BAB XXVIII Bayangan Malam

10 6 3
                                    

Tiga orang pria tampak berbincang serius di dalam ruangan kayu. Lampu semprong memberikan penerangan pada mereka.

"Sampai sejauh ini kita tak tahu keberadaan mereka. Kita juga tak tahu semua ini hanya kebetulan atau memang sudah direncanakan," ucap Nanda.

"Tapi dari apa yang ku lihat, sepertinya mereka melakukan ini secara tidak sengaja," timpal Loka.

Ettan mengerutkan alisnya, merasa tak setuju dengan pendapat Loka. Ia menatap lelaki itu untuk menjelaskan ucapannya.

"Bukankah mereka hendak menjual berlian merah itu? Lalu, mereka lompat ke sungai untuk menghindari kejaran kita. Ular raksasa itu tak mungkin diam saja melihat ada yang mengusik habitatnya. Dan ya kalian bisa tahu kelanjutannya," kata Loka menjelaskan.

Nanda mengangguk setuju dengan ucapan Loka. "Kurasa kau benar," ujar Ettan.

"Tapi, kita tak boleh lengah. Mungkin pada awalnya mereka tak sengaja menemukan berlian itu, tapi jika mereka mendengar kisah kesatria biru—" Ettan terdiam ia menggantungkan ucapannya seraya menatap rekannya. Ke dua pria itu pun lantas mengangguk setuju.

"Tapi, apa yuwaraja tidak mengirimkan pesan?" tanya Loka.

Ettan menggelengkan kepalanya, "Aku tidak mendapatkan kabar apa-apa. Mungkin, situasi saat ini masih dalam kendalinya. Kita hanya perlu fokus pada tujuan kita."

Lolongan serigala terdengar di segala penjuru, seolah memberi pertanda bahwa penguasa malam telah tiba. Loka lantas berjalan mendekati jendela kamar. Mata elangnya mengintip di balik celah-celah jendela.

"Kurasa mereka telah tiba," ucap Loka.

"Bangunkan yang lain, aku akan membereskan ini," perintah Ettan.

Ke dua pria itu lantas pergi melaksanakan tugasnya. Sementara itu Ettan menggulung peta yang terbuka lebar di lantai. Tak lupa ia juga mengenakan jubah bertudungnya.

"Kalian siap?" tanya Ettan saat melihat rekan-rekannya. Mereka pun hanya mengangguk yakin mendengar pertanyaan Ettan.

Mereka lantas keluar meninggalkan rumah pohon itu.

"Dengar, setibanya di bawah Sagara akan masuk ke dalam terlebih dahulu. Sisanya turun setelah Sagara memberi tanda," jelas Ettan dan mendapatkan anggukan dari rekannya.

Tanpa bicara lagi mereka pun menuruni tangga di pepohonan itu. Mereka harus berhenti di setiap rumah pohon untuk memastikan apa ada orang yang masih tersadar atau menyadari pergerakan mereka. Mereka juga melangkah perlahan agar tak menimbulkan suara.

Setelah tiba di rumah pohon utama, Sagara merapatkan tubuhnya pada dinding kayu itu. Ia mengintip keadaan rumah utama. Mengetahui ada seorang pria yang berjaga, ia pun memberi tanda agar rekan-rekannya tetap berada pada posisinya. Tidak sulit bagi Sagara untuk melumpuhkan pria dihadapannya itu.

"Oh tuan? Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu ramah.

Tanpa bicara Sagara melangkah mendekati pria itu. "Ada apa tuan?" tanya pria itu bingung.

Sagara pun langsung melompati meja yang menghalanginya dan pria itu. Dengan satu pukulan ia telah berhasil membuat pria itu tersungkur di lantai. Lelaki itu lantas mengawasi sekelilingnya sebelum kembali pada rekan-rekannya.

"Kau membunuhnya?" tanya Kavita. Tanpa suara, Sagara hanya menggelengkan kepalanya.

"Bagus", ujar Kavita seraya menepuk pundak Sagara sebelum pergi meninggalkannya.

Zeev menatap lurus Sagara. Ia tampak memperhatikan gerak-gerik lelaki itu dengan teliti. "Kavita," panggil Zeev saat wanita itu berada tak jauh darinya.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang