satu

2.5K 124 7
                                    

Jalanan yang licin serta angin malam yang dingin tak menghentikan langkah kaki gadis berpostur tinggi itu untuk terus berlari.

Sesekali kepalanya melihat ke belakang, walau ia tak melihat segerombolan orang yang mengejarnya, namun masih cukup jelas jejak langkah mereka yang berlari masuk ke indra pendengarannya.

Tak ingin tersusul, gadis itu semakin menambah kekuatan larinya, meski rasanya nafasnya sudah semakin sesak karna kelelehan, ia tak ingin berhenti begitu saja.

"Perjuangan Kakak ngga boleh sia-sia." Kata-kata itu terus ia rapalkan untuk menambah staminanya yang sudah banyak terkuras.

Melihat adanya belokan gang yang cukup gelap, langkah kakinya memutuskan untuk masuk.

Sekali lagi ia torehkan kepalanya melihat kebelakang, ia tak menemui orang yang mengejarnya. Lantas ia bergegas bersembunyi dibalik barang-barang yang menumpuk di sana.

.
.

Kelaparan tengah malam, membuat Chika mau tak mau harus menggerakkan kakinya keluar, mencari makanan untuk mengisi perutnya atau ia tak akan bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Salahnya memang membiarkan isi kulkas rumahnya lebih sering kosong.

Jalanan yang sudah sepi sama sekali tak membuatnya takut, terang saja ia tak takut pada apapun di dunia ini lagi, termasuk kematian.

Di tengah udara yang semakin dingin, gadis bersurai panjang itu merapatkan jaket yang dipakai sekeluarnya dari toko tempat ia membeli beberapa makanan barusan. Langkah kakinya berjalan pelan menyusuri jalanan yang basah yang belum lama ini diguyur oleh hujan.

Sayang langkahnya terpaksa berhenti ketika mendapati seorang pria yang sedang mabuk menghalangi jalannya.

"Ahh kau gadis cantik kenapa keluar tengah malam seperti ini." Sebelum tangan besar milik pria itu berhasil menyentuh, Chika terlebih dahulu melangkah mundur.

Mengabaikan lelaki mabuk itu, Chika berjalan kesamping dan segera melanjutkan jalannya. Tak berniat meladeni pria yang sangat menjijikkan di matanya sekarang.

"Sialan! Kau ingin bermain-main denganku hah?"

Tak terima diabaikan oleh Chika, pria tersebut lantas mengejar karna Chika memang belum jauh darinya. Menyadari hal itu, Chika mendengus kesal.

Mau tak mau Chika juga ikut berlari kecil, lelaki itu tetap mengikutinya, tak lama setelahnya Chika membelok pada gang yang menurutnya cukup gelap.

Chika berdiri tegap di sana ketika seorang pria tadi berhasil mengikutinya. Pria tadi terkekeh puas sembari mendekati Chika, merasa menang karna jalan yang dipilih Chika merupakan jalan buntu.

"Kemarilah sayang, aku tidak akan bermain kasar pada gadis secantik dirimu, percayalah kita hanya akan bermain sebentar." Pria itu tertawa keras, seakan perkataannya barusan adalah lelucon palinga lucu pada abad ini.

"Oohh, jadi kau ingin tubuhku? Kemarilah aku akan memberinya padamu secara gratis." Mendengar ucapan Chika yang menyambutnya, membuatnya semakin kegirangan, pria itu berlari, bersiap menikmati tubuh gadis berparas cantik itu.

Belum sempat pria yang memiliki tubuh besar itu menggapai tubuh Chika, ia beteriak kesakitan ketika merasakan sebuah belati kecil mendarat tepat di lehernya. Ia tumbang seketika.

Chika berjalan pelan menghampiri pria yang baru saja terkapar bak ikan yang kelauar dari air,  lalu ia berjongkok untuk meemelintir belati yang tertancap tadi, membuat lelaki itu semakin mengeluarkan suara-suara aneh. Tak memperdulikan lagi, Chika melangkahkan kakinya pergi menjauh setelah mencabut belatinya.

.
.

Gadis yang sedari tadi bersembunyi di sana, menahan nafasnya dibalik barang-barang yang menutupi tubuhnya, tak pernah sekalipun hal seperti ini terbayang dalam hidupnya.

Melihat seorang wanita membunuh pria berbadan besar tanpa bersusah payah sedikitpun.

Dan ia memilih untuk tetap diam ditempatnya, tanpa melakukan pergerakan apapun sampai ia melihat lelaki berbadan besar itu tumbang di tangan perempuan yang ia taksir tinggi perempuan itu tak berbeda jauh darinya.

Setelah merasa aman, dan perempuan berjaket tadi pergi, gadis itu keluar dari persembunyiannya, ia masih bisa mendengar suara tarikan nafas yang yang menyakitkan dari pria tersebut.

"Maaf, tapi aku rasa om memang pantas mendapatkannya. Semoga kematian cepat memanggilmu."

Gadis itu berlari, sesuatu hal gila terlintas di kepalanya.

.
.

Menemukan orang yang dicarnya, ia bernafas lega ketika perempuan yang melakukan pembunahan di depan matanya tadi kini berjarak beberapa meter darinya.

"Tunggu!"  Serunya cukup keras, namun sepertinya perempuan tadi tak merasa.

"Kamu, perempuan berjaket hitam, berhenti! Sekarang!" Serunya lagi lebih keras.

Berhasil.

Perempuan tadi menghentikan langkahnya, namun tak berbalik. Membuat gadis itu menyusulnya dan berdiri di depan perempuan itu tanpa rasa takut.

Ditatap dingin oleh perempuan yang hampir sama tingginya dengannya itu, sama sekali tak membuat keinginannya goyah. Sesuatu di dalam dirinya justru membuncah semakin kuat.

"Kamu menghalangi jalanku, nona." Ucapan dari perempuan itu ia abaikan. Gadis kurus tinggi itu tak ingin membuang waktu. "Aku melihatmu membunuh pria itu."

"Oh kamu ngeliat ya, lantas apa mamumu?"

Justru baru sekarang gadis tinggi itu terperangah di tempatnya ketika perempuan di hadapannya itu tak kalah datar membalas tatapannya.

"Bunuh aku juga!" Alis perempuan berjaket hitam tersebut mengerut mendengar perkataan yang dilontarkannya. Unik, itulah kata pertama yang terlintas melihat gadis kecil yang masih bersikukuh di depannya itu.

"Kamu, gila?" Akhirnya perempuan itu berucap setelah terdiam cukup lama mengamatinya.

"Enggak, aku Christy!"

Tawa perempuan dihadapan Christy itu pecah, meski tak lama wajahnya kembali tanpa ekspresi.

"Hm, baiklah Christy, aku Chika. Sekarang menyinggirlah, aku sedang tidak ingin bercanda."

Christy tetap pada pendiriannya, tak mengidahkan perkataan perempuan bernama Chika tadi.

"Kamu ngga takut apa kalau aku laporin kamu ke polisi? Aku liat wajah kamu dengan jelas sekarang, jadi aku bisa deskripsiin sama polisi nanti pembunuhnya gimana."

"Ngga takut tuh. Laporin aja kalau kamu mau, dan sekarang minggir!"

Karna badan Christy yang tak kunjung menyinggir, Chika mendengus dan terpaksa turun dari trotoar, sehingga sepatunya harus rela basah karna mendarat di genangan air.

Meski begitu Christy masih tetap berhasil menghentikan langkah Chika dengan berdiri di depannya, lagi.

"Kamu benar-benar mau mati ya?" Chika kesal bukan main sehingga benar-benar menodongkan pisau yang masih menyimpan bercak darah itu pada leher Christy.

Christy tak menjawab, justru mendekatkan dirinya pada pisau yang dipegang Chika, sehingga ia dapat merasakan dinginnya belati itu menyentuh kulitnya.

"Sinting!" Chika menarik kembali pisaunya, menatap tajam pada Christy yang tengah menantangnya.

Chika melangkah dengan cepat, meninggalkan Christy yang kini justru terpaku di tempatnya. Tak habis pikir ada orang yang suka rela menjadi korban pisaunya.

Mendekati rumahnya, kesabaran Chika kembali diuji ketika melihat Christy yang ternyata mengikutinya dan kini berlutut padanya, terus memohon agar dibunuh olehnya.

Padahal malam ini Chika hanya ingin makan dengan tenang namun pria dan sekarang gadis tinggi di hadapannya ini seaakan tak memberikan kesempatan itu padanya.

"Okay. Dengar, aku akan membunuh kamu nanti, tapi engga buat sekarang ... Seenggaknya habis aku selesai makan. Jadi tunggu di sini kalau kamu  benar-benar mau kubunuh."

.
.

Tbc

The InfiniteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang