Episeode 1

3 0 0
                                    

"Dia siapa sih? Aku kok baru liat, ya?" kelompok anak dengan seragam putih abu-abu yang duduk di bawah pohon sedang memperbincangkan seorang siswa yang tengah duduk sendirian, membaca buku di bawah pohon yang tidak begitu jauh dari mereka.

"Namanya Ilham! Anak pindahan dari Bandung. Dia baru masuk ke sekolah kita dua hari yang lalu," gadis manis bersuara lembut diantara mereka berbicara untuk menjawab rasa penasaran teman-temannya. Namanya Nilam Fatimah. Teman-temannya memanggilnya Nilam. Ia anak sulung dari empat bersaudara. Putri satu-satunya Pak Udin dan Ibu Lina.

"Kok kamu tau?" Giliran anak laki-laki berkulit hitam yang duduk di depannya yang bersuara. Namanya Abdi Kusmawan. Ia memiliki badan yang besar dan tinggi. Kulitnya hitam. Wajahnya terlihat sangar. Teman-temannya memanggilnya Beben. Meskipun banyak orang yang takut dengan si Beben ini, tapi sebenarnya ia anak laki-laki yang baik.

"Dia di kelas mana, Nil?" siswi yang duduk di sampingnya yang juga berkerudung sama seperti Nilam. Dia antusias bertanya. Namanya Amelia Saraswati. Ia adalah sahabat perempuan satu-satunya yang dimiliki Nilam dari SMP sampai sekarang. Seperti gadis sunda pada umumnya, ia lembut. Hanya saja saat penyakit cerewetnya kambuh, kelembutannya itu menguap, menyatu dengan udara, hilang entah kemana. Apalagi saat bertengkar dengan Didi, ia akan banyak mengomel atau menganiaya sahabatnya itu dengan cubitan khasnya. Tapi, gadis yang akrab dipanggil Lia ini adalah anak yang baik hati dan rajin. Ia adalah putri tunggal. Anak satu-satunya Abah dan Uminya.

"Dia tinggal di depan rumahku sama omanya. Dia yang menempati rumah mewah di depan rumahku itu, dan kalau aku tidak salah dia di kelas 2 IPA 1."

"Pinter dong dia. Kita aja cuman di kelas 2 IPA 2." Didit yang bertubuh subur alias gendut berbicara sambil memakan bakso sisa makanan Lia. Diantara mereka berlima dialah yang paling hobby makan. Bahkan sisa makanan di mangkuk atau di piring teman-teannya akan bersih tak tersisa sedikit pun jika dia ada bersama mereka. Nama lengkapnya adalag Didi Toha, anak dari Pak Toha.

"Ciyeeeeeeeeee Nilam, ada tetangga baru nih ye," Beben si kulit hitam menggodanya.

"Cakep lagi!" Lia ikut menggoda.

Danang hanya terdiam memandang orang yang menjadi topik pembicaraan teman-temannya. Dia memang tidak banyak bicara seperti Didi ataupun Beben, tapi ekspresi dari wajahnya tidak seperti biasanya setelah melihat orang itu. Dia merasa mengenal dan dekat dengan orang yang sedang dibicarakan ini.

Danang adalah anak tunggal ibu Asih. Ayahnya meninggal saat usianya masih SD. Ibunya bekerja sebagai guru sekolah dasar satu-satunya di desa dimana ia dan sahabat-sahabatnya tinggal.

Mereka semua tertawa, kecuali Nilam. Ia hanya tersenyum lebar dengan candaan keempat sahabatnya yang sejak SMP selalu bersamanya. Mereka bersahabat sejak SMP dan akrab seperti saudara sampai sekarang.

***

Rumah sederhana berpagar kayu dengan halaman yang luas. Di depan rumah itu ada lapangan yang multi fungsi. Dijadikan lapangan bulu tangkis bisa, dijadikan lapangan volli pun bisa. Di samping rumah terlihat kebun kecil dengan berbagai macam tanaman. Pohon cabe, ubi kayu, talas, cemangi. Disekitarnya pun ada pohon mangga, pisang, jeruk nipis dan berbagai jenis bunga. Rumah yang nyaman. Rumah-rumah di kampung ini memang sederhana, tapi asri.

"Assalamualaikum," seorang nenek yang ubannya sudah terlihat jelas namun dia masih sangat kuat, sehat dan lincah. Ia sedang berdiri di depan pintu rumah itu dan mengetuknya.

"Waalaikumsalam....," yang di dalam rumah menjawab sambil membuka pintu.

"Maaf mengganggu istirahatnya. Apa Pak Udin ada di rumah?"

LANGIT AMAT INDAH 'Keluarga, Persahabatan dan Percintaan'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang