10. Taruhan?

37 9 3
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya jam kerja sudah berakhir. Tampak Sabda tengah membereskan mejanya, bersiap untuk pulang.

"Sabda, gue pulang duluan ya," ucap wanita yang merupakan seniornya.

"Iya, Mbak," jawabnya singkat.

"Gak mau gue anter, Beb?" celetuk seorang pria sembari menghampiri wanita tersebut.

"Ogah, ya. Sekali lagi panggil begitu, gue pukul!" ketusnya seraya berlalu pergi. Lain halnya dengan pria itu yang justru tertawa geli.

"Mas Yuda gak mau pulang?" tanya Sabda yang kini sudah selesai membereskan meja kerjanya.

"Ini juga mau pulang. Sekalian nunggu lo, biar ada temen ngobrol sampe depan," sahut pria bernama Yuda tersebut.

Sabda hanya ber-oh seraya mengangguk kecil.

Mereka berdua pun berjalan bersama. Netra Yuda tampak terkunci pada cincin yang tersemat di jemari Sabda. Dia tampak berkeliling pandang kemudian balik menatap ke arah Sabda.

"Sabda, lo udah nikah beneran?" tanyanya membuat Sabda lantas beralih menatapnya.

Kedua alis Sabda saling bertautan. "Maksudnya?"

"Ya ... lo sendiri tau 'kan, rumor yang beredar di kantor? Masa gak pernah denger, sih?"

Sabda tertegun kemudian menyunggingkan senyuman. "Jadi Mas Yuda percaya sama rumor itu?"

Yuda terlihat menggaruk tengkuk tak gatalnya. "Ya ... gimana ya .... Percaya gak percaya. Yang gue tau 'kan, yang waktu itu mau nikah abang lo!"

Lagi dan lagi Sabda hanya menanggapi dengan senyuman.

"Jadi gimana? Ditanya malah senyum-senyum," desah Yuda merasa sedikit geram.

"Sabda!" Seruan tersebut membuat sang pemilik nama beralih pandang ke sumber suara.

"Mas Banyu?" bingungnya. Kenapa pria itu mendatangi tempat kerjanya? Ada keperluan apa?

Tampak Banyu berjalan cepat menghampiri sang adik yang masih termangu di tempat.

"Lo bisa ikut gue sebentar? Ada yang perlu gue bicarakan sama lo ... empat mata!" ungkap Banyu dengan raut wajah serius.

"Kalau gitu gue balik duluan," pamit Yuda.

Sabda hanya balas mengangguk kecil. Yuda pun segera menaiki motornya dan melesat menuju arah pulang.

"Jadi apa yang mau Mas bicarakan?" tanya Sabda tanpa basa-basi.

"Kita bicara di mobil aja," ucap Banyu kemudian berjalan memasuki mobilnya.

Sabda yang merasa enggan, hanya bisa berpasrah mengekori sang kakak. Dia masuk ke pintu penumpang depan--di samping Banyu. Hening. Sabda tidak mau bertanya lagi dan hanya menunggu sang kakak untuk menjelaskan.

"Kenapa lo menerima pernikahan itu?" tanya Banyu.

"Sebab Mas Banyu pergi," jawab Sabda setelah beberapa saat terdiam.

Banyu mengembuskan napas berat nan panjang. Entah dia yang salah bertanya atau memang jawaban Sabda yang benar.

"Kenapa lo mau?"

Sabda masih berbicara dengan pandangan lurus ke depan. Entahlah, dia merasa enggan menatap lawan bicaranya.

"Gue gak mau ayah sama ibu malu karena perbuatan Mas. Jadi gak ada pilihan lain buat gue menolak pernikahan itu."

"Tapi lo 'kan gak cinta sama Nirmala, begitu juga sebaliknya," sangkal Banyu.

Sabda tertegun ke arahnya. Kenapa Banyu berbicara perihal cinta antara Sabda dengan Nirmala? Bukankah jika dia memang mencintai Nirmala, tidak seharusnya dia pergi menghindari pernikahan?

"Apa sebenarnya lo juga diam-diam mencintai Nirmala?" tuding Banyu membuat netra Sabda terbelalak.

"Seharusnya Mas gak bicara perihal cinta. Gue dan Mbak Nirma emang belum saling mencintai."

Kali ini mata Banyu yang justru terbelalak sempurna. "Belum?" ulangnya dengan nada lirih tak percaya. Apa itu artinya Sabda sedang berusaha mencintai Nirmala?

"Ya .... Kita gak tau gimana perasaan seseorang ke depannya," sahut Sabda santai. Namun, berhasil membuat Banyu tersulut amarah.

"Gue gak mau kalau lo sampai mencintai Nirmala," desah Banyu membuat kening sang adik membentuk lipatan-lipatan halus.

"Maksud Mas?"

"Ceraikan dia!"

Kalimat yang terlontar dari bibir Banyu membuat Sabda terbelalak tidak percaya. Bagaimana kakaknya itu bisa berlaku sesuka hati begini? Dia seperti bukan Banyu yang selama ini Sabda kenal. Pria itu menjadi sangat egois. Setelah meninggalkan pernikahan dan membuat Sabda menjadi pria pengganti, kini dia ingin Sabda meninggalkan Nirmala.

"Kenapa harus?"

"Sebab gue masih mencintai Nirma!" sahut Banyu tegas.

"Jadi kenapa Mas Banyu malah pergi waktu itu? Kenapa Mas ninggalin Mbak Nirma kalau emang bener cinta sama dia?"

Pertanyaan Sabda jelas saja mampu menusuk ulu hatinya. Banyu mengakui jika dia memang salah dan bertingkah seperti seorang pecundang. Namun, sekarang dia juga tidak rela jika Nirmala harus bersama laki-laki lain--apalagi adiknya sendiri.

"Gue akan berikan apa aja yang lo mau. Mobil? Lo boleh ambil!" ujar Banyu mengalihkan pembicaraan.

"Kayaknya gue harus pergi sekarang, udah ada janji soalnya," ucap Sabda setelah melihat jam tangannya.

Pria itu langsung saja keluar meninggalkan sang kakak yang hanya terdiam. Tidak ada sepatah kata pun lagi yang keluar dari mulut Banyu.

Sabda tidak mengatakan jika dia akan menceraikan Nirmala. Apa itu artinya dia mau bertahan dengan pernikahannya?

"Gue gak akan membiarkan lo mempertahankan Nirmala," geram Banyu.

Jika sudah begini, apa artinya bendera perang saudara sudah terkibar?

***

Nirmala mengetuk pintu kamar Sabda sambil beberapa kali menyerukan namanya.

Lalis bilang sudah mau pukul delapan, tetapi pria itu belum keluar dari kamarnya juga sedari tadi.

Tidak lama dari itu pintu kamar terbuka.

"Kamu hari ini gak masuk kerja?" tanya Nirmala ketika menyadari kehadiran pria itu.

"Enggak. Aku udah izin sama kantor kalau hari ini gak masuk kerja," sahut Sabda dengan suara seraknya.

Nirmala menautkan kedua alisnya. "Kamu ... sakit?"

"Cuma gak enak badan."

Setelah pertemuan kemarin sore dengan Banyu, pikiran Sabda sedikit terganggu. Alhasil semalaman dia tidak bisa tidur nyenyak dan berakhir tak enak badan.

"Biar aku suruh Lalis buatin bubur, ya?" tawar Nirmala.

"Gak usah, Mbak. Tenggorokanku gak apa-apa, kok. Masih bisa makan nasi," tolak Sabda halus.

"Ya udah aku buatin madu jahe aja, biar nanti badanmu enakan."

"Iya."

Nirmala pun berlalu meninggalkan Sabda yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya. Dia merasa bingung akan perasaannya sendiri. Apa sebenarnya dia sudah mencintai Nirmala tanpa sadar? Mendengar permintaan Banyu kemarin jelas saja membuatnya tak tenang hati. Atau hanya karena Nirmala sudah menjadi miliknya, sehingga dia tidak mau jika miliknya diusik orang lain?

Entah cinta atau pun tidak, Sabda merasa bahwa dia tidak mau melepaskan Nirmala untuk Banyu. Pria itu sudah membuatnya menikahi Nirmala, dan sekarang mau mengambilnya lagi sesuka hati.

Jika Banyu akan berusaha mendapatkan Nirmala kembali, maka dia juga akan melakukan hal yang sama. Dia juga ingin membuktikan apakah wanita itu masih mencintai mantan kekasihnya atau tidak.


***
Setelah beberapa lama gak up, akhirnya sekarang sempat juga.. jangan lupa vomen yaa<3

Sabda Untuk Nirmala (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang