Sudah banyak bagian istana yang dijelajahi. Wulandari terlihat sangat antusias dan belum menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Prabaswara tertawa kecil melihat semangat Wulandari yang membara.
Hanya tersisa dua tempat yang belum mereka pijak: Puri Salaka dan Puri Kencana yang terletak bersebelahan di bagian sayap kanan kompleks istana. Prabaswara sangat jarang mengunjungi kedua puri tersebut. Dengan melihat bangunannya saja Prabaswara sudah gentar. Penjagaannya juga sangat ketat, tidak sembarang orang bisa masuk. Ditambah hubungannya yang tidak terlalu baik dengan penghuninya, membuatnya semakin jarang berkunjung.
"Puri Salaka ini tempat tinggal putra mahkota. Sementara di sebelahnya yang paling mewah, Puri Kencana, tempat tinggal prabu dan permaisuri," jelas Prabaswara.
Mereka sudah berdiri di antara bangunan depan Puri Salaka dan Puri Kencana. Tapi Prabaswara tidak berminat melangkah lebih jauh.
"Ada apa, Kanda?"
"Sepertinya kita tidak bisa masuk. Tidak sembarang orang bisa memasuki Puri Kencana maupun Salaka jika bukan urusan genting. Aku hanya kemari jika dipanggil Ayah ataupun Eyang."
"Baiklah kalau begitu. Kita kembali saja ke kamar."
Mereka balik badan, bersiap kembali ke Puri Klawu. Tapi suara pintu masuk puri yang berdecit diiringi langkah kaki mengagetkan mereka.
"Sedang apa kalian di sini?"
Prabaswara terpaku sejenak. Itu suara eyang putrinya, sang ratu.
"Sedang apa kalian?" Sang ratu mengulangi pertanyaannya, dengan nada yang lebih tegas.
"Kami hanya sedang menjelajah bangunan istana, Eyang." Prabaswara menjawab gugup.
"Cara kalian berbulan madu sungguh konyol." Ratu Gangganggeni menuruni anak tangga dan keluar gapura puri, menghampiri cucunya.
Bulan madu? Prabaswara dan Wulandari bersitatap. Prabaswara mengajak Wulandari berkeliling istana agar Wulandari terbiasa dengan lingkungan barunya. Mengapa sang ratu menganggap hal ini sebagai cara mereka berbulan madu?
"Kami tidak terpikirkan bulan madu, Eyang. Dan sepertinya kami juga tidak akan berbulan madu," jawab Prabaswara. Untuk apa pula bulan madu, jika mereka saja belum berani tidur bersama?
"Oh, ya... kasihan sekali kalian tidak memiliki niat berbulan madu. Tidak seperti pasangan suami istri pada umumnya."
"Kami pamit kembali ke Puri Klawu, Eyang. Permisi." Prabaswara pamit dengan sopan, diikuti Wulandari.
Waktu berkeliling telah usai. Kini timbul pertanyaan di benak Prabaswara: sepenting itukah berbulan madu?
***
"Apa kau ingin berbulan madu?"
"Kenapa kau jadi terpikirkan bulan madu?" Wulandari balik bertanya.
"Entahlah. Aku jadi terpikirkan ucapan Eyang tadi. Jika kau ingin berbulan madu, aku akan meminta izin. Tapi aku tidak tahu tempat menarik seperti apa yang kau inginkan untuk berbulan madu."
"Sepertinya tidak perlu. Bulan madu jadi sarana mereka memaksaku untuk
segera mengandung.""Kau benar, Dinda. Kesepakatan kita akan kacau jika kita berbulan madu. Aku juga belum siap menjadi orang tua. Menikah secepat ini saja masih terasa seperti mimpi."
"Daripada berbulan madu, aku lebih ingin kau memperbolehkanku belajar," ujar Wulandari lirih.
"Kau ingin belajar?"
"Iya. Tapi aku takut tidak boleh belajar lagi setelah menikah." Wulandari menunduk sedih.
"Tentu saja boleh! Aku tidak akan melarangmu untuk belajar, Dinda. Banyak buku menarik di perpustakaan sentral yang bisa kau baca. Kau juga bisa mengikuti pelajaran Guru Banawa bersamaku." Prabaswara bisa menilai ketertarikan Wulandari akan ilmu saat berada di perpustakaan tadi. Wulandari terlihat kagum dengan buku-buku di perpustakaan yang tertata rapi. Jika saja tidak bertemu Larasati, pasti Wulandari tidak ingin pergi dari perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prabaswara [Complete√] ~ TERBIT
RomancePrabaswara adalah pangeran Kadhaton Tirta Wungu yang kehadirannya antara ada dan tiada. Prabaswara kerap mendapat perlakuan buruk dari keluarganya. Ia sangat takut tak ada putri yang mencintainya karena status dan kondisinya. Wulandari adalah putri...