23. Misunderstanding

5.3K 410 39
                                    

"Lu apa-apaan sih Gi?" Haikal memulai obrolan dengan suara pelan yang lebih mirip bisikan ketika berhasil membawa Gianna menjauh, tepatnya kini mereka berada di teras rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lu apa-apaan sih Gi?" Haikal memulai obrolan dengan suara pelan yang lebih mirip bisikan ketika berhasil membawa Gianna menjauh, tepatnya kini mereka berada di teras rumah. Haikal sengaja membuka pintu lebar-lebar agar bisa mengawasi kedua orang tua dan adiknya yang masih berada di ruang keluarga.

"Apa?"

"Elu ngapain beliin hadiah buat Ibu, Ayah, sama Kaila?" tanya Haikal sekali lagi. Perkataannya masih penuh kehati-hatian.

Seperti yang wanita itu duga sebelumnya, Haikal sudah pasti akan memarahinya. Namun Gianna merespon dengan berlagak polos, "Ya kenapa? Emang nggak boleh sesekali gue beliin mereka sesuatu?"

"Motivasi lu apa ngelakuin itu? Mana lu belinya barang-barang mahal semua. Biar apa hah gua tanya?"

"Ya pengen aja. Kebetulan gue juga baru dapet rejeki gede, jadi yaudah. Toh gue juga udah lama nggak kesini, masa gue dateng nggak bawa apa-apa."

"Kan gua udah bilang berkali-kali nggak usah. Mending duitnya lu tabung. Ngapain juga beli barang-barang nggak penting kaya gitu? Mana dikasih buat orang lagi. Kebanyakan duit lu?"

"Yaudah sih, udah terlanjur. Lagian gue ikhlas, terus mereka juga seneng. Sekarang apa masalahnya?"

"Masalahnya elu susah payah sampe kerja nggak bener buat dapet duit itu. Jadi nggak usah lah sok ngasih hadiah buat orang lain, di saat lu sendiri aja masih banyak tangungan yang lebih penting."

Gianna terdiam selama beberapa saat. Pada dasarnya dia tidak mau berfikir demikian, tetapi dia mulai salah mengartikan kemarahan Haikal. "Iya, maaf. Gue tau kok lo pasti nggak suka karena gue ngasih hadiah buat keluarga lo dari duit haram."

"Nah kan mulai deh ini anak otaknya mikir aneh-aneh. Maksud gua bukan gitu Gianna." Haikal menyentil kening wanita di hadapannya dengan cukup keras hingga membuatnya mengaduh kesakitan.

Gianna reflek mengelus bekas sentilan di dahinya. Dengan wajah tertekuk kesal, dia merengek sambil gelendotan di lengan Haikal, "Makanya jangan marah-marahin gue gitu dong. Udahan kek marahnya, kan gue udah minta maaf. Gue nangis nih ya lama-lama."

Jika sudah dihadapkan dengan rengekan manja begitu, Haikal dipastikan akan mengangkat kedua tangannya di atas kepala, yang mana merupakan tanda bahwa menyerah tanpa syarat. Entah sampai kapan, wanita di depannya ini selalu menjadi kelemahan terbesarnya.

*****

Gianna berjalan menghampiri Haikal yang sedang berada di ruang TV. Pria itu duduk di atas sofa dengan kaki yang dinaikkan satu. Wanita itu berdecak kesal ketika melihat Haikal fokus sekali menonton pertandingan MotoGP di layar kaca.

Apakah dia lupa kalau dua jam lagi mereka akan menghadiri resepsi pernikahan saudaranya. Yang mana itu merupakan alasan utama mengapa mereka jauh-jauh datang ke Bandung.

"Kalo tiba-tiba TV nya gue matiin lo marah nggak?"

"Enggak lah. Palingan lu cuma gua cekek doang," jawab Haikal tanpa mengalihkan tatapannya pada tayangan di layar TV.

Friends With Benefits [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang