1. Masalah

109K 3.4K 39
                                    

Evelyn Rosalina. Seorang wanita muda berusia 20 tahun yang bekerja sebagai pelayan cafe. Dia tak memiliki orang tua, dan besar di sebuah panti asuhan. Evelyn hanya seorang lulusan SMA saja. Dia tidak kuliah, karena tidak memiliki biaya. Apesnya, dia juga tak memiliki otak cerdas hingga dia tak mendapatkan beasiswa apapun.

Sejak dua tahun yang lalu, Evelyn sudah bekerja di beberapa tempat. Toko sepatu, toko pakaian, kasir minimarket, hingga pekerjaannya sekarang sebagai pelayan cafe. Evelyn bersyukur karena masih bisa mendapatkan pekerjaan hanya dengan modal ijazah SMA saja.

Hari ini, Evelyn terlihat lebih murung dari hari-hari kemarin. Teman-temannya tahu betul alasan kenapa Evelyn terlihat sangat murung dan pendiam hari ini.

"Masih gak ada kabar darinya, Eve?" Salah satu teman Evelyn mendekat dan bertanya pada Evelyn yang baru saja meneguk segelas air.

"Dia benar-benar kabur. Aku sudah bingung bagaimana melunasi semua hutangnya," jawab Evelyn mengeluh.

Ya, kesalahan terbesar Evelyn adalah membantu teman satu kamar kosnya. Temannya waktu itu bilang kalau dia sedang butuh uang untuk biaya berobat ibunya. Evelyn yang memang tak tegaan akhirnya menawarkan diri untuk membantu. Dan bantuan yang Evelyn berikan adalah membiarkan temannya meminjam uang secara online memakai identitasnya.

Evelyn merutuki hal itu, dan selalu memaki dirinya sendiri karena sudah bertindak bodoh. Sekarang, temannya tersebut sudah kabur entah ke mana dan tak bertanggung jawab atas hutangnya yang memakai nama Evelyn. Jelas, sekarang Evelyn lah yang dikejar-kejar pihak pinjaman online karena sudah menunggak lebih dari dua bulan.

"Aku bingung harus pinjam uang pada siapa untuk melunasi hutang itu," keluh Evelyn lagi. Ya, hutang tersebut jumlahnya setara dengan enam bulan gajinya. Karena menunggak, jelas bunganya pun terus bertambah setiap hari hingga jumlah hutangnya terus bertambah dan membengkak.

Teman Evelyn, yang bernama Bima tersebut hanya bisa merasa prihatin saja. Dia juga bukan berasal dari keluarga berada. Jadi jelas, dia tak bisa membantu apa-apa selain menyemangati.

Saat sedang merenung dan melamun, tiba-tiba teman Evelyn yang lain datang seraya menyerukan namanya dengan nyaring. Evelyn terkejut, hingga dia hampir menjatuhkan gelas di tangannya.

"Ada apa sih, Ta?" Evelyn bertanya dengan nada sebal. Temannya yang bernama Rita itu hanya cengengesan saja melihat wajah sebal Evelyn.

"Tuh, ada teman langgananmu," jawab Rita seraya menunjuk ke arah depan. Mendengar itu, Evelyn langsung paham. Dia pun langsung berjalan meninggalkan dapur dan menghampiri teman langganannya yang dikatakan Rita barusan.

"Eve! Di sini!" Seorang wanita seusia dirinya melambaikan tangan tinggi-tinggi untuk memberi kode. Evelyn tersenyum dan menghampiri wanita tersebut.

"Hai, Ra. Lama tidak bertemu," ucap Evelyn. Mereka berpelukan sesaat kemudian duduk berhadapan.

"Iya nih. Aku kangen tempat ini," ucap wanita bernama Zara tersebut. Evelyn tersenyum mendengarnya. Zara adalah temannya sejak masa SMA. Mereka sebenarnya tidak terlalu dekat saat sekolah. Namun Evelyn pernah menolong Zara sekali saat wanita itu butuh bantuan. Akhirnya, mereka pun jadi teman dekat.

"Oh iya. Barusan temanmu bilang katanya kamu sedang ada masalah. Masalah apa memangnya?" Zara bertanya dengan tatapan penasaran. Walau sudah berteman lama, Evelyn memang tak pernah bercerita tentang masalahnya ini. Zara adalah anak orang kaya, dan Evelyn malu untuk bercerita. Takutnya nanti Zara menganggap dia berusaha mencari simpati.

"Hanya masalah kecil, Ra." Evelyn menjawab dengan senyuman. Mata Zara memicing mendengar itu. Sorot mata Evelyn jelas tak bisa berbohong kalau dia memang sedang dihadapkan pada masalah yang cukup rumit.

"Ayolah. Kamu tak percaya untuk berbagi cerita padaku?" tanya Zara merajuk. Evelyn tertawa pelan melihat raut wajah Zara yang lucu.

"Bukan begitu, Ra. Hanya saja-"

"Cepat cerita. Mungkin saja aku bisa bantu," ucap Zara mendesak. Evelyn diam beberapa saat, berpikir apakah harus dia bercerita tentang masalahnya sekarang pada Zara atau tidak.

Namun setelah berpikir lama, akhirnya Evelyn memutuskan untuk bercerita saja. Ya, semoga saja Zara bisa membantunya dengan cara meminjaminya uang.

"Jadi begini." Evelyn pun akhirnya bercerita pada Zara secara lengkap dan detail. Mata Zara berkali-kali melotot, terlihat kaget mendengar cerita dari temannya tersebut. Kadang dia mendesis, terlihat kesal juga.

"Dia pergi membawa barang-barangnya saat kamu kerja? Wah, berarti sejak awal dia emang sudah niat memanfaatkan kamu, Eve." Zara berkata dengan nada kesal. Evelyn menghela nafas pelan mendengar itu lalu mengangguk pelan. Bodoh sekali dia.

"Memangnya total hutangnya berapa? Mungkin aku bisa bantu bayar," ucap Zara. Evelyn langsung kaget mendengar itu. Dia pun menggeleng langsung.

"Aku gak mau merepotkanmu, Zara." Evelyn menolak.

"Jangan sungkan, Evelyn. Kamu pernah membantuku dan sekarang giliran aku membantumu." Zara berkata. Evelyn tetap menggeleng.

"Justru kamu sudah banyak membantuku. Aku jadi tak enak sama kamu juga orang tuamu," balas Evelyn. Zara menghela nafas pelan mendengar itu. Dia diam beberapa saat, berusaha berpikir dan mencari cara membantu temannya tersebut tanpa harus membuatnya merasa malu atau tersinggung ataupun segan.

"Ah ya. Emh, ada satu pekerjaan untukmu, hanya untuk semalam saja. Dan bayarannya lumayan besar," ucap Zara tiba-tiba. Evelyn langsung menatap Zara dengan tatapan curiga dan kaget.

"Kamu gak berpikiran untuk menjualku kan?" tanya Evelyn. Zara mendesis pelan mendengar itu.

"Enggaklah." Zara menjawab diakhiri dengan dengusan pelan.

"Aku baru ingat kalau kemarin Om Alan memintaku mencari seorang kenalan yang bisa menemaninya makan malam di acara reuni SMA-nya. Mungkin kamu mau?" ujar Zara. Kening Evelyn mengernyit mendengar itu.

"Om? Om kamu kah?" tanya Evelyn bingung. Zara pun mengangguk dengan semangat.

"Iya, adik bungsu ibuku. Om Alan baru kembali dari Amerika setelah tinggal beberapa tahun di sana. Kebetulan besok malam Om Alan akan menghadiri acara reuni dan dia tak ada orang yang bisa diajak gitu," jawab Zara.

"Hanya makan malam saja kan?" tanya Evelyn sedikit was-was.

"Iya. Om Alan bercerai dengan istrinya dua tahun yang lalu. Dan mantan istrinya juga akan hadir di acara reuni itu. Jadi Om Alan butuh gandengan agar tak disangka gagal move on," jelas Zara. Evelyn terdiam mendengar itu.

"Tunggu. Memangnya aku cocok? Maksudku, aku hanya seorang pelayan cafe yang-"

"Gak usah mikirin itu. Bagaimana? Mau apa enggak?" tanya Zara tak sabar. Evelyn diam beberapa saat, berpikir dulu.

"Hanya makan malam saja kan? Emh, mungkin aku bisa," jawab Evelyn agak ragu. Zara langsung tersenyum lebar mendengar itu.

"Bagus. Aku akan menghubunginya dulu," ucap Zara. Dengan semangat dia mengambil ponsel mahalnya dan menghubungi seseorang.

"Halo, Tante. Tolong katakan pada Om Alan kalau aku sudah menemukan seseorang yang cocok untuk acaranya besok malam. Nanti akan aku kirimkan biografinya." Zara berkata pada seseorang di seberang telepon. Evelyn tak tahu siapa yang dihubungi oleh Zara, karena dia memang tak mengenal keluarga Zara. Dia hanya mengenal Zara saja.

"Tenang saja. Om Alan gak mungkin macam-macam padamu. Hanya menemaninya makan malam saja sampai acara reuninya selesai," ujar Zara. Evelyn tersenyum mendengar itu, dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Walau Zara berkata seperti itu, entah kenapa Evelyn tetap agak khawatir.

Tapi, Evelyn percaya Zara tak mungkin berbohong. Baginya yang penting sekarang adalah uang agar dia bisa segera melunasi semua pinjaman online atas namanya.

_______________________________________

Hai semuanya. Selamat datang di ceritaku yang baru🥰🥰🥰

Bagaimana kesan pertama kalian untuk cerita ini?

Jangan lupa tinggalkan jejak ya🥰🥰

(Not) One NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang