BAB XXXXII Gelap Gulita

10 6 6
                                    

Dalam gelapnya hutan, di sebuah gubuk sekelompok orang berpakain hitam tengah berkumpul. Mereka membawa senjata andalannya dan berdiri melingkari meja dengan lilin diatasnya.

"Besok kita harus menyerang kerajaan sebelum mereka menyerang kita. Tapi, apapun yang terjadi dalam tugas ini aku mohon lindungilah nyawa kalian. Sehebat apapun mereka kalian harus tetap berjuang dan melindungi nyawa kalian sebisa mungkin. Mengerti?" ujar Pandya.

"Baik guru," ucap beberapa remaja secara bersamaan.

"Jazziel, Tara aku serahkan mereka pada kalian," ucap Pandya dan dibalas anggukan mantap dari keduanya.

Mereka menggunakan penutup wajahnya sebelum berlari meninggalkan pondok kayu itu. Mereka berlari kencang melintasi hutan yang gelap tanpa menggunakan lampu ataupun obor. Mereka memperlambat langkahnya takala hampir mendekati desa tepi hutan.

Tara memberi aba-aba agar mereka berhenti sebelum kembali melangkah. Mata wanita itu menatap sekeliling memastikan penjaga perdamaian. Setelah dirasa aman ia memberi perintah untuk maju.

Mereka mengendap-endap melewati pemukiman. Sesekali mereka harus menghentikan langkahnya agar para penjaga tak mengetahui keberadaan mereka.

"Kita berpisah disini. Aku akan menemani Eila. Kalian akan ditemani oleh Jazziel," ucap Tara setelah mereka berhasil menyebrangi jembatan.

Tanpa bicara lagi mereka hanya mengangguk patuh. Jazziel kini memimpi mereka melewati kawasan priyayi. Jazziel membawa mereka tembok bagian barat yang lebih gelap dan tidak dijaga oleh banyak pengawal.

Jazziel memberi aba-aba agar mereka berjongkok. "Penjara ini ada di bawah menarang yang ada di belakang bangunan ini. Kita hanya memiliki satu jalan agar bisa masuk ke dalam. Kita harus berkerja hati-hati agar mereka tak meniupkan terompet itu," jelas Jazziel mendapat anggukan dari mereka.

"Kalian membawa sumpit–senjata tiup untuk mematikan atau melumpuhkan musuh dari jauh–kan?" tanya Jazziel kenapa kedua anggota Chitesh.

"Sudah," ucapnya bersamaan.

"Baik kalau begitu. Saat kita semua telah masuk, kaliah harus melumpuhkan penjaga yang ada di luar. Faleesha dan aksa akan ke atas untuk memeriksa pengawal yang beristirahat di dalam sementara itu kalian lumpuhkan yang berjaga di atas. Bersamaan dengan itu Radev dan Felisha turun bersama ku. Kalian akan menyusul setelah menyelesaikan pengawal diluar," jelas Jazziel mendapat anggukan dari mereka.

"Ayo," ucap Jazziel lagi.

Mereka merapat pada dinding tinggi itu. Seorang pria kekar anggota Chitesh membuat tumpuan dengan tubuhnya sehingga mereka bisa masuk bergantian.

Radev menganga melihat bagian dalam Kerajaan Reswara. Dalam kerjaan itu terdapat bangun-bangun yang megah juga halaman yang begitu luas. Lampu-lampu indah pun turut menyala penghiasi kerajaan.

Tangan Radev tiba-tiba tertarik, membuat sang pemuda tersadar. Sebuah tangan cantik membawanya bersembunyi di balik bangunan. Radev merapatkan tubuhnya pada dinding bangunan saat Jazziel memberi aba-aba dari arah seberang.

Radev dapat mendengar suara langkah yang semakin mendekat ke arahnya. Ia menahan nafasnya saat dua orang prajurit berjalan melewatinya. Beruntunglah Felisha menarik dirinya.

"Apa yang kakak pikirkan? Kakak harus fokus! Mereka bisa langsung membunuh penyusup yang masuk!" bisik Felisha setelah kepergian prajurit itu.

"Ma-maaf aku hanya kagum. Kau tahu kan ku tak pernah melihat bagian dalam kerajaan ini," balas Radev kikuk.

Felisha menghela nafasnya. Ia menggelengkan kepala, "Iya, tapi kakak juga harus berhati-hati! Aku kan tak mau kakak tertangkap."

Radev tersenyum mendengar perkataan Felisha. Wajahnya kini terasa panas dan mungkin sudah memerah hanya saja tertutup oleh kain.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang