Chapter 1; Ruffle Jeno

178 18 1
                                    

Holaaa~'

Biggest hug for y'all who waiting for 7Dream concerts🥺💖

Selamat membaca🤍

.

.

.

.

.

.

Jeno tersenyum membalas sapaan wajah-wajah cerah selama perjalanan menuju kantin. Pria itu mengenakan celana putih dengan sobekan di beberapa bagian, baju hitam polos dan luaran kemeja berwarna senada. Tasnya tersampir di satu bahu dengan lengan yang terangkat sebatas bahu karena sibuk mengusak rambut. Melihat begitu tingginya antusiasme para siswi, Jeno hampir tertawa untuk membayangkan berapa banyak orang yang akan percaya bahwa ia baru saja membolos. Mungkin tidak ada.

Sesampainya di kantin--masih tersenyum--Jeno kemudian menghampiri salah satu meja di sudut ruangan. Dari kejauhan, terlihat seorang pria yang menyeringai kecil ke arahnya. Jeno tanpa sadar balas meninggikan salah satu sudut bibir. Sosok pria tersebut adalah Jaemin.

“Lihat siapa yang baru datang.” Jaemin langsung bertingkah begitu Jeno duduk di seberangnya--menginjak sepatunya dengan jenaka.

“Lihat siapa yang menungguku datang,” balas Jeno singkat.

Jaemin tidak mengatakan apa pun, hanya tersenyum kecil lalu bertumpu pada lengannya yang terlipat di atas meja. Pria dengan surai hitam lebat yang menutupi ujung telinganya tersebut kemudian mengalihkan pandangan pada keramaian kantin, terutama pada murid-murid yang tengah mengantre makanan. Netra cokelatnya mencari seseorang.

“Dia belum tiba,” kata Jaemin. Jeno lalu mengikuti arah pandangan sang lawan bicara kemudian mengangguk kecil. Benar. Tidak ada sosok pria mungil berambut hitam dengan kemejanya yang khas berwarna biru muda.

“Bukankah seharusnya kau mengetahui keberadaan Renjun sekarang? Maksudku, kita bahkan masih berada di satu lingkungan sekolah.”

Jaemin mengangguk, matanya sesaat terpejam sebelum menatap Jeno dengan kilat baru pada iris cokelatnya. “Dia berada di perpustakaan, entah sedang apa.”

“Dia itu anak pintar, sedang kau anak bodoh,” timpal Jeno.

Beberapa gadis di belakang Jeno mendengarnya dan mereka terkikik tanpa suara sembari mencuri pandang pada Jaemin yang berengut. Pria itu kemudian menutup mulutnya rapat-rapat sebelum menyembunyikan wajahnya di antara lipatan lengan, entahlah, mungkin sisi kekanak-kanakkannya sedang mengambil alih. Jeno sendiri tidak ambil pusing. Jaemin memang salah satu temannya yang konyol, dan ia sudah biasa.

Selagi menunggu kehadiran Renjun bersama mereka, netra hitam pekat Jeno bergerak menelanjangi ruang terbuka dari jendela di samping kanan kantin. Pemandangan lapangan outdoor sekolah dengan latar bangunan kelas sebelas yang menyatu dengan ruang laboratorium tampak mendiami perhatian sang empu. Jeno memperhatikan anak-anak yang tengah sibuk berolahraga, ada yang merebut bola, ada pula yang mengobrol sembari bersandar di tiang gawang.

Ada roma semu yang menggelitik tengkuk Jeno tatkala ia menangkap sosok pria yang tengah melintas di lorong depan laboratorium dengan sedikit tergesa-gesa. Pria itu kemudian berbelok kanan, memasuki lorong yang mengarah pada kantin. Jeno terus memperhatikannya sampai sosok itu tiba. Ia hampir tidak berkedip menyaksikan bagaimana jari-jari itu mengambil dua nampan di tempat yang tersedia dan ikut mengantre.

ALPHA - Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang