𓂃݊𝙿𝚁𝙾𝙻𝙾𝙾𝙶݊𓂃

548 320 1K
                                    

SISTEM sensor yang terpasang di sekitar pintu otomatis itu pun bekerja. Pintu otomatis rumah sakit terbuka dengan halus, menyambut kedatangan pasangan suami-istri setengah paruh baya yang terburu-buru. Diikuti dengan beberapa bodyguard berbadan kekar di belakang mereka.

Mereka melangkah cepat, keringat hampir bercucur tapi tidak dengan jantung mereka yang berdetak lebih kencang dari biasanya. Tampak jelas wajah mereka terlihat panik, penuh kekhawatiran dan cemas, terutama sang suami yang mencoba menutupi kegelisahannya dengan ekspresi wajah yang cukup serius.

“ Aku harap semuanya berjalan lancar. Semua akan baik-baik saja, ” ucap wanita itu dengan suara cemas.

Suami dari wanita itu mengangguk setuju lalu berucap, “ Dirimu langsung saja temui mereka, ada yang harus ku urus di bagian medical receptionist. ”

Pria itu berbelok arah, berjalan ke menuju resepsionis yang tampak para staff disibukkan dengan tugas. Akan tetapi, beruntung salah seorang staff bagian resepsionis itu melihat kedatangan pria tersebut.

Staff itu selangkah maju ke depan, sementara staff lainnya sibuk berseliweran di belakangnya. “ Selamat datang ada yang bisa dibantu, Tuan? ” tanya staff resepsionis sambil tersenyum ramah.

“ Terima kasih sambutannya. Keperluan saya di sini hendak mengurus data administrasi pasien atas nama Audie Earlene Etheleramastra .... ”

“ Baik, segera kami urus, Tuan, ” ucap staff itu yang kemudian terduduk mengetikkan beberapa huruf pada keyboard.

Pria itu menoleh ke kanan dan ke kiri, barulah dirasa kondusif dirinya buka mulut untuk berbicara. “ Sekalian boleh saya meminta tolong kerja samanya? ”

Seketika staff itu menghentikan aktivitasnya. Kedua matanya menatap pria yang sekarang ini berdiri di hadapannya. Pria itu bergerak sedikit mencondongkan wajahnya, tatapannya lurus ke depan lalu menitahkan sesuatu pada staff resepsionis dengan perlahan dan tidak seorang pun bisa mengetahuinya.

Singkat waktu, pria itu memundurkan wajahnya. Raut wajahnya terlihat normal seraya berucap, “ Sebatas permintaan sederhana seorang pria tua yang tidak ingin keselamatan putri dan cucu kembarnya terancam. ”

“ Kecemasan yang Anda rasakan itu wajar, saya sangat mengerti, ” timpal pegawai resepsionis dengan pembawaan tenang.

Pria itu terlebih dulu mengucap terima kasih lalu menyusul istrinya, di mana menantunya akan menjalankan operasi.

Sepeninggal pria itu, seorang rekan kerja staff resepsionis bertanya, “ Bukankah pria tadi Tuan Berto Baldemar? ” Mendengarnya, staff resepsionis yang ditanyai memilih diam setelah sekilas mengulas senyum.

Setiap lorong rumah sakit yang bersih dan tenang berhasil Baldemar lewati. Setiap langkahnya pun dipenuhi harapan serta kekhawatiran yang berbaur.

“ Saya tidak peduli lagi dengan ibunya. Jadi, saya harap sampai sini dirimu bisa mengerti mana yang lebih penting untuk dipertahankan .... ”

Seorang pria yang notabene-nya sebagai ajudan, dibikin tidak habis pikir dengan keputusan menantu atasannya.

“ Selamatkan kedua bayi kembar saya! ”

Saya bisa pastikan, Anda akan menyesal di kelak kemudian hari, Tuan Gualterio. Batin ajudan itu.

Tidak berselang lama pria itu berjalan menghampiri ajudan lalu tanpa bersuara mengambil alih ponsel ajudannya.

“ Papa sangat kecewa dengan keputusan yang telah dirimu buat, Gualte, ” —Baldemar mengatur napasnya— “ ingatlah akan satu hal, siapa pun yang selamat nantinya jangan harap setelah itu dirimu bisa menemuinya! ”

۰𝑴𝒀𝑹𝑬𝑬𝑵۰ [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang