(1) - Bianca // Kano, calon suami

90 16 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berjalan dengan terseok menuju toilet sekolah dengan tepung dan telur yang berceceran di lantai koridor sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku berjalan dengan terseok menuju toilet sekolah dengan tepung dan telur yang berceceran di lantai koridor sekolah. Lututku rasanya lemas. Kepalaku berputar pusing seperti rasanya aku tidak menginjak lantai.

Hal ini tentu saja buruk. Banyak siswa dan siswi lain yang memandang jijik ke arahku, banyak juga yang menatapku dengan tatapan kasihan. Mereka semua menyingkir, dan memberikanku jalan seakan-akan aku adalah seonggok manusia yang tidak pantas berada di sana.

Ketika menemukan bilik toilet yang kosong, aku segera masuk dan mengguyur seluruh rambutku. Aku berusaha keras menghilangkan semuanya, tidak peduli seragamku yang lantas menjadi basah karenanya. Perpaduan bau antara tepung dan telur itu membuat perutku mual, sampai-sampai aku memuntahkan makan siangku tadi yang belum sepenuhnya tercerna.

Kurang menjijikan apa lagi seorang Bianca Davira?

Kata mama, Bianca hebat. Bianca adalah penari tradisional yang cantik, yang selalu mengerahkan seluruh kemampuan menarinya ketika tampil. Mama juga mengatakan bahwa Bianca pintar di bidang akademis. Nilai Matematikanya sempurna, walaupun dia tidak bisa berbahasa inggris dengan baik.

Kata papa, Bianca hebat. Lebih hebat dari Ayu yang hanya bisa meminta-minta uang, tanpa punya prestasi secuil pun. Bianca hebat karena bisa tampil menari di hadapan Gubernur Jakarta. Kata papa, Bianca adalah satu-satunya anaknya (walaupun anak sambung) yang membanggakan.

Tapi, mengapa aku tidak merasakan itu semua? Mengapa aku selalu menganggap diriku itu bukan siapa-siapa, hanya karena seorang Ayu Patria yang selalu menindasku seperti ini? Dan mengapa seakan-akan para guru telah menutup mata hanya karena cerita yang dilontarkan Ayu kepada mereka?

Aku lagi-lagi menangis, tidak peduli tangisanku akan terdengar hingga keluar bilik. Aku bahkan bisa mendengar murid-murid lain membicarakanku dari luar, mengatakan bahwa aku kembali dibully oleh Ayu Patria dan gengnya.

"Itu Bianca? Dibully lagi sama Ayu?"

"Kasihan Bianca. Kenapa nggak ada yang bantuin sih?"

"MINGGIR!!!"

Aku tersentak mendengar suara barusan. Itu adalah suara cowok. Iya, suara cowok yang kukenal. Kenapa dia harus masuk ke dalam toilet perempuan sih?!

Light SwitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang