawan sang pemuda.
Sayangnya Varen yang mudah membaca gerakan Eila dapat menghindar dengan cepat. Pukulan lain yang Eila berikan pun dapat ditangkisnya dengan mudah. Kini Varen berbalik, ia menyerang Eila dan berhasil memukul mundur sang gadis.
"Jangan terpancing! Kau harus bisa tenang!"
Varen kembali bergerak. Varen kembali mengayunkan lengannya mengarah lurus pada wajah sang gadis. Seulas senyum terlihat pada wajahnya tatkala Eila berhasil menahan pukulannya dengan satu tangan. Tanpa berpikir panjang Varen lantas menarik kembali lengannya dan memberikan tendangan samping hingga membuat Eila mundur beberapa langkah.
Varen tersenyum nakal melihat perubahan ekspresi Eila. Eila menatapnya dengan begitu tajam dengan wajah yang menahan amarah. 'Sepertinya aku akan kembali menghadapi kemarahan anak kucing,' batin Varen melihat kedatangan Eila.
Eila mempercepat langkahnya, ia mendaratkan pukulan wajah Varen hingga meninggalkan jejak merah di wajahnya. Tidak cukup dengan itu Eila juga melakukan hal yang sama pada Varen. Ia melakukan tendangan samping berharap sang pemuda terduduk di hadapannya.
Namun, saat kaki mungilnya mendarat, tangan kekar Varen langsung mengunci pergerakannya. Pemuda itu menahan kaki Eila agar terus menempel pada tubuhnya. "Seranganmu sangat baik. Hanya kurang melihat kelemahan lawan dan amarahmu masih tidak terkendali," ucapnya sembari mengapit kaki Eila dan membawanya berjalan.
"Hei!! Lepaskan!! Astaga Varen!! Lepaskan kakiku!!" teriak Eila melompat-lompat mengikuti langkah Varen.
"Tidak"
Ucapan Varen itu tampaknya membangunkan harimau betina yang tertidur dalam tubuh seekor anak kucing. Gadis itu memukul kuat lengan kekar Varen agar ia mau melepaskannya. Sayangnya, pukulan itu tidak begitu terasa baginya jika dibandingkan tinju yang Eila lakukan pada wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKARA, Kembalinya Sang Kesatria
FantasiEila yang bertemu dengan Varen mencuri sebuah berlian dari dalam gua misterius. Ia tak menyangka apa yang dilakukanya ini akan membawa dirinya dan Varen masuk ke dalam petualangan panjang. Tanpa sadar petualangan ini juga mengungkap fakta tentang d...