Haven menggenggam mainan mobil. Benda itu berwarna merah dan masih baru. Dilihatnya lama mobil mainan itu sampai akhirnya dilempar. Mobil yang ia kendarai seribu kali lipat lebih bagus daripada benda itu. Melihat ke sekeliling, ia mencari benda yang dapat menyenangkan hatinya.
Tiba-tiba terdengar klakson mobil dari luar rumah. Haven merangkak mendekati jendela. Matanya melebar menemukan mobil kesayangannya terparkir di depan rumah. Seseorang keluar dari kursi kemudi. Ia bertambah terkejut karena orang itu adalah sang Papa. Haven melambaikan tangan. "Papa!" panggilnya.
Bunda keluar dari rumah dan menemui tamu. Sejenak keduanya berbincang hingga Papa memandang ke jendela. Tidak berapa lama, ia berjalan mendekat. Haven berteriak kegirangan.
"Haven. Di sini rupanya."
"Papa!"
🌱🌱🌱
Tusukan pada pipinya membuat Haven terbangun. Matanya menyipit melihat cahaya terang mengenai matanya. Tubuhnya berguling ke samping. Tusukan ke pipinya menghilang, tapi tidak dengan cubitan. Haven memukul tangan penganggu itu. Tiba-tiba, ia teringat sang Papa datang menjemput dirinya. Segera, Haven membuka mata.
"Eh? Irfan bangun."
Haven tercengang mendapati wajah Farel sangat dekat dengan dirinya. Apalagi dari sudut pandangnya, wajah Farel mengerucut dan hidungnya besar. Haven takut melihatnya.
"Huwaa ...."
"Eh? Kok nangis! Irfan, ini Kak Farel." Farel mengambil bayi dari kasur. Ia menggendong Haven, kemudian menepuk punggungnya.
"Haven, ini gue, Farel," bisik Farel. Namun, Haven yang ketakutan, memilih menangis lebih keras sehingga tidak mendengar ucapan itu.
Aqilla datang. Pertama-tama ia meletakkan nampan ke meja, barulah mengambil alih tubuh Haven. Gadis itu menepuk pelan punggung bayi dalam pelukannya. Beberapa detik selanjutnya, tangis Haven mereda. Sejenak ia menghisap ingus. "Papa," lirihnya.
"Irfan kangen Papa, ya?" sahut Aqilla, "ayo keluar cari Papa."
Di tempatnya, Farel terpana juga menahan tawa. Bila memang bayi itu adalah Haven, maka akan sangat menyenangkan untuk meledeknya. Haven selama ini tampil kuat dan tidak perlu bantuan orang lain. Namun, di hadapannya sekarang, Haven memeluk Aqilla sambil menghisap ingus.
"Irfan haus? Mau minum susu?"
Tawa Farel hampir meledak menonton bayi di sana mengangguk. Di waktu yang sama, sepasang mata bulat menatap tajam ke arahnya. Seketika Farel ciut. Ia mengalihkan pandangan.
"Alel, Alel." Haven menunjuk Farel. Tangannya melambai-lambai. Aqilla pun mengerti, kemudian mengantar Haven ke tujuan.
"Irfan mau main sama Kak Farel? Farel, kamu main sama Irfan, ya? Aku mau ke belakang dulu."
Farel memasang senyum. Tangannya melambai kepada Aqilla yang berbelok ke kiri. Baru lewat satu detik, sebuah tangan kecil menampar pipinya. Farel buru-buru meletakkan Haven di lantai. Dirinya bergabung dan duduk menghadap Haven.
"Ape."
Sebuah tangan kecil terulur. Farel menggembungkan pipi sambil merogoh saku kemejanya. "Nih," ucapnya.
Jari jemari mungil mengetuk layar ponsel dua kali. Haven membuka aplikasi perpesanan. Bagai profesional, jari-jarinya menekan tombol huruf sehingga terbentuk serangkai kata, yaitu nama Mika. Dilanjut kata-kata berikutnya. Setiap satu kata selesai, Farel membacanya. Lalu terbentuk satu simpulan. "Mika yang buat lo kayak gini?" tanya Farel.
Haven mengangguk.
"Jadi kita harus cari Mika dan nyuruh dia buat lepasin kutukannya?"
Haven mengangguk lagi. "Lo du mu Mika. Tus eksa iya."
Dahi Farel berkerut. "Hah? Lo ngomomg apa? Gue nggak ngerti."
"Aah!" Haven berteriak kesal. Ia menatap tajam kedua tangannya. Tubuh ini gemuk, membuat susah bergerak. Selain itu, lidah kecil ini tidak lancar berbicara. Jika mengandalkan mengetik kata untuk berkomunikasi, terlalu boros waktu. Apapun itu, dirinya ingin segera lepas dari kutukan Mika.
Farel terperangah menyaksikan balita di depannya berteriak, memukul lantai, dan menangis. Ia belum pernah mengasuh bayi, jadi tidak tahu bagaimana cara untuk menenangkannya. Terlebih ini Haven, si keras kepala yang galak. Perlahan Farel mengambil ponselnya. Berusaha meredam suara langkah, ia menjauh. Pada waktu itu juga Farel bertabrakan dengan Aqilla.
"Qilla, gue takut," ungkap Farel.
Aqilla menengok ke belakang Farel. Seorang bayi duduk sambil menangis keras. Dengan langkah mantap, Aqilla menghampiri bayi itu. Di percobaan pertama, wajahnya terkena pukulan. Di percobaan kedua, gadis itu berhasil menggendong Haven. "Irfan haus, kan? Minum susu, ya?" ucapnya dan menyodorkan botol susu.
Haven menghempas botol itu. Tubuhnya berontak ingin lepas dari Aqilla.
Aqilla melangkah ke jendela. Diambilnya sehelai daun, lalu dikipaskan ke arah Haven. Lama kelamaan, Haven penasaran dengan benda yang melambai di depannya. Sedikit menangis, ia mencoba meraih daun itu. Ketika berhasil, tawa terdengar darinya.
"Farel, tolong ambilin botolnya."
Farel tersadar. Pelan-pelan tangannya memungut botol susu. Saat akan menghampiri Aqilla, dirinya agak ragu. Akhirnya Farel memberikan botol dengan mencoba memanjangkan tangannya.
"Makasih. Irfan, ini susunya."
Haven menoleh. Untuk sementara waktu, matanya mengamati botol susu. Jika dipikir-pikir, dirinya lumayan haus. Namun, seleranya kopi dingin, bukan susu hangat. Ia berdecak. Tangannya meraih botol. Kondisi sekarang tidak memungkinkan. Jadi, minum apa saja yang ada, batinnya.
Aqilla merapikan rambut Haven yang bercampur keringat. "Abis ini Irfan mandi, terus keluar cari Papa sama Mama. Mau, kan?" tawarnya.
Haven tidak menggubris. Dirinya yang minum dari botol bayi saja sudah memalukan. Kali ini, ada Farel yang mengawasi. Wajahnya yang menahan tawa itu membuat Haven berselera untuk menyekiknya.
🌱🌱🌱
Matahari melangkah mendekati ufuk barat. Sinar jingganya menyapu bumi. Di kamar mandi, Aqilla tengah berusaha melepas baju seorang bayi. Gadis itu kelelahan, tapi tidak ingin menyerah. Sekali lagi, Aqilla mengejar Haven. Ia berdiri memojokkan Haven ke dinding.
"Irfan, ayo mandi. Abis mandi, Irfan boleh main." Aqilla kembali memberikan penawaran.
"Ndak au!" balas Haven. Ia merangkak menghampiri pintu.
Aqilla kehabisan kesabaran. Satu kakinya memblokir pintu, sementara tangannya mengangkat Haven, lalu diceburkan ke bak mandi. Aqilla mengambil gayung dan menyirami Haven. Gadis itu lanjut ke shampo serta sabun.
Haven memukul apapun yang ada di dekatnya. Tidak disangka, gadis lugu itu bisa berlaku kasar. Haven mencoba menghalau sabun beraroma bayi yang akan menyentuh dirinya.
"Habis mandi nanti Irfan makan permen. Irfan suka permen, kan?"
Haven menggeleng keras. Matanya terpejam erat di bawah guyuran shampo juga sabun. Kedua tangannya masih melayang mencoba memukul apapun yang dapat menghentikan aksi Aqilla. Pada satu titik, Haven berhenti melayangkan tangan karena tangannya mendarat di suatu tempat. Pelan-pelan, matanya terbuka.
Haven dan Aqilla saling bertatapan. Keduanya sama-sama diam.
Pandangan Haven turun ke bawah. Matanya membulat melihat tangannya berada di area terlarang.
"Huwaa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince's Curse
Ficção AdolescenteHati-hati dengan hati wanita. Karena jika menyakitinya, kamu bisa jadi bayi. * * * Diberkati dengan paras rupawan serta tubuh proporsional, Haven sangat memanfaatkan kelebihannya. Remaja jangkung itu memikat banyak perempuan kemudian mencampakkan me...