Ancala, seperti itulah Orang Tua-ku menamaiku dulu. Aku dibesarkan di sebuah Desa terpencil, yang jauh dari kata Modern. Semua serba sederhana, tidak ada telepon, kebisingan suara kendaraan yang berlalu-lalang, serta gedung-gedung yang menjulang tinggi. Untuk menonton televisi, Aku, Ibu, dan Ayah harus merelakan diri untuk melangkah ke Tetangga seberang Rumah, agar hari itu Kami tidak ketinggalan perkembangan berita yang sedang berlangsung.
Oh iya, Desa Gelunggung disitu sebuah keceriaan semua dimulai. Di Desa itu, Kami menikmati segala keceriaan dengan kesederhanaan. Ayahku adalah seorang Petani di ladang milik Juragan Tanah. Ayah adalah Sosok yang tak pernah mengenal kata lelah, Pagi sampai Sore, Beliau bekerja dengan penuh semangat. Sedangkan, Ibuku tidak bekerja, namun sesekali Beliau membantu pekerjaan Ayah apabila dibutuhkan Pekerja tambahan, Hal itu dilakukan Ibu semata-mata untuk membantu mendapatkan tambahan pemasukan.
Aku sendiri bekerja sebagai Kuli Panggul, di sebuah pasar tradisonal setempat, Aku telah menekuni Profesi itu semenjak aku memutuskan untuk berhenti mengenyam Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama, karena kendala biaya kala itu.
Faktor Pendidikan tidak membuatku surut akan segala impianku untuk masa mendatang. Walaupun kala itu, Ayah dan Ibu menentang keputusanku, tapi menurutku, itu adalah keputusan terbaik yang sepantasnya Aku pilih.
Upah dari pekerjaanku sebagai Kuli Panggul tergolong kecil, tapi Aku selalu me-syukurinya, berapapun hasilnya, selama itu mampu membuatku untuk tetap bertahan hidup, rasanya tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Aku selalu menyisihkan uang hasil jerih payah tersebut, sedikit demi sedikit, berharap suatu hari nanti uang itu akan berguna.