PAST

44 4 0
                                    

Kaki jenjang miliknya itu berjalan terburu-buru menuju lantai atas. Entah apa yang sedang terfikirkan di otak seorang Daniel yang kini membuatnya kalang kabut. Galen sungguh merutuki perbuatan yang telah dibuat oleh kakak kelasnya itu. Di sela-sela pergantian langkah, Galen segera mengecek ponselnya yang sama sekali tidak ada notifikasi pesan di sana. Detik selanjutnya ia kembali menaruh benda pipih itu dalam sakunya, menatap lurus ke depan mendapati seorang cowok yang tersender di kasur miliknya, lengkap dengan dua orang bagian samping kanan-kiri.

Sontak Galen langsung masuk ke ruangan yang kini beraroma khas rokok dan minuman alkohol. Entah apa yang telah diperbuat Daniel seharian di dalam kamarnya itu? Galen hanya bisa menggeleng-gelengkan lemas setelah melihat kondisi Daniel yang memprihatinkan.

"Pa, Ma, Galen pulang." Meski dirinya dalam keadaan tergopoh-gopoh, tak lupa baginya untuk tetap mencium punggung tangan milik kedua orang tuanya.

Ya, meskipun hanya sebagai orang tua angkat. Alby dan Zelyn selalu memfasilitasi dirinya bagaikan anak kandung, mulai dari kasih sayang sampai kebutuhan yang kecil sangat di perhatikan. Seperti saat ini, Zelyn langsung merangkul Galen. Entah mengapa saat Daniel yang terkapar lemah, tetapi Galen yang mendapat perhatian lebih.

"Mama gak perlu khawatirin Galen."

"Iya," jawab Zelyn sambil mengelus puncak kepala Galen.

Terkadang perlu bagi Galen untuk sedikit egois dengan keadaan, baginya mengurusi cowok yang kini setengah sadar itu sangatlah tidak penting. Juga hubungannya dengan Daniel sangatlah jauh, hanya sebatas kakak kelas yang tak tahu-menahu asal usulnya. Galen menghela napas panjang, kedua tangannya menepuk-nepuk pipi cowok dengan sekujur tubuh yang penuh cairan alkohol. Lantas dirinya langsung memaksa buka kaos yang terpakai di tubuh Daniel.

"Galen tidak keberatan untuk merawat Daniel sendiri. Papa dan Mama tidak perlu repot-repot untuk membantu Galen," ucapnya dengan usahanya untuk menyadarkan seorang cowok dengan mata yang sedikit terbuka itu.

"Kamu yakin?" tanya Alby dengan menepuk bahu Galen. Berbeda dengan Zelyn yang seolah-olah menolak itu semua, ia ingin menemani anak angkatnya itu sampai Daniel benar-benar tersadar. Namun, rayuan dan bujukan Alby tak perlu di ragukan lagi.

Sepasang suami-istri itu, beranjak berdiri. Berpamitan kepada Galen sebelum keduanya benar-benar menutup akses masuk kamar itu.

Fokus Galen kini menjadi terpecah, setelah melihat layar ponsel Daniel yang tiba-tiba terbuka. Penglihatannya mulai tak menerima wallpaper home screen yang terpasang di sana–seorang cewek berkuncir kuda yang tengah asyik membaca buku, dengan earphone putih yang terpasang di kedua telinganya.

Sangat benar, bahkan sudah pasti jika  foto itu adalah Elenea–pacarnya. Lantas Galen di buat geram, kedua tangannya mulai mengepal. Entah bagaimana suhu tubuhnya naik seketika, panas itu merasuk hingga menembus jantungnya.

"Sabar ... Sabar ...," batin Galen. Tangan kanannya itu mengelus lembut dadanya hingga berulang kali. Meskipun begitu ia harus mengingat jika statusnya dengan Elenea adalah sepasang kekasih. Maka tidak ada yang harus dikhawatirkan lagi.

Detik kemudian Galen segera memapah tubuh yang setara dengannya itu hingga masuk ke dalam kamar mandi. Untuk kedua kalinya ia merawat sosok yang sangat menjengkelkan itu, jika saja waktu itu ia tidak berurusan dengan Daniel maka semua tidak akan rumit seperti ini. Satu cidukan air mengguyur kepala Daniel, cowok yang kini tersandar di tembok berbalut ubin itu segera terlonjak kaget.

Terlihat oleh Galen, Daniel mengerjapkan dua matanya yang kini mulai terbuka. Seketika ingatannya kembali menimbang apa yang dikatakan sang papa di seberang telepon tadi.

Kamu harus pulang. Daniel membutuhkan kamu, dia pulang sempoyongan dengan keadaan mabuk.

Galen lantas mengusap wajahnya gusar. Hingga dia semakin keras dan cepat mengguyur kakak kelasnya itu sampai sang empu terlihat kehabisan nafas.

GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang