21. Cerobong Asap

5 2 0
                                    

"Kalian percaya dengan perkataannya?" tanya pak de Teo sembari menatap bergantian ke arah Cahyadi dan Bayu.

Hembusan napas ia keluarkan sebelum kembali lanjut bicara, "Sebenarnya saya tidak boleh menceritakannya, karena ini menyangkut privasi seseorang. Tapi sepertinya keadaan mendesakku sekarang," pak de Teo yang mendapati tatapan curiga dari manik Bayu dan Cahyadi. Amat terbaca, membuatnya duduk tak nyaman sebagai tuan rumah apalagi untuk bertutur kata. Kiranya pak de Teo tahu, ini bukanlah sebatas kunjungan biasa yang mereka gunakan sebagai alasan untuk mengobrol dengannya.  

"Pak Tohip mempunyai riwayat kelainan jiwa, saya sendiri yang menyelamatkannya dulu dari percobaan pembunuhannya," kepala pak de Teo menunduk, tampak marah, menyesal dan sedih. Perasaan rumit yang sulit untuk ia ungkapkan. Seolah memori itu kembali menghampirinya dan dirinya merasa tidak nyaman untuk mengingatnya lagi.

"Percobaan pembunuhan?" tanya Bayu, rautnya berubah serius.

Pak de Teo menangguk samar, "Dia pernah hampir menyayat nadi tangannya dengan pisau lipat," ujarnya kemudian mendongak, menatap lurus ke arah Bayu dan Cahyadi.

Tampaknya raut curiga itu masih pak de Teo dapati, ia sendiri tahu perkatannya pasti susah untuk mereka cerna. Cahyadi dan Bayu saling melempar pandangan dan berbicara melalui tatapan.

"Kalian bisa bertanya kepada warga lain, mereka semua tahu kejadian ini. Saya tidak berbohong."

Pandangan Cahyadi kemudian jatuh pada meja makan, bahkan pria itu sedang menikmati makan malamnya saat Cahyadi dan Bayu dengan lancang masuk dan melemparinya pertanyaan.

"Maaf sebelumnya, jika kami datang tanpa memberitahu anda," Cahyadi berujar tak enak hati.

Pak de Teo menghembuskan napas sembari mengibaskan lengan, "Tidak apa-apa, ini memanglah pekerjaan kalian."

"Kalau begitu kenapa pak Tohip meminta pertolongan kepada kita?" Cahyadi bertanya.

"Bukannya sudah jelas karena penyakitnya yang mungkin kambuh? Besok aku akan pergi mengecek ke rumahnya," balas pak de Teo yang menggerakkan hati Cahyadi. Kiranya kecurigaannya sedikit berkurang, tapi tampaknya itu tidak berlaku kepada Bayu.

"Dia mengatakan kalau selama ini, anda mengincar jabatan pak de Kusno sebagai kades," Bayu tiba-tiba angkat suara yang menyerap fokus seisi ruangan ke arahnya.

"Tohip bilang begitu? Dasar bedebah..." cepat dan nyaris tak terdengar, umpatan itu hampir terlewatkan bagi pendengaran mereka.

Bayu mengangkat alis kanannya, sedangkan Cahyadi menahan napas terkejut. Pak de Teo berdehem sekali kemudian membuang wajah ke samping.

"Maaf, saya terbawa emosi. Hanya saja, saya banyak membantunya tapi dia malah berkhianat. Manusia waras pada umumnya tidak akan melakukan hal seperti ini," pak de Teo bergumam tanpa menyadari perubahan drastis dari raut Cahyadi dan Bayu.

"Apa anda sedang mengakui kesalahanmu sekarang?" tanya Bayu, sontak membuat pak de Teo menatap ke arahnya.

Begitu mendapat celah, Bayu mengunci pandangan mereka. Punggung pak de Teo yang menegak, matanya yang melebar dan hidugnnya yang mengembang. Bayu tahu betul pria itu tengah disergap kecemasan akut.

"Aku rasa kalian terlibat konflik dan mungkin..." Bayu menghentikan kalimatnya sembari renanya terus menelusuri raut yang pak de Teo tampilkan.

"Karena pak Tohip tak sengaja membeberkan keinginanmu. Bukan begitu?" lanjut Bayu dengan Cahyadi yang terdiam di samping Bayu. Pikirannya bahkan tidak sampai pada kesimpulan itu.

Pak de Teo terdiam.

"Pak de Teo?" panggil Cahyadi, namun berakhir pada tatapan pria itu yang kian lama mengeras ke arah Bayu. Cahyadi menarik napas pelan, sepertinya situasi tak nyaman itu kini mulai menjangkiti dirinya.

Desa Bunglon (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang