Sudah jam setengah dua pagi dan aku belum mengantuk sama sekali, padahal aku sudah berbaring di kasur dengan selimut menutupi seluruh tubuh--kecuali kepala. Alby benar-benar tidak membangunkanku selama di perjalanan sampai tiba di rumah. Dan lokasinya memang jauh dari apartemenku, jadi waktu tidurku cukup panjang. Itu sebabnya tidak peduli seberapa keras usahaku untuk tidur, mata ini tetap akan terbelalak. Untung saja besok hari Minggu, meski terpaksa harus begadang, aku tidak perlu khawatir akan bangun kesiangan.
Saat aku masih aktif sebagai freelancer, aku sering begadang karena harus mengerjakan pesanan. Namun, setelah aku memiliki pekerjaan, aku tidak lagi menerima pesanan sebanyak dulu. Sekarang aku yang sudah malas beranjak dari kasur ini mulai kebingungan harus berbuat apa. Di ponselku tidak ada yang menarik, iPad-ku disimpan di laci meja rias, dan laptopku di lemari. Harus kuapakan mata ini agar mengantuk?
Kemalasan yang kurasakan sekarang sirna begitu saja ketika kudengar suara benda yang terjatuh dan terdengar keras. Aku segera turun dari kasur, membiarkan selimutku terseret dan menyapu separuh lantai kamar. Daripada memikirkan itu, aku mengkhawatirkan sesuatu terjadi di luar kamar. Nate bukan seseorang yang akan menjatuhkan barang-barang ketika melakukan sesuatu, dan dia selalu memastikan tidurku tidak terusik oleh apa pun yang dia lakukan.
Apa aku berlebihan? Boleh saja orang berpikir begitu ketika yang kukhawatirkan adalah seorang pria dewasa yang sudah menerima ijazahnya. Namun, aku tidak akan pernah bosan untuk menegaskan kalau dia adalah satu-satunya anggota keluarga yang kupunya, yang berada dalam jangkauanku tentunya.
Kegelapan menyambutku saat membuka pintu kamar. Aku memang selalu mematikannya jika ingat, hitung-hitung untuk menghemat biaya listrik bulanan.
"Kau tahu sakelarnya di mana, 'kan? Kenapa tidak dinyalakan?" Bersamaan itu aku juga menekan sakelar hingga ruang tengah yang menyatu dengan dapur sekaligus ruang makan ini menjadi terang-benderang.
Aku menemukan Nate sedang mengambil stoples kosong berbahan plastik di lantai. Tidak hanya satu, tetapi ada dua. Aku tidak tahu apa yang sedang dicarinya selarut ini.
"Maaf mengganggu tidurmu." Dia hanya berkata begitu sambil kembali menyimpan stoples tadi di lemari atas pantri. "Aku hanya mencari sesuatu untuk dimakan."
Nate kembali melakukan pencariannya, yang aku tahu tidak akan menghasilkan apa-apa. Kami kehabisan stok makanan instan atau camilan kemarin dan aku belum sempat belanja karena harus pergi bersama Alby.
"Duduklah. Aku akan memasak sesuatu untukmu. Kau mau apa?"
Nate menggaruk tengkuknya yang aku yakin tidak gatal. Itu hanya gestur yang menunjukkan kalau dia merasa tidak enak akan merepotkanku. Apalagi selama beberapa hari terakhir, komunikasi tidak terlalu baik. Dan aku akan memanfaatkan situasi ini untuk berbaik-baik padanya, sekaligus menyelesaikan masalah kecil yang sedang terjadi. Aku jelas paham kalau dia tidak bisa menerima keputusanku untuk pergi, tetapi aku juga tidak ingin goyah. Lagi pula, kami masih bisa mengunjungi satu sama lain.
"Roti panggang saja, dengan telur." Suaranya sangat pelan, seperti enggan membuatku kerepotan. Dia berbalik badan dan berjalan masuk ke kamarnya.
Sesulit itukah melakukan sesuatu yang kuinginkan? Sampai orang lain yang kupikir akan selalu mendukungku justru menentangnya juga. Seandainya Mom masih hidup, apa hidupku akan tetap sesulit ini?
Lupakan soal kemalasanku saat di kamar tadi. Kurasa itu disebabkan oleh kasur yang memiliki gaya gravitasi melebihi apa pun. Sampai-sampai meski tidak mengantuk, aku terlalu malas melakukan apa-apa. Namun, sekarang apa yang kulakukan? Energiku seperti dipompa begitu saja dan menjadi penuh semangat saat memanggang beberapa lembar roti dan menggoreng telur. Meski tanpa diminta, aku menambahkan beberapa irisan tomat dan selada. Aku tidak hanya memasak untuk Nate, tetapi untukku juga. Rencananya aku ingin menyantap roti bakar bersama Nate.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Break [✔]
Romance[Song Series][Completed] Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan. Orang bilang, di balik kesialan, akan di...