Kedua matanya menelusuri setiap pojok tempat hampir tidak pernah ia kunjungi itu. Tampak aneh juga sedikit formal, banyak orang yang berseragam dinas lengkap dengan sabuk kebesarannya. Pak polisi itu berjalan lalu lalang di ambang pintu masuk, sepertinya ada kasus baru yang akan segera ditangani. Entah mengapa Galen berasa diintimidasi setelah menginjakkan kaki di tempat penuh jeruji besi itu, segera ia memperhatikan penampilan juga sosok yang ada di sampingnya. Mungkin karena memakai seragam sekolah serta ada Elenea di sampingnya--seakan-akan dia dijadikan sebagai tersangka.
Galen hanya diam, disaat Elenea menanyakan suatu hal yang mungkin tidak diketahuinya. Tampak Elenea berdiri di depan lelaki jika diukur hanya setara dengan bahunya, dengan perut buncit serta kumis yang tak terkondisikan. Galen lantas menahan tawanya akan hal itu, sesekali juga ia menggelengkan kepalanya tipis.
"Oh, mari ikuti saya ke ruangan SPKT," ucap lelaki itu dengan tegas juga berdiri tegap.
Diikuti oleh Elenea dan Galen, polisi itu berjalan gagah hingga suatu ruangan seperti yang dikatakan tadi.
"Siang, Pak." Lelaki itu memberikan hormat pada sang atasan.
"Siang, ada yang bisa dibantu?" jawab seorang lelaki yang memakai topi pet itu dengan jelas juga lantang.
"Silahkan, dek." Polisi yang sedari berdiri itu mempersilahkan Elenea dan Galen untuk masuk. Sementara dirinya keluar dengan menutup akses masuk itu.
Elenea tersenyum kikuk saat lelaki dengan wajah datar nan garang itu menjulurkan tangannya sebagai tanda instruksi agar dirinya duduk di kursi di hadapannya. Ia hanya nurut, mengikuti apa yang telah diucapkan oleh lelaki paruh baya itu.
"Sebelumnya saya mau tanya, ada apa kalian datang ke sini? Apa ada sesuatu yang bermasalah di sekolah kalian? Atau ada kasus pencabulan di sekolah?" ucap lelaki itu dengan menatap Galen curiga.
Lantas Galen langsung menggelengkan kepalanya saat merasa dirinya dijadikan tersangka. "Tidak, Pak. Bukan begitu," ucapnya dengan nada bergetar.
Elenea mengetahui betapa gelisahnya Galen jika dilihat dari raut wajahnya. Itu sangat lucu menurutnya. Satu tangannya kemudian menepuk-nepuk kursi yang ada di sampingnya, mengintruksi agar Galen duduk di sana.
"Jadi gini, Pak." Elenea memulai suatu percakapan. Ia menjelaskan secara detail juga runtut akan kejadian yang menimpanya belakangan ini. Mulai dari ia menemukan surat penangkapan kepolisian hingga persoalan police line yang tak kunjung di lepas dari area rumahnya.
Elenea berbicara seksama dengan fokus matanya yang menatap depan, juga ia meraih sebuah map di dalam tasnya, sebelum kini ia menyerahkan map kertas itu kepada pihak yang berwajib.
Surat lembaran di dalam map itu mulai dikeluarkan. Manik mata tajam itu menelusuri pandang hingga berhenti pada suatu tulisan di sana.
"Atas nama Fauzy Damian dengan kasus tuduhan penculikan anak." Lelaki itu menghentikan ucapannya sejenak, sembari meneruskan aksi bacanya hingga keterangan tempat juga tahun di sana.
"2012, tepat sepuluh tahun yang lalu," lanjutnya. Lantas dirinya langsung berdiri, berjalan menuju etalase panjang yang terpasang di belakangnya. Tangannya mulai menggeser bagian etalase kaca itu dengan perlahan. Meraih sebuah buku dengan hard cover yang kini berada di tangannya.
Elenea dan Galen saling pandang, tak mau berkomentar apa lagi melontarkan kalimat pertanyaan untuk seseorang yang kini tengah fokus membolak-balik lembaran kertas yang tidak tau halaman mana yang ingin dituju.
Hingga kini Elenea mengernyitkan dahi saat seorang lelaki itu tampak menempelkan ponsel pada area pengdengarannya. Tak tau apa yang sedang dibicarakan dengan seseorang yang di seberang telepon, volumenya sangat kecil untuk didengar ditambah lelaki itu menjaga jarak di antara dirinya juga Galen.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓
Fiksi RemajaTentang Galen Kalendra, cowok berusia enam belas tahun mantan anak jalanan yang nasibnya berubah 180° setelah menjadi anak angkat tunggal dari keluarga kaya raya. Kehidupan barunya mempertemukannya dengan cewek yatim-piatu bernama Elenea. Elenea Sya...