Melihat dua tandu yang diangkat cepat oleh empat petugas membuat Elenea segera berlari menghampiri. Entah untuk siapa? Karena dua sosok yang pernah berada disisinya itu terkapar lemah di atas tandu.
"Galen," lirihnya saat menatap sosok cowok itu yang telah memjamkan matanya rapat.
Jika bukan atas perintah Alby dan juga Haidar mungkin batas nyawa Galen dan Daniel akan berangsur turun sangat cepat, bagaimana tidak? keduanya mengalirkan darah segar di bagian pelipisnya. Tubuh yang tampak pucat karena terkena air hujan selama berjam-jam, juga belum sekalipun mendapatkan penanganan. Dengan cepat langkah kaki para petugas itu membawa dua cowok yang masih menyandang status siswa itu masuk dalam mobil ambulance. Memindahkan tubuh proporsional itu dari tandu hingga ke brankar. Detik selanjutnya sirene ambulans itu berbunyi nyaring, hingga menyisakan teriakan bagi para wanita, tentu itu termasuk Elenea juga Zelyn.
"GALEN!" teriak Elenea hingga sangat kentara urat-urat di lehernya.
Satu tepukan mendarat di punggungnya, mengira itu adalah perbuatan Daniel yang mungkin akan tiba-tiba ada di sampingnya. Namun, ia mengingat sesuatu. Bukankah Daniel juga sama terkapar lemas seperti Galen? Lantas dirinya langsung menyugar rambutnya ke belakang, mengacaknya dengan frustasi. Batinnya sungguh teraduk-aduk sampai-sampai air matanya tak lagi terbendung. Cairan bening itu berhasil mengalir di area pipinya.
"Ada apa?" Elenea berbicara dengan datar saat Bimo kini menatapnya lekat.
"Gue percaya kalau Galen dan Daniel akan baik-baik saja."
"Bagaimana lo bisa percaya demikian, sementara lo lihat sendiri darah itu terus mengalir di pelipisnya. Juga lo gak lihat di bagian perut Galen ada sayatan yang membuka cairan darah itu keluar banyak?" Suara Elenea meninggi, seakan-akan tidak akan pernah bisa menerima semua ini.
"Diam lo! Jangan seolah-olah lo yang paling tersakiti di sini. Gue, Yuda, Bimo, Om Alby, Tante Zelyn, Om Haidar, juga Tante Fely juga merasakan hal yang sama," bentak Farah yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
Sontak Elenea langsung membalikkan badannya, menatap manik mata Farah yang terlihat menghunus.
"Tanpa lo sadari, lo yang bikin keadaan ini. Kalau saja lo gak lahir, mungkin ibu lo gak akan terserang kanker di harimnya. Kalau ibu lo gak sakit, ayah lo gak bakal nekad untuk melakukan aksi penculikan itu. Kalau aksi penculikan itu tidak pernah terjadi mungkin Daniel gak perlu berpura-pura untuk suka sama lo!" jelas Farah dengan tegas, bisa dikatakan dengan intonasi yang mengintimidasi. Seolah-olah menyalahkan semua kejadian ini terjadi karena Elenea.
Entah bagaimana Farah bisa mengetahui itu secara rinci? Namun, yang dikatakannya itu tidak ada yang salah bahkan Elenea pun tidak bisa membantah. Rasa sesak di dada itu mindidih hingga merasuk ke ubun-ubun, kemudian menjalar kembali ke relungnya. Bagai belati ucapan Farah untuknya. Rasa sesal yang sesungguhnya ia rasakan bertubi-tubi. Namun, sepertinya Farah tidak peduli akan hal itu.
Tanpa rasa bersalah Farah hengkang dari hadapan Elenea, menyisakan Elenea yang diam termenung juga Bimo yang masih setia di sampingnya.
"Anak pembawa sial," lirihnya tetapi Bimo mendengar itu. Lantas cowok yang ada disampingnya itu segera mengelus punggungnya untuk menenangkan Elenea.
Elenea segera menghempas tangan Bimo yang masih menempel di punggungnya. "Jawab gue! Apakah lo benci gue?"
Bimo menggelengkan kepalanya.
"Apakah jika gue loncat ke jurang, menjadi mayat di sana masih ada yang peduli?" tanya Elenea sekali lagi, nada bicaranya mulai bergetar. Tak terasa cairan bening mengumpul di pelupuknya.
Bimo menganggukkan kepalanya dua kali dengan tegas.
"Hukuman apa yang tepat untuk gue yang membuat keadaan menjadi kacau begini?" lanjutnya lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓
Fiksi RemajaTentang Galen Kalendra, cowok berusia enam belas tahun mantan anak jalanan yang nasibnya berubah 180° setelah menjadi anak angkat tunggal dari keluarga kaya raya. Kehidupan barunya mempertemukannya dengan cewek yatim-piatu bernama Elenea. Elenea Sya...