Alunan Melodi

598 46 7
                                    

Perlahan kereta mulai berjalan perlahan pula tubuh Mochi tertarik, Ran yang melihat tubuh pemuda itu bergesekan dengan rel kereta merasa puas. Ini belum ada bandingnya dengan penderita sang adik yang dibakar hidup-hidup, bagi Ran melihat tubuh Mochi perlahan terkelupas memiliki sensasi yang berbeda, indah dan menenangkan.

"Mochi jangan berteriak terus, senyum lah kawan." Ucap Ran sambil menyunggingkan senyum termanisnya.

Seakan ingin membuat sang korban lebih menderita, Sanzu melajukan keretanya dengan kecepatan minimum yang sangat rendah, sesekali dia juga memberhentikan kereta itu dengan instruksi Ran.

Tak perduli perasannya yang ingin melihat tubuh pemuda itu terkikis, namun Sanzu cukup puas karena dialah eksekutor sebenarnya.

"Rin akan aku buat orang-orang yang telah membunuhmu mati mengenaskan." Sebuah janji yang kini mulai ditepati.

Sesaat setelah acara sidang selesai Sanzu pergi ke makam Rindou, tepat dihari itu dia berjanji akan menjadi srigami untuk semua orang yang terlibat, tanpa terkecuali.

Dan sekaranglah waktunya balas dendam, ketidak adilan telah membuat anak paling baik menjadi mesin pembunuh, ingat kata lain dari cinta adalah lambang dari penghianat dan keputusasaan.

"Mochi apa kau punya permintaan terakhir." Tanya Ran yang masih setia dengan kameranya.

"Ran tolong akhiri penderita ini." Pinta Mochi, pemuda itu terlihat putus asa lebih baik mati dari pada menderita. Bahkan dia sudah tidak bisa merasa apa-apa kecuali sakit luar bisa.

"Persetan dengan keinginan mu." Jawab Ran yang langsung menyiram air keras ke arah Mochi.

"Apa dulu kau lupa dengan kematian adikku." Lanjutnya, wajah Ran memerah seperti kepiting rebus, bahkan urat-urat dia wahananya terlihat mengeras.

Bagaimana pun juga pasti saat itu Rindou sedang kesakitan. Disaat semua orang hanya menonton dan menyakitkan gedung itu terbakar, sementara dia hanya bisa menangis melihatnya.

Ran payah dungu oon tidak berguna, janji yang telah dia buat di depan ayahnya telah dia ingkari.

"Jadi bersiaplah Mochi, sepermenit dari Rindou adalah puluhan menit ajal mu." Setelah mengetakan itu Ran memberi tau Sanzu untuk melanjutkan keretanya lagi.

Bagaikan musik indah, suara teriak Mochi sangat merdu ke telinga. Ran sangat senang saat melihat kulit itu Mukai terkelupas dia sangat senang dan bahagia.

Sementara di sisi Sanzu, pria bersurai pink terlihat senang saat mendengar setiap tutur kata Ran. Yang menjelaskan kondisi mochi saat ini.

Dari kulit sampai daging hingga tulang, terkikis oleh rel kereta, Ran yang melihatnya merasa sudah cukup, dia segera meminta Sanzu untuk berhenti.

***

Saat berada di depan tubuh Mochi, sempat-sempatnya pria bersurai pink itu mengajukan katananya tepat di bolak mata Mochi.

"Tak kusangka kau masih hidup."

Ini tidak lain karena reflek dari mata mucho yang langsung terpejam, saat benda tajam itu akan menusuknya.

"Sanzu ayo kita pulang." Perintah Ran.

Saat ini jam telah menunjukkan pukul dua dini hari, pertanda sebentar lagi pagi akan datang.

"Serius kita pulang, kau payah sekali Ran." Jawab Sanzu.

Pria bersurai pink itu nampak cemberut karena Mochi belum mati, tapi dia harus pergi.

"Dengar Mochi, ini adalah awal dari neraka sesungguhnya." Seringai Sanzu.

Sanzu meletakan madu kesekujur tubuh pemuda itu, dia berniat Mochi mati dengan cara dimakan hewan kecil maupun serangga.

"To tolong bunuh aku saja." Lagi lagi dan lagi Mochi meminta agar dia dibunuh dengan cepat.

"Berdoa saja Mochi karena dua jam dari sekarang kereta itu akan melaju dengan cepat." Kali ini Ran angkat bicara dan langsung pergi dari situ, di susul oleh Sanzu.

***

Diperjalanan menuju apartemennya, Ran tidak tega membangunkan Sanzu yang sedang terlelap di belakang.

"Sepertinya dia kelelahan."

Karena lokasi pembunuhan tadi cukup jauh dari markas, dan lebih dekat dengan apartemen Ran, jadi pemuda bersurai dwiwarna itu menuturkan ke apartemen saja, lagian besok dia juga masih ada pekerjaan pagi.

"Baiklah aku akan menelpon pembantu untuk menyiapkan air hangat untuk aku dan Sanzu supaya kami bisa membersihkan tubuh saat sudah sampai."

Sambil melirik Sanzu Ran tersenyum lembut, terlebih saat nanar matanya melihat cincin berlian pemberian sang adik, 'Rin kau sangat beruntung.'

Tak lama dia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal sambil bertelepon.

***

Sesampainya mereka di apartemen Ran disuguhkan pemandangan yang bikin kepalanya berdenyut, bagaimana mungkin dia lupa kalo apartemen miliknya cuma ada satu kamar mandi dan satu tempat tidur.
Emang kecil tapi nyaman, mengingat dia banyak menghabiskan waktu di markas maupun kantor.

Untuk membantu itu hanya orang luar yang di minta Ran menjaga apartemen, dan mengikuti ke inginkan Ran. Dengan catatan gajinya empat kali lipat dari gaji biasanya.

"Apa airnya kurang hangat? Apa kurang wangi."

"Tidak kau boleh pergi."

Sesaat setelah wanita itu pergi, Sanzu terbangun karena posisinya yang tertidur sambil berdiri. Entah mengapa Ran tidak menggendong Sanzu malah memapahnya, itu karena dia masih merasa tidak pantas bersama Sanzu.

"Huaa Ran kita sudah sampai." Tanya Sanzu sambil mengusap mata, tak lupa mulutnya yang terbuka lebar karena menguap.

"Maaf Sanzu kau lagi di apartemen ku." Jawab panik Ran.

Ran takut jika Sanzu akan berfikir aneh-aneh karena membawa pemuda itu ke apartemennya tanpa izin.

"Kenapa harus minta maaf, ayo mandi dan setelah itu tidur." Sanzu segera pergi menuju kamar mandi.

Sebelum itu dia membuka lemari Ran, yang ternyata isiannya semua foto Rindou, tak lupa ada baju Rindou juga disana.

"Ran boleh aku pinjam baju ini."

Sanzu mengambil piyama Rindou yang senada dengan piyama Ran waktu itu, kalo tidak salah itu baju waktu SMP.

"Tentu kau boleh memakainya."

Untung Rindou suka baju yang kegedean, jadi walau saat itu mereka masih kecil nyatanya piyama itu masih bisa dipakai.

Piyama dengan motif bintang, sementara miliknya bermotif bulan.

"Ran ayo kita mandi bareng sepertinya betapnya cukup luas untuk kita berdua."

"Apa kau yakin?"

"Lagi pula kalo dipikir-pikir jika mandi sendiri sendiri juga mubasir air."

Ran menghela nafas panjang dia langsung mengacak surai Sanzu. "Oke adik kecil." Untuk Ran sendiri dia sudah tidak masalah Sanzu tidak memanggilnya dengan sebutan kak lagi, bagi Ran. Sanzu lah orang yang paling dewasa diantara mereka.

"Nanti mandi aku mau pakai bebek karet." Pinta Sanzu yang langsung masuk ke batap. Untung mandi busa, kalo tidak Ran bisa tegang.

"Ran airnya hangat dan busanya banyak banget." Sanzu terlihat senang dia sesekali membentuk oke dengan jarinya dan meniup supaya bola bola gelembung muncul.

"Jangan main cepat mandi dan setelah itu kita tidur." Pinta Ran yang langsung masuk kedalam.

Bukanya bersebelahan Sanzu malah duduk didepan Ran sambil terus bermain.

"Ran terimakasih." Setelah mengatakan itu dia memejamkan matanya kedada sang dominan.

"Tidak Sanzu aku lah yang berterima kasih." Tak lupa Ran ikut memejamkan mata merasa hangatnya malam ini.






Gak terlalu banyak yang aku omongin tapi hari ini aku senang karena Sanzu kasih Rin kejutan, arigatou ne Nyanyu walau kau gantungi Rin satu abad.

Oke command and like aku tunggu

See y....

can you love me sanzu (Ran x Sanzu x Rindou) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang