Timbul Keraguan

433 62 7
                                    

"Sesak, aku tidak bisa bernapas" Nobara memegangi dadanya, pandangannya mulai mengabur, mungkin ini karena pil yang Mahito berikan, ia jadi kesulitan mengontrol dirinya.

Nobara jatuh terduduk, ia bersandar pada tembok basah di dekatnya. Aroma feromon menyeruak disekitar lorong.

"Ck, sialan." Ucapnya kesal.

Nobara tidak menyerah, ia berusaha turun kembali ke lantai bawah untuk menemui Miwa. Ia tidak ingin Miwa mati sebelum mendapatkan informasi apapun, Nobara tidak mau Maki membunuh Miwa. Ia melangkah menuruni tangga dengan tertatih-tatih.

"Miwa!" Ketika berhasil turun, Nobara mendapati gadis itu masih tergeletak di lantai dingin.

"Bertahanlah, aku akan membawamu" Pada saat akan mendekat, belum sempat menuruni seluruh anak tangga, kakinya tergelincir akibat dari genangan air di sana. Nobara jatuh terjerembab ke lantai. Kepalanya sangat nyeri, tubuhnya sulit untuk digerakkan.

Suara langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya, namun anehnya langkah kaki itu disertai teriakan dan tembakan dari arah lain. Ia meneguk ludahnya takut, tangannya bergetar hebat. Bau darah dan lembab jadi satu, Nobara tidak mengerti apa yang terjadi di ruangan sebelah.

"Kumohon, aku tidak mau mati di sini" Ucapnya merapal ketakutan.

Apa itu Mahito? Tidak, jangan, untuk saat ini Nobara tidak memiliki tenaga untuk melawan. Perutnya berdenyut hebat, ia memegangi perutnya sembari berusaha mendudukkan diri dan bersandar di tembok.

Beberapa detik kemudian Nobara tidak dapat berkutik, gumpalan darah mengalir dari selangkangannya, ia menatap takut bagian bawah tubuhnya.

"T-tidak ..." Gumamnya dengan nada bergetar. Air matanya lolos begitu saja, perasaan takut berkecamuk dalam benaknya.

Bak tersambar petir di siang bolong, ini adalah hal yang paling Nobara takutkan. Ia menggeleng berulang kali karena sangat khawatir dengan janin yang ada dalam kandungannya. Kram di perutnya semakin memecah ketenangan Nobara.

"Nobara!" Seru Maki yang muncul dari ruangan sebelah. Dengan tangan bermandikan darah ia mendekat, menghampiri Nobara yang terduduk sambil menangis.

"Nobara kau-" Tangannya ditepis kasar kala ingin memeriksa keadaan Nobara.

"Tidak, jangan sentuh aku ..." Ucapnya dengan nada gemetar.

"Nobara apa yang terjadi?" Bukannya menjawab Nobara hanya terus menggeleng sembari memegangi perutnya.

Maki tidak mengerti, namun ketika ia ikut menoleh raut terkejut juga tak dapat disembunyikan darinya. Inilah alasan Nobara terus memegangi perutnya.

"Miwa, tolong Miwa" Ujar Nobara dengan suara seraknya.

"Nobara?!" Maki panik, tanpa berujar ia langsung membopong Nobara keluar dari ruang bawah tanah ini.

Gawat, Maki tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada orang kesayangannya. Padahal ia baru saja kembali, tapi kenapa semua jadi kacau begini.

"Inumaki! Miwa ada di ruang bawah tanah, kuserahkan sisanya padamu!" Yang dipanggil menoleh, dengan langkah tergesa-gesa Maki keluar dari gedung itu. Nanami yang melihat putrinya menangis langsung mengikuti Maki dari belakang.

.
.
.

Beberapa jam telah berlalu, kini Maki dan Yuuta terselimuti perasaan berkecamuk. Bak dihantam tumpukan beban yang begitu berat, mereka hanya bisa diam dan merenung.

"Bagaimana cara kita memberitahunya?" Itulah pertanyaan yang terputar dibenak kedua orang di sana.

Maki duduk termenung, memikirkannya saja sudah tidak sanggup. Bagaimana ia bisa mengatakan kebenarannya pada Nobara. Jangankan gadis itu, Maki saja tidak kuat mendengarnya dari dokter.

My Yakuza Wife [MakiNoba]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang