"Mbak Dewi kira-kira bisa tebak siapa yang bakal menang nanti?" Abi bertanya sembari terduduk di atas timbunan rumput yang menyebar acak sepanjang halaman belakang.
"Abi sebenarnya gak berharap menang," Abi menggeleng kecil sebagai reaksi.
"Karena Abi tahu, kalau jadi kades hidupnya gak akan bebas. Abi pasti bakal sibuk dan gak bisa sering-sering kesini lagi," lanjutnya sembari menerawang ke langit-langit dan berakhir mengamati raut tenang yang selalu menjadi perisai ekspresi wanita itu sedari lalu. Abi berharap ada batu besar yang bisa membuat perisai itu pecah. Tapi ia sendiri tidak tahu kapan dan bagaimana hal itu bisa terjadi.
"Sebenarnya Abi gak mau jadi calon kades buat di pemilihan nanti, cuman kata pak Karip ini adalah usul dari mendiang bapak. Jadi Abi harus menurutinya," hening seperti biasa, Abi kemudian mendesah pelan.
Untuk sejenak, dalam waktu singkat dengan pikirannya yang dipenuhi keluh kesah, sebuah ide cerdik mendadak muncul. Bahu Abi terlonjak ke atas, sudut bibirnya perlahan naik dan matanya berbinar-binar menatap ke arah mbak Dewi.
"Tapi kalau Abi yang memimpin desa, itu artinya Abi yang paling berkuasa bukan? Artinya Abi bisa mengatur semuanya," Abi merentangkan kedua tangannya kemudian membentuk sebuah bulatan besar di atas udara.
"Termasuk membuat semua warga tunduk pada Abi. Sebenarnya Abi kesel sama mereka," kini Abi benar-benar mencurahkan segala isi hatinya, menjadikan mbak Dewi sebagai tempat ia bercerita.
Abi kembali termenung, bahunya merosot. Karena jika dipikir-pikir, idenya untuk balas dendam tak akan pernah berhasil. Memori kelam akan ejekan para warga yang ditujukan kepadanya benar-benar harus Abi pendam sendiri. Teringat Abi pada nasehat ibunya kemarin, jika mereka menghinamu, jangan balas dengan cara yang sama karena kita akan menjadi setara dengan mereka. Buktikanlah, jika kau tidak sesuai dengan yang mereka ucapkan.
Abi bangkit berdiri, terbesit sesaat dalam benaknya, apakah ia perlu bercerita tentang pertemuannya dengan perempuan misterius di sungai itu?
Abi menggeleng pelan, sepertinya ia akan mencari tahu sendiri dulu dengan menggali lebih dalam pertemuan singkatnya itu.
-----
Dengan menetapkan tekad pada satu tujuan, disinilah Abi berada sekarang. Ia kembali melangkahkan kaki, tepat di sekitaran area sungai. Sudah terbuang waktunya lima belas menit hanya untuk melamun disana. Renanya sedari tadi bergerak ke segala arah, tapi tak menemukan tanda-tanda kehadiran seseorang disana. Suasana benar-benar hening dan bisa Abi pastikan dia sendirian.
Tiba-tiba sebuah persepsi menghampiri benaknya, tidak mungkin yang ia temui kemarin itu semacam makhluk gaib yang bergentayangan kan?
Semakin memikirkannya semakin menaikkan atensinya, Abi mengusap lengannya dan menampar pipinya sekali.
Abi mulai mencari terkaan lain yang lebih masuk akal. Jika kemarin perempuan itu kabur saat melihat dirinya, tidak mungkin dengan bodohnya dia kembali menginjakkan kaki ke sini. Ia pasti akan lebih waspada.
Tidak ada cara lain. Abi harus memancing sekarang. Lebih tepatnya, mengaitkan umpan dan membiarkan mangsanya masuk ke dalam perangkap. Dengan sendirinya.
Abi mengambil langkah menjauh dari area sungai, tepat di tengah-tengah antara gubuk dan bebatuan sungai yang mencuram ke bawah. Ia membersihkan tenggorokannya beberapa kali sebelum menarik napas panjang dan mulai mengeluarkan suara lantangnya.
"Aku tahu kau ada di sekitar sini!" Abi memulai dengan sedikit gertakan guna memacu adrenalin si lawan.
Renanya terus bergerak ke segala sisi, sembari mengamati sembari berbicara, "Keluarlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Bunglon (END)
Mystery / Thriller(TAMAT) Desa bunglon terkenal dengan peran kamuflasenya. Melawan hukum alam, mereka menukar peran antar kehidupan umat manusia. Dimana kamu adam ditunjuk untuk mengurus rumah, dari memasak hingga berkebun dan kamu hawa yang bekerja demi mendapatkan...