Chapter 2; Legenda Snohomish

154 21 2
                                    

Holaaa~'

Minggu paling berat sampai pertengahan tahun ini. Dream is kinda something for me, and this situation is... suck. Nothing but fast recovery for Mark and Renjun🥺

#ItsNeverGoodbyeDREAM

Selamat membaca🤍

.

.

.

.

.

.


Jisung langsung menunduk saat bertemu pandang dengan sang ibu begitu ia membuka pintu rumah. Wajah beliau tampak tertekuk dan tidak memberikan kecupan ringan seperti biasanya. Jisung sendiri tidak berharap banyak, diizinkan masuk pun, ia sudah bersyukur. Entah apa yang dikatakan Mrs. Venn pada beliau sampai ketika Jisung menaiki tangga ke lantai dua, ibunya tetap berucap satu kata pun.

Jisung tahu ia harus segera meminta maaf dan kembali membuat janji--palsu--bahwa dirinya akan berhenti merokok. Ayahnya sendiri sudah angkat tangan, mengingat masa mudanya dulu yang sama ikut menyicip benda berbahaya tersebut. Namun, urusannya dengan ibu akan berbeda karena sejak awal mereka membangun rumah, larangan merokok sudah dibuat. Ayah menghargainya, demikian beliau akan pergi ke halaman belakang untuk merokok. Begitu pula dengan Jisung, Jisung tidak pernah sekalipun merokok di rumah. Ia hanya melakukannya ketika berada di sekolah atau di arcade, tempatnya menghabiskan waktu bersama Chenle.

Oh. Berarti bukan soal merokok, melainkan membolos.

“Ibu…”

Setelah berganti pakaian, Jisung langsung turun untuk menghampiri sang ibu yang tengah bersantai sembari mendengarkan radio. Alunan musik Un-Break My Heart milik Toni Braxton seakan menutup telinga wanita tersebut untuk mendengar cicitan Jisung lebih lanjut. Akan tetapi, remaja itu tidak menyerah. Ia langsung bersimpuh dan menggenggam tangan sang ibu.

“Maafkan aku. Aku berjanji tidak akan membolos lagi. Semalam saat menginap di rumah Chenle, kami terjaga sampai larut malam sehingga datang ke sekolah terlambat.”

Ibu menatapnya, tetapi tetap tidak memberikan respons.

Genggaman tangan Jisung semakin erat. “Ibu…”

Wanita itu kemudian menghela napas sebelum menumpuk tangannya yang lain di atas tautan tangan mereka. Rambut cokelatnya yang tersampir di bahu berayun jatuh ketika ia mencondongkan tubuh. Mata dewasa itu tampak menyelami semesta Jisung lebih dalam.

“Kau berjanji?” Jisung segera mengangguk.

“Kau berjanji tidak akan mengingkarinya seperti apa yang kau lakukan terhadap kebiasaan merokokmu?”

Bahu Jisung langsung menegang, demikian jari-jari dalam lingkup tangan hangat sang ibu. Melihat hal tersebut, ibu lantas menghela napas. Wanita itu lalu memutus kontak fisik mereka dan mengecilkan volume radio. Ia menepuk sisi sofa yang kosong, membuat Jisung bangkit dan duduk di sampingnya.

“Apa kau tahu seberapa takutnya Ibu saat Mrs. Venn menghubungi Ibu? Ibu kira sesuatu yang buruk terjadi,” ungkapnya. “Tapi apa kau tahu seberapa kecewanya Ibu saat beliau menyampaikan bahwa kau membolos untuk merokok bersama Chenle di rooftop?”

ALPHA - Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang