"Nanti.., kalo ada waktu kita liburan ya, bertiga.. Aku, kamu sama Afta."
"Katanya mau liburan... Kenapa malah pergi, sih?" Arin menatap wajah suaminya didalam sebuah figura.
Jari jarinya bergerak meraba permukaan bingkai itu dengan gerakan pelan. "Bahkan sampai sekarang Aku takut mau liburan berdua sama Afta. Aku takut gak ada kamu." Ucapnya pada foto mendiang suaminya.
"Aku butuh kamu.. anak kita udah besar dia tumbuh dengan baik.. kamu liat kan? Dia tampan seperti kamu." Ucapnya memberitahu.
"Kamu harus doain aku dari sana ya...,"
"Maaf..., Aku nggak bisa jagain Afta..."
Arin menggelengkan kepala dikala suara suaminya kembali terdengar ditelinga,
"Gapapa, Aku bisa jagain Afta kok..."Arin tersenyum, wajah lelahnya terlihat jelas ditambah lingkar hitam dibawah matanya, efek terlalu sibuk dan kurang istirahat, mungkin.
"Afta..., Jangan ambil dia ya.. jangan.. jangan—"
"Mama..."
Arin buru -buru menyimpan kembali bingkai foto mendiang suaminya kedalam laci meja disebelah kasurnya. Lalu dengan wajah tersenyum, ia memanggil anak lelakinya agar mendekat.
"Afta boleh tidur disini nggak?? Di kamar Afta sempit lho.."
Kedua alisnya terangkat tanpa ia sadari, "sempit?? Sejak kapan kamar kamu jadi menyusut." Tanyanya penuh keheranan.
Sementara itu anak lelakinya yang kini sudah berbaring dengan pahanya yang dijadikan bantalan hanya dapat tersenyum hingga gigi rapihnya yang terlihat.
"Alesan.., bilang aja kamu kangen sama Mama." Mendengar ucapan ibunya, Afta malah semakin melebarkan senyumnya,bahkan Ia tidak merasa malu menenggelamkan wajahnya didepan perut rata miliknya. "Coba Papa masih ada.. aku ingin minta adek.. adek cowo biar bisa aku ajak kelahi." Katanya tanpa menyadari perubahan pada raut wajah sang ibu.
"Kenapa sih Afta gak boleh main,Ma? Temen Afta pada kemana semua ya?" Afta memandang wajah ibunya dengan tatapan polos, dan Arin hanya mampu tersenyum.
"Ada... Temen kamu itu ada kok, cuma kan mereka nggak disini.."
Afta bangkit dari posisi berbaringnya, kini ia duduk menghadap wanita dengan tatapan penasaran. "Iya kah? Emang mereka dimana sih? Kok pada nggak ada yang kontek aku."
"Mereka kan sekolah... Diluar negri sana, jauh...Afta mau nyusul mereka emangnya?"
Mendengar pertanyaan sang ibu, bocah lelaki itu terlihat berfikir. "Emang bisa gitu ya Ma... Terus kenapa Afta harus sekolah sendirian?"
"Afta kan sakit... Mama nggak mau kamu sampe kecapean terus kambuh lagi." Mendengar penuturan sang ibu, Afta sedikit tidak terima.
"Aku nggak sakit ya!! Afta sehat, Mama aja yang berlebihan." Usai dengan kalimatnya Afta bangkit, menuruni ranjang besar milik ibunya lalu melangkah keluar dengan langkah dihentakan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET PAIN 2 || LEE JENO
Fiksi PenggemarAku kembali berharap bisa merasakan sedikit bahagia yang dulu sempat tabu kurasa. Aku kembali dengan raga yang sama. Untuk kali ini, rengkuhlah aku yang rapuh ini. Berikan aku pelukan yang hangat.. yang tulus tanpa harus menyakiti. Berikan aku ke...