tiga

818 115 7
                                    

Flashback on

Christy merasakan pipinya memanas serta perih. Tamparan yang diberikan oleh Ayahnya bahkan kini melukai sudut bibirnya.

"Kenapa kau berani-beraninya menampar adikku? Hah? Sialan!" Sebuah teriakan dan dorongan cukup kuat mampu membuat seseorang yang dipanggil Ayah oleh Christy itu mundur beberapa langkah.

"Dia tidak berguna Shani! Anak itu bahkan tak bisa menghasilkan uang sepertimu. Menyusahkan! Dia hanya parasit di keluarga ini."

"Cukup!" Bentakan yang diberikan oleh Shani akhirnya membuat bibir pria berjanggut kasar dengan aroma alkoholnya yang melekat, langsung terdiam mendengar suara milik anak sulungnya yang nyaring.

Tanpa mengatakan sepatah kata apapun lagi, Ayah mereka pergi begitu saja. Meninggal Christy dan Shani dengan perasaan yang berbeda.

"Sakit, Dek?" Shani bertanya lembut kala memapah adiknya itu untuk duduk di sofa milik mereka.

"Engga, Kak."

Shani menghela nafas lelah, akhir-akhir ini ia cukup banyak merasakan perubahan dalam diri adik satu-satunya itu.

"Tapi ... luka kamu harus ini diobati, Kakak ngambil obatnya bentar ya?" Shani bertanya lagi, yang kali ini mendapatkan sebuah anggukan dari adiknya itu.

Shani dengan sengaja memberi tekanan lebih ketika mengoleskan salap disekitar sudut bibir Christy, ingin melihat reasksi yang diberikan oleh adik semata wayangnya, sayangnya harapannya tak membuahkan hasil.

Adiknya itu bahkan sama sekali tidak meringis, seakan telah mati rasa "Selesai," Ucap Shani pada akhir memberikan kecupan di akhir pekerjaannya.

Reaksi yang diberikan adiknya itu cukup membuatnya tenang karna dapat melihat perubahan singkat air muka Christy meski hanya beberapa detik. Karna setelahnya, ia kembali pada mode tanpa ekspresinya, seakan tak bernyawa.

Tak lama kemudian, Christy bangkit, lalu membungkukkan badannya sebentar, "Terima kasih." Tanpa menunggu jawaban, Christy pergi begitu saja meninggalkan Shani yang masih belum bisa mencerna perilaku Christy yang berubah drastis belakangan ini.

Christy yang manis, yang selalu bermanja dengannya, bahkan akan memeluknya erat ketika melihat darah kini hilang seketika. Tanpa Shani tau apa penyebabnya.

.
.

Shani bisa merasakan bahwa kehidupan mereka bagaikan neraka dunia, Christy yang selalu diperlakukan kasar oleh Ayahnya tanpa sepengatahuanny selama ini, sedangkan Shani yang saat itu baru mulai beranjak dewasa terpaksa menjadi pelayan bagi pria-pria berhidung belang karna dijual oleh Ayahnya sendiri yang hanya bisa mabuk dan bermain judi.

Shani tidak melawan, ia pasrah. Tak apa dirinya melakukan itu asal adik kesayangannya itu tak melakukan hal yang dengan dirinya. Cukup ia yang menjadi korban ketidakwarasan orang tuanya sendiri.

.
.

Tangan Shani bergetar hebat, ketika tangannya dipenuhi oleh lumuran darah. Gadis bersurai panjang itu segera berlari ke kamar mandi, membasuh tangannya agar terhilang dari noda merah itu.

Kini perasaannya berkecamuk hebat, dirinya diselimuti ketakutan luar biasa.

Dengan nafas yang terengah, Shani terus berlari menyusuri jalan yang sepi, udara yang dingin sudah tak ia hiraukan. Pikirannya hanya tertuju pada adiknya saat ini.

Pintu yang dibuka secara kasar, membuat Christy terbangun dari tidurnya. Belum sepenuhnya nyawanya terkumpul, Shani menariknya dalam dekapan yang erat.

Christy hanya bisa nengikuti instruksi yang diberikan oleh kakaknya itu, sedari tadi Shani hanya menyuruh agar segera mengemas pakaiannya. Tanpa mengerti apapun yang terjadi, Christy hanya mampu menurut.

The InfiniteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang