Part 10

1.2K 63 0
                                    

Di garasi rumah Mama Ina.

Hanum menoleh ke arah Andre.

Andre paham Hanum masih belum bisa menghilangkan rasa gugupnya, ia tak henti-hentinya merapikan baju, pashmina, atau memperhatikan sepatu yang ia kenakan, mungkin memastikan ia tidak tampak aneh.

Andre mengambil tangan kiri Hanum dan menarik Hanum agar mengikuti langkahnya. Sebelum mereka sampai didepan pintu ternyata Bi Yuni, art Mama Ina sudah terlebih dahulu membuka pintu karena mendengar ada mobil yang masuk ke garasi.

"Apa kabar bi?" Sapa Andre membuat Hanum menduga-duga siapa yang ada di depannya ini.

"Mas Andre, kemana aja sih baru dateng lagi..." Bi Yuni melihat ke arah Hanum "Mas, ini ya? Calon istri mas Andre?"

"Iya bi."

"Aduh alhamdulillah...ayu tenan e mas.." wanita berusia 60 tahunan itu memegang tangan Hanum dan mengelus-elusnya. "Semoga lancar ya mas, mba dan saling menjaga satu sama lain."

Setelah itu Bi Yuni menuntun untuk masuk ke ruang tamu lalu dan kembali ke dapur dengan membawa pie susu buatan Hanum yang dipegang Andre. Hanum duduk di samping kanan Andre sambil kepalanya tidak berhenti menoleh ke arah random.

"Andre..." terdengar sebuah suara dari dalam hingga ruang tamu yang membuat Hanum menduga-duga lagi, tapi sepertinya ini Mama Ina.

"Ya ma..." sahut Andre.

Mama Ina yang muncul di ruang tamu seketika membuat Andre dan Hanum berdiri dan menghampirinya, ia tersenyum melihat Andre dan Hanum.

"Andre ini...Hanum?" Mama Ina mendekati Hanum membuat Hanum otomatis mengambil tangan Mama Ina dan menciumnya, ia lalu menyentuh wajah Hanum sambil tersenyum, mengelus wajah Hanum dan mulai menangis.

"Maa udah dong ah nggak nangis." Tangan Andre mengelus punggung Mama Ina, sedangkan Hanum kebingungan karena tangisan Mama Ina.

"Ah Andre mah, mama seneng tau." Mama Ina menarik Hanum ke pelukannya, tinggi mereka yang sejajar membuat Mama Ina dengan mudah melakukannya, dan kembali menangis.

"Mama apa aja ditangisin." Kata Andre membuat Hanum tersenyum. "Tadinya malah Hanum yang mau nangis ma."

"Mas..." Hanum spontan menepuk lengan Andre, dibalas senyum simpul Andre.

"Nangis kenapa? Kamu diapain sama Andre?" Mama Ina menengok ke arah Andre dan Hanum bergantian.

"Nggak kok ee.. bu ee ma, nggak apa-apa."

Mama Ina kembali memandang Hanum, "Mama senaaang sekali saat Andre cerita tentang Hanum."

Hanum mengangkat alisnya lalu melihat bergantian ke arah Andre dan kembali ke Mama Ina.

"Duduk dulu dong ma." Sebelum meneruskan kata-katanya Mama Ina dan Hanum dituntun Andre untuk kembali duduk di sofa.

"Kamu panggil papa gih, dia dari tadi kok sibuk sama manuuuk wae." Kata Mama Ina sewot, membuat Andre dan Hanum tertawa kecil.

Andre melangkah meninggalkan Hanum dan Mama ina ke dalam rumah.

"Hanum, kamu benar menerima Andre kan?" Tanya Mama Ina.

"Iya bu, mmmm ma."

Mama Ina tersenyum sambil terus memegangi tangan Hanum.

"Ketika Andre cerita keinginannya menikah, mama sempat ragu, takut kalau...Andre salah pilih lagi."

Hanum mengangguk sambil tersenyum.

"Tapi setelah mendengar seluruhnya tentang kamu, entah kenapa mama malah yakin kamu tepat buat Andre."

Hanum melebarkan senyumannya.

"Pokonya, mama harap kalian menjadi keluarga yang saling menyayangi, saling menjaga, saling support...ya"

"Katanya kamu sudah punya anak ya? Namanya Azka? Kok nggak dibawa?"

"Iya ma maaf nggak mau ikut karena sudah janjian sama sepupu-sepupunya mau berenang."

"Nggak apa-apa, mandiri sekali ya berarti, bagus didikan kamu berarti Hanum."

Hanum mengangguk dan mengaminkan setiap doa dari Mama Ina, membuatnya merasa bersyukur berulang kali di dadanya, karena apa yang ia takutkan tidak terjadi.

Setelah berkenalan dan makan siang dengan Mama Ina, Papa Adi suaminya dan dua anak mereka Hanum dan Andre pamit pulang. Keduanya diantar Papa Adi dan Mama Ina sampai memasuki mobil.

Hanum memasang seatbelt sementara Andre melambaikan tangannya ke arah Papa Adi dan Mama Ina, kemudian gantian Hanum yang melambaikan tangannya dan tersenyum saat mobil Andre bergerak mundur keluar rumah.

"Mas sudah bilang kan Mama Ina pasti suka sama kamu."

Hanum tersenyum lebar diikuti Andre.

Keduanya terdiam beberapa saat.

"Mas..."

"Ya?"

"Boleh nggak aku minta sesuatu?"

"Apa?"

"Aku minta kita rahasiakan hubungan kita dulu di kantor ya." Senyum Andre perlahan menghilang sambil melihat fokus ke jalan.

"Kenapa begitu?" Tanya Andre.

"Mas, aku yakin di kantor nggak cuma senior-seniorku yang membicarakan mas, kalau mereka tahu dari sekarang aku calon istri mas, menurut kamu gimana aku nanti?"

"Ya mas nggak akan tinggal diam. Kalau perlu mas pecat-pecatin mereka."

"Mas...bukan itu maksud aku.."

"Hanum, mas sudah lelah dengan sikap mereka, justru mas ingin mereka tau mas sudah punya kamu supaya mereka nggak banyak tingkah."

"Mas yakin akan seperti itu?" Andre terdiam, "Mas...mas juga harus pikirkan posisi aku, dan aku nggak mau mas, kita malah nggak fokus dengan pekerjaan. Toh bukannya nggak akan mengumumkan, nanti kan kita pasti undang mereka, tapi cukup mereka tahu hubungan kita saat mereka sudah terima undangannya, aku nggak bisa menutup mata dengan kemungkinan kalau banyak yang nggak suka dengan hubungan kita."

Andre terdiam.

"Mas please..." Hanum menyentuh lengan Andre meminta jawaban.

"Hhh...oke." Andre mengangguk.

***

TOUCHED (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang