SATU

7 2 2
                                    

Satu

Seorang gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu duduk sendirian di bawah pohon yang cukup rindang, memikirkan jalan apa yang harus dia ambil untuk melanjutkan pendidikannya. Dilema yang memang biasanya dirasakan oleh para murid di jenjang akhir sekolah menengah atas.

Namanya Rawnie, dia termasuk salah satu murid pintar di sekolahnya, walau pintar tetapi dia tetap tidak bisa memikirkan jalan yang akan dia tempuh nantinya. Dilema itu tetap ada.

Pintar saja tidak cukup, apalagi saingannya yang sekarang hanyalah teman-temannya. Raw sadar bahwa di dunia ini banyak orang-orang pintar, untuk melanjutkan pendidikannya maka Raw akan bersaing dengan orang-orang baru. Tidak menutup kemungkinan bahwa saingannya nanti memiliki kualitas yang lebih dari segala yang dimiliki Raw.

Perasaan gadis itu semakin tidak karuan, semakin dipikirkan maka perasaannya semakin tidak menentu. Menjadi satu-satunya harapan dari kedua orang tua membuat Raw merasa bebannya semakin bertambah. Ada dua hati yang harus dia jaga dan banggakan sehingga Raw tidak boleh salah dalam mengambil langkah.

Walaupun semester awal dari tingkat akhirnya baru dimulai, tetapi Raw harus memikirkannya dari sekarang. Masa depannya harus cerah dan membuat orang tuanya bangga!

Tanpa Raw sadari, seberkas cahaya menghampirinya dengan kecepatan tinggi, hingga cahaya itu masuk ke dalam kepala Raw yang ditutupi hijab instan. Cahaya itu mengenai cerebrum lalu menuju lobus frontal, di situlah dia berhenti bergerak dan mulai menyebar.

Raw meringis dan memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing, seiring dengan menyebarnya cahaya itu Raw merasa kepalanya akan pecah. Namun di detik berikutnya, semuanya kembali seperti semula, rasa pusing itu langsung hilang tanpa bekas, dan di dalam sana, cahaya itu sudah menyebar dengan rata dan siap menunjukkan efeknya pada kehidupan gadis itu.

Suara bel menandakan jam istirahat telah berakhir akhirnya berbunyi, walaupun merasa bingung dengan kondisinya yang tiba-tiba pusing dan dalam sekejap langsung menghilang, Raw tetap berdiri dan berjalan menuju ke kelasnya. Jika tetap berada di sini maka dia akan terkena masalah nantinya.

Sesampainya di kelas, Raw langsung menuju tempat duduknya dan mengeluarkan buku fisika karena jam pelajaran fisika sudah dimulai. Raw tidak memperdulikan sekitarnya walaupun teman-temannya membuat keributan, ada yang merapikan baju seragamnya dan juga membersihkan kelas secara instan, maklum saja karena guru yang akan datang termasuk guru killer yang sangat memperhatikan kebersihan dan juga kerapian, jika guru tersebut melihat sampah berserakan dan pakaian yang tidak rapi, maka siap-siap saja orang itu akan merasakan pedihnya plintiran dari sang guru.

"Guys, tadi kelas sebelah ulangan fisika."

Pengumuman yang diberikan teman sekelasnya membuat Raw kesal dan juga panik, Raw memang pintar tetapi juga harus membaca buku jika ada ulangan, setidaknya untuk mengingat rumus.

"Tapi kita nggak ada dikasih informasi." Seorang murid perempuan protes, dalam diam Raw mengiyakan, setidaknya seorang teman sekelasnya itu sudah mewakilkan isi hatinya.

"Kelas sebelah juga nggak dikasih informasi, ulangan mendadak."

Mendengar jawaban itu membuat seisi kelas menjadi panik, di waktu yang sudah mepet seperti ini, bagaimana bisa membuat contekan? Itu yang mereka pikirkan. Tidak terkecuali Raw, dia juga panik, bukan karena tidak bisa membuat contekan, tetapi karena tidak sempat belajar. Yasudahlah, pasrah.

Seorang guru pria yang sekitaran usia lima puluh tahun memasuki kelas dan melihat ke seluruh penjuru ruangan, tiga puluh siswa yang menghuni kelas tersebut merasakan bahwa jantungnya berdetak lebih cepat daripada biasanya, anggaplah mereka lebay, tetapi mereka memang takut.

Guru tersebut menunjuk ke arah kaki meja membuat semua orang menoleh ke arah yang ditunjuk itu. Beberapa orang meringis karena yang ditunjuk itu adalah bungkus permen yang luput dari perhatian mereka.

Vira memungut sampah tersebut lalu meremasnya karena gugup, takut jika dia akan mendapatkan hadiah dari guru tersebut.

Namun sepertinya guru tersebut sedang baik hati sehingga ia menuju ke mejanya dan meletakkan barang-barang yang daritadi berada di tangannya membuat Raw sedikit kecewa, padahal dia ingin melihat pertunjukan agar jam pelajaran berkurang dan ulangan dibatalkan karena tidak cukup waktu. Andai saja jika seperti itu.

"Keluarkan kertas selembar, hari ini kita ulangan."

Raw menghembuskan nafas pelan, dia takut tidak bisa menjawab soal-soal tersebut.

"Nomor satu. Seorang penjual kue membuat kue menggunakan oven yang berdaya 2.400 watt. Oven tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan 250 volt, oven tersebut digunakan untuk membuat kue selama lima jam perhari. Hitunglah hambatan oven dan berapa biaya pemakaian listrik untuk oven dalam sebulan (30 hari) jika biaya energi listrik Rp.730,00/kwh."

Raw memejamkan matanya, rasa paniknya membuat cewek itu melupakan rumus-rumus yang telah ia pelajari.

Tetapi ketika membuka matanya, Raw mengernyit, kenapa soal ini terasa begitu mudah? Tanpa menghitung pun Raw sudah bisa menjawabnya.

P=VI=I²R
2.400=250×I
I=9,6 A
2.400=92,16 × R
R=26,04 ohm

P total=P×t
=2.400 × 8 × 30=
=576.000 Wh
=576 kWh
Harga= 576 × 730=Rp. 420.480

Itulah yang Raw tulis, rasanya soal itu begitu mudah.

"Nomor dua."

Raw tersentak mendengar suara gurunya itu, ketika soal nomor dua dibacakan lagi-lagi hal tersebut terjadi, Raw bisa menjawab soal ulangan itu dengan mudah, seolah-olah dia sudah sangat ahli dalam hal itu.

Raw mendengar seseorang memanggilnya, itu adalah salah satu teman sekelasnya. Tetapi karena Raw adalah orang yang pura-pura tuli ketika ulangan maka dia sama sekali tidak menoleh. Enak saja! Dia yang berusaha malah orang lain yang menikmati, Raw tidak peduli jika dikatakan sombong dan pelit, seharusnya mereka juga berusaha, jangan mau menerima hasil bersih saja.

Temannya itu berdesis kesal, tetapi Raw tetap tidak peduli. Bagi seorang Raw, tidak ada yang namanya kesetiakawanan, karena Raw sering sakit hati jika menjalin persahabatan, teman-temannya pasti akan melakukan sesuatu yang membuatnya sedih, jadi daripada sedih karena hal itu, lebih baik hubungan ia dan teman-temannya hanyalah sebagai teman sekelas. Tidak lebih.

Begitulah ketika soal-soal dibacakan hingga lima belas soal, Raw menjawabnya dengan lancar walaupun dia bingung dengan dirinya sendiri.

"Yang paling belakang opor kertas ulangannya ke teman di depan."

Raw yang duduk di urutan ketiga dari depan langsung menoleh ke belakang untuk mengambil kertas jawaban temannya.

"Pelit!"

Raw langsung menoleh ke depan dan memberikan kertas jawaban itu kepada orang yang duduk di depannya.

"Pelit!"

Raw mendengus kesal, memangnya apa kesalahannya di sini?

Lagipula mereka punya hak apa sehingga berhak mengatainya pelit?

Dasar aneh! Teman-teman sekelasnya memang aneh. Hanya bisa membuat Raw kesal saja.

💡💡💡


Sabtu, 23 Juli 2022

GemstonesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang