EMPAT

7 2 2
                                    

Empat

Raw menatap tempat dimana dia pertama kali merasakan rasa pusing yang begitu kuat, tepat di bawah pohon yang cukup rindang. Raw memegang pohon itu dengan hati-hati, apa ia merasakan pusing karena duduk di bawah pohon ini? Apakah pohon ini memiliki kekuatan?

Raw menggeleng ketika merasa pikirannya tidak berdasar, lagipula kemarin itu bukan pertama kalinya Raw duduk di bawah pohon ini, dan selama itu tidak terjadi apapun. Lalu kenapa kemarin itu berbeda?

"Raw!"

Raw memutar tubuhnya untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Kenapa, Ra?" tanya Raw pada Ara.

"Lo ngapain di sini? Sendirian?" Ara balik bertanya.

Raw menatap pohon yang di pegangnya sekilas lalu melepaskan pegangan itu dengan cepat. "Nggak apa-apa, cuma lagi pengen di sini," jawab Raw.

"Gue gabung, ya?" ucap Ara meminta izin.

Raw mengangguk untuk mengizinkan, lagipula kenapa Ara harus minta izin segala? Tempat ini kan bukan milik Raw.

Ara duduk di tempat duduk lalu Raw ikut melakukan hal yang sama. Ara melihat orang-orang yang berlalu lalang di depannya, sedangkan Raw menoleh ke belakang untuk menatap batang pohon yang masih membuatnya bingung.

"Lo pintar banget ya, Raw," kata Ara tiba-tiba.

"Hah?" Raw tidak mengerti apa maksud Ara mengatakan hal tersebut.

"Kemarin lo bisa dapat nilai seratus, padahal soal-soalnya susah banget." Ara menatap Raw yang kini melipat bibirnya ke dalam karena bingung harus menjawab apa. "Lo ikut les?" lanjut Ara.

Raw menggeleng. "Enggak ada, cuma Kadang-kadang gue lihat video pembelajaran," jawab Raw. "Itupun yang gratis," lanjutnya.

"Gue mau nanya soal, boleh?" tanya Ara.

Raw mengangguk tanpa ragu.

Ara mengeluarkan handphone-nya lalu menunjukkannya pada Raw. "Lo tau jawabannya?"

Reflek Raw menjauhkan pandangannya dari layar handphone Ara, dia takut jika tiba-tiba akan pusing lagi, untung saja soal itu belum ia pandang dengan benar.

"Itu materi apa?" tanya Raw untuk memastikan, jika itu materi lama, maka Raw bisa menjawabnya tanpa harus merasa pusing, tetapi jika itu materi baru, Raw tidak akan mau menatapnya lagi.

"Nggak tau, gue nemu soal ini di buku kakak gue, karena gue nggak ngerti, gue tanya sama lo," jawab Ara.

Raw menahan nafas sejenak, jika soal itu ada di buku milik kakak Ara, maka itu berarti soal ini belum ia pelajari karena belum saatnya, jika Raw membaca soal itu, maka kepalanya pasti akan langsung pusing.

"Kalau soal itu di buku kakak lo, mana mungkin gue tau jawabannya. Kan belum pernah belajar," balas Raw lalu tertawa dengan tawa yang dibuat-buat agar Ara tidak tersinggung.

"Tapi itu bukan buku kakak gue yang sekarang, itu buku dia yang udah lama, buku kelas sebelas," ucap Ara menjelaskan.

Raw mengangguk mengerti, ternyata dia salah paham. Raw mengulurkan tangannya untuk meminta handphone Ara agar ia lebih mudah membacanya.

Setelah membaca soal itu secara keseluruhan, beberapa angka seolah berputar-putar di kepala Raw, tetapi kali ini dia tidak merasa pusing seperti sebelumnya, tentu karena soal ini adalah soal dengan materi yang pernah ia pelajari beberapa bulan yang lalu.

Setelah menemukan jawabannya, Raw langsung mengembalikan handphone Ara.

"Tau?" tanya Ara sambil mengantongi handphone-nya di saku baju.

Raw mengangguk pelan. Ara menatap Raw dengan sedikit terkejut.

"Bener? Tuh, kan, lo emang pintar," seru Ara dengan cukup keras, untung saja orang-orang di sekitar mereka lebih memilih untuk tidak peduli dengan seruan Ara.

"Gue ke toilet dulu, ya, Ra."

Raw langsung berdiri dan pergi menuju toilet tanpa mendengarkan balasan dari Ara. Raw hanya ingin memikirkan semua ini, tadinya dia ingin mencari tau sesuatu yang berhubungan dengan kejadian ini, tetapi Raw tidak menemukan apapun.

Raw tidak menemukan keanehan apapun, pada pohon, tempat duduk ataupun sekolahnya. Semua tampak normal, hanya dirinya saja yang merasakan keanehan.

💡💡💡

Raw menghembuskan nafas perlahan, dia mencoba untuk tidak mendengarkan ucapan guru yang sedang mengajar. Daritadi cewek itu terus mencari kesibukan agar suara guru yang sedang mengajar itu tidak diproses oleh otaknya. Guru itu menerangkan materi baru, Raw tidak mau jika dia harus merasa sakit di dalam kelas dan menarik perhatian banyak orang.

Sungguh kondisinya yang sekarang membuat Raw merasa benar-benar tidak nyaman, dia belum terbiasa dengan keadannya yang seperti ini. Raw hanya berharap agar ia kembali seperti dulu saja, Raw ingin menyimak pelajaran dari guru tanpa perlu khawatir akan merasa sakit.

Jika seperti ini terus, Raw khawatir jika nilai akademiknya akan menurun.

"Rawnie."

Raw langsung menatap guru yang memanggilnya.

"Apa yang kamu lakukan daritadi? Kenapa tidak memperhatikan penjelasan Saya?" tanya guru tersebut dengan nada galak.

Raw merasa tubuhnya menjadi sedikit hangat karena merasa takut, sebelumnya Raw tidak pernah dimarahi oleh gurunya, dan orang tuanya pun memperlakukannya dengan lembut. Jadi, Raw tidak terbiasa dimarahi.

Raw memberanikan diri untuk tetap menatap wajah gurunya, cewek itu bukannya tidak sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan di kelas dan pantas dimarahi. Raw hanya tidak ingin terlihat terintimidasi.

"Maju ke depan, saya bacakan satu soal dan langsung kamu kerjakan. Kalau tidak bisa, tetap berdiri di depan kelas sampai waktu pulang," titah guru tersebut.

Beberapa teman sekelas Raw meringis mendengar ucapan guru tersebut, mereka yang daritadi memperhatikan penjelasan saja tetap tidak paham, lalu bagaimana dengan Raw yang daritadi asik mencoret-coret buku?

Jantung Raw berdetak lebih kencang daripada biasanya, tetapi dia tetap maju ke depan kelas dan mengambil sebuah spidol meskipun langkah kakinya terasa berat.

Guru tersebut langsung membacakan sebuah soal dan Raw mencatatnya. Selama mencatat soal, Raw mencoba untuk mengingat kenangan-kenangan manis agar ia tidak terlalu fokus pada soal.

"Kerjakan!"

Raw mengangguk sekali, mungkin dia masih bisa menahan rasa sakitnya karena ini hanyalah soal, bukan materi. Raw menarik nafas panjang lalu mulai membaca soal itu. Perlahan Raw merasa rumus dan angka melintas di kepalanya, spidol di tangan kanannya langsung ia cengkram untuk mengurangi rasa sakit.

Tidak lama rasa sakit itu harus dirasakannya, hanya belasan detik dan Raw sudah kembali seperti biasa. Raw menatap ke belakang untuk melihat teman-teman dan gurunya, apa mereka merasa curiga dengan sikapnya tadi? Sepertinya tidak, buktinya mereka hanya menatap Raw untuk melihat apa yang akan dia lakukan.

"Tidak bisa?" tanya guru itu.

"Bisa," jawab Raw dengan percaya diri.

Raw langsung menulis jawaban dari soal tersebut dengan lancar, tidak ada yang membuatnya ragu. Raw tersenyum tipis setelah meletakkan spidol di tempatnya.

Guru yang mengajar langsung mendekati papan tulis sedangkan Raw kembali duduk di tempatnya.

"Jawabannya benar."

Raw tersenyum, ada rasa bangga di hatinya karena berhasil mengerjakan soal itu.

"Rawnie, meskipun kamu sudah memahami materi, tetapi bukan berarti kamu bisa main-main ketika di dalam kelas, tetap simak materi yang diajarkan guru."

"Baik, Pak."

💡💡💡

Rabu, 10 Agustus 2022

GemstonesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang