BAB XXXX Kedatangan Tanpa Kehangatan

13 5 2
                                    

Mentari tampak malu-malu memperlihatkan sinarnya. Hawa segar nan sejuk menerpa kulit Eila yang terbalut oleh jubah hitam. Beberapa meter lagi ia akan tiba gerbang Kota Gantari. Kota kelahirannya.

Varen tiba-tiba menghentikan kudanya. Membuat Eila menatapnya dengan bingung. Pemuda itu berbalik, ia menutupkan tudung jubang itu pada kepala Eila.

"Kita akan segera tiba. Tetap dibelakangku, jangan sampai mereka melihatmu," ucapnya sebelum kembali melajukan kudanya.

Ketiga kuda itu kini memasuki desa tepi hutan. Meskipun tertutup tudung dengan wajah yang masih menunduk mata Eila masih dapat menangkap bayangan warga yang telah terbangun dari mimpinya. Mereka sibuk melakukan aktivitasnya masing-masing.

Mereka meletakkan kuda itu di dalam kandang milik Pandya lalu pergi menuju rumah sang guru yang masuk ke dalam hutan. Seperti biasa Radev berjalan di depan, memimpin mereka.

Setelah berjalan cukup lama Radev tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia meminta mereka untuk berjongkok dan sembunyi di balik semak-semak.

"Ada apa kak?" bisik Felisha yang berjongkok dibelakang Radev.

"Prajurit kerajaan berjaga di rumah guru. Beritahu mereka untuk mundur perlahan."

Falisha dengan cepat menyalurkan pesan itu. Varen yang ada di paling belakang pun melangkah perlahan. Mereka bernafas lega saat berhasil pergi tanpa ketahuan oleh para prajurit itu.

"Sekarang kita harus kemana?" ucap Faleesha.

Mereka terdiam. Biasanya setelah menyelesaikan tugas mereka selalu berkumpul di rumah Pandya. Tapi saat ini berbeda, mereka tak bisa menunjukkan dirinya di hadapan para prajurit.

"Kak, apa kau ingat jalan menuju persembunyian guru?" ucap Varen memecah keheningan.

"Persembunyian?" tanya Aksa.

"Iya, guru pernah mengajak aku dan Kak Radev kesana. Kemungkinan besar beliau ada di sana."

"Kau benar, ayo," ucap Radev sebelum melangkah pergi.

Mereka masuk lebih dalam ke dalam Hutan Kahuripan. Bahkan langkah mereka membawanya pada Lembah Dhemit–hutan sekitar Gua Sarawedi–.

Radev berhenti di depan sebuah pohon besar. Terdapat kain dan benang yang di ikatkan pada pohon besar itu. Tak hanya itu ada pula sesajen yang diletakkan di bawahnya.

Eila mengedarkan pandangannya. Matanya menangkap setiap pohon yang ada dihadapannya. Semua pohon itu diikat dengan kain dan benang dengan sesajen dibawahnya. Nampaknya, hal itu yang membuat nama Lembah Dhemit semakin melekat pada hutan ini.

Radev melewati pepohonan itu disusul dengan anggota lainnya. Namun, Eila masih mematung. Buku kuduknya berdiri merasakan kesan magis yang begitu pekat.

"Kau takut?" tanya Varen.

"Ah tidak, kenapa aku harus takut?" bantah Eila menggeleng cepat.

"Biasanya Dhemit menculik anak yang penakut," ucap Varen berjalan meninggalkan Eila.

"Hei! Akan ku hajar kau Varen!" Eila lantas berlari menyusul Varen dan rekan-rekannya.

Mereka berhenti takala melihat tiga pondok kayu berdiri kokoh dihadapan mereka. Halaman depan pondok kayu itu juga luas dan teduh akibat pepohonan disekitarnya.

Eila mematung takala berpasang-pasangan mata kini menatap mereka. Eila merasa semakin merinding ditatap pria sebanyak itu, terlebih lagi dari berbagai usia.

"Mereka datang!" Seorang pria berlari menuju padanya.

"Pimpinan sudah menunggu kalian. Ayok ikut denganku," ucap pria itu lagi.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang