Empat tahun yang lalu

310 32 25
                                    

Pertama kali berinteraksi dengan Julian, Xavier merasa lelaki ini mirip sekali dengan kucing liar yang diabaikan. Setelah menyelamatkannya yang hampir melompat dari atap rumah sakit, ia sering mengawasi Julian yang sering berjalan-jalan di koridor rumah sakit. Meskipun keadaannya tidak bisa dibilang telah membaik, tetapi dari pancaran mukanya setiap kali melihat Xavier. Pasti ekspresinya berganti penuh permusuhan.

"Hai."

Julian mengabaikan Xavier yang menyapanya ketika ia berjalan kembali ke kamarnya.

"Wah! Pasti aku punya kekuatan menghilang karena kau tidak bisa melihatku." tukas Xavier yang terkesan mendapatkan respons dingin dari Julian.

Sementara itu, Julian merasa kesal karena diperhatikan oleh dokter aneh. Setiap kali ia keluar dari kamarnya, pasti ia menemukan Xavier dengan snellinya sedang berada di meja resepsionis. Xavier akan melihatnya dan tangan pria itu terangkat melambai kearahnya. Menyapanya dengan senyuman lebar.

Tapi, Julian selalu mengabaikannya. Pasti Xavier mengawasinya agar dia tidak melompat lagi dari atap rumah sakit. Remaja itu hanya mendecak jengkel karena ia tidak bisa melakukan apapun selain beristirahat dan bertemu dengan rekan kerja ayahnya. Yakni, membicarakan harta warisan yang tersisa untuknya dipergunakan saat memasuki usia kepala dua.

Menjadi pasien ternyata semenyulitkan ini, batin Julian resah karena ia tidak bisa leluasa bergerak.

Sampai kapan ia berada disini? Julian tidak betah berlama-lama di rumah sakit. Karena tempat ini mengingatkannya bahwa orangtuanya menghembuskan nafas terakhir disini.

"Yo!"

Julian melengos karena dokter aneh ini menyapanya lagi. Tapi, ia tidak ingin pindah dari zona nyamannya duduk dibawah rinai pohon sambil menikmati udara sejuk. Ada kolam ikan didepannya dimana hewan berair itu sedang berenang bersama.

"Apa kau tidak memiliki aktivitas lain selain mengawasiku?" tanya Julian sinis.

"Ada. Aku menjaga ibuku disini." jawab Xavier seraya mengambil tempat duduk disampingnya. Julian hanya mengerinyit tidak suka kemudian mendiamkannya.

"Kenapa? Kau mau bunuh diri lagi?" tanya Xavier dengan senyuman jenakanya. "Kali ini dimana? Di kolam ikan?"

Kekonyolan apa yang sedang Xavier katakan?

Membayangkan dirinya bunuh diri di kolam ikan entah mengapa membuat sudut bibirnya berkedut. Tetapi ditahannya niat tertawanya dengan wajah merengut. Pasti Xavier sengaja meledeknya yang memang sudah malas melanjutkan hidup.

Keduanya terlibat dalam keheningan panjang. Entah karena keduanya tak memiliki topik pembicaraan yang menyenangkan atau karena Xavier sedang sibuk memberi makan kucing liar yang kebetulan sedang mendusel di kakinya.

"Awalnya kucing ini sangat galak padaku."

Julian melirik pria bersurai biru nan ikal itu sedang mengelus dagu kucing oranye tersebut. Tentu saja kucing itu galak, ras oranye tidak pernah tidak galak.

"Tapi aku mengkhawatirkannya karena dia sangat tidak terawat dan mungkin dia menjadi liar karena tidak ada yang memedulikannya."

Entah mengapa Julian merasa tersentil dengan cara bicara Xavier. Dia memilih memegang ujung jaket miliknya yang disampirkan dibahunya sambil menatap kearah lain.

"Kenapa kau menyelamatkanku?"

Xavier mendongak, ia melihat lelaki disampingnya bertanya. Kemudian, ia memiringkan kepalanya sambil bersidekap.

"Hmm..." Pria itu berpura-pura berpikir keras mencari jawabannya. Dia melakukannya sambil mengamati gerak-gerik pemuda ini.

"Aku tidak mungkin mengabaikan anak manis sepertimu mati."

Bittersweet Relationship Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang