XXX

52 14 2
                                    

Adrian's POV

Gue pernah melambungkan doa setelah putus dengan Adya. Doanya begini, "Tuhan, semoga gue gak bakal ketemu Adya lagi. Gue mohon. Papasan juga jangan, gue gak mau."

Gak pernah sekalipun gue melewatkan doa itu selepas beribadah. Karena memang sebegitu gak maunya gue ketemu mantan gue satu itu.

Kenapa? Bisa dibilang gue malu. Gue malu karena gue belum punya pencapaian yang layak untuk dibanggakan oleh Adya. Pekerjaan gue saat itu masih sebagai fotografer lepas. Masih ambil project sana sini sembari mencari pengalaman.

Sedangkan Adya? Dia udah punya pekerjaan tetap, namanya pun terkenal di dunia fashion. Siapa, sih, yang gak kenal dengan Adya Dirandra Arunika? Model papan atas yang digandrungi para kaum hawa dan tentu saja kaum adam.

Gue sangat bangga dengan pencapaian Adya. Namun, rasa insecure gue terlalu tinggi sehingga gue memutuskan untuk pisah dengan Adya setelah berpacaran selama dua tahun lamanya. Pada saat itu juga gue dan Adya lagi sama-sama sibuk, kadang gak ada waktu untuk kencan. Miris, emang.

Tapi, kadang semesta semisterius itu, ya? Disaat gue rajin berdoa untuk gak bertemu dengan Adya, pada akhirnya takdir mempertemukan gue dengan mantan yang masih gue sayangi itu.

Project pemotretan produk yang gue ambil ternyata melibatkan Adya sebagai modelnya.

Sedangkan gue bertugas untuk motret dia. Tolong garis bawahi, gue motret mantan gue sendiri.

Maunya gue mundur dari project ini, tapi gue gak mau dianggap tidak profesional. Gue harus bisa misahin antara kepentingan pribadi dengan pekerjaan, 'kan?

Jantung gue berdebar gak karuan. Gue bahkan bergerak gelisah di kursi yang gue duduki. Sesekali gue membasahi bibir gue. Kadang juga gue mengetuk-ngetuk pulpen ditangan gue ke atas permukaan meja.

Hari ini, tim gue bakal ngadain meeting guna membahas mengenai konsep pemotretan dengan tim Adya, dan tim dari clothing brand yang merupakan klien utama dari agensi gue.

Ketar-ketir gue. Pengin menghilang aja rasanya. Gue gak mau ketemu Adya, tapi keadaan mengharuskan gue untuk bertemu dan bahkan berinteraksi dengan dia.

"Selamat pagi."

Tim dari mana, nih? Bukan tim Adya, 'kan? Bukan, 'kan? Jangan doㅡ,

"Pagi semuanya."

DEG.

Gue mematung. Napas gue tertahan selama beberapa detik saat gue mendengar lagi suara indah milik Adya.

Gue jadi rindu.

Pada akhirnya, gue harus bersikap secara profesional. Gue menarik napas sejenak, lalu membuat kontak mata dan menyapa satu per satu anggota tim Adya. Kemudian, gue memberanikan diri menatap mantan yang gue sayangi itu, dan mengulas senyum.

"Pagi," ucap gue.

Dan gue bisa menangkap jelas, bagaimana ekspresi Adya yang terkejut setelah menyadari kehadiran gue.

"Halo, Adya. Senang bertemu dengan kamu. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, ya?"

SELESAI

Note: ceritanya emang sampai di situ doang. Atau mau dilanjut? Hehe. Welcome to my first story, semoga kalian enjoy bacain tulisanku. Aku boleh minta vote-nya? Kalau boleh juga aku minta comment dari kalian. Biar aku semangat menulis lagi. Ah ya, kalau ada kesamaan antara ceritaku ini dengan cerita orang lain tolong kasih tau aku, ya? Thank you so matchaaa. ❤

vfoyez

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

XXXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang