28. 🌵Hadirnya Arki untuk Mika🌵

105 22 2
                                    

Mika duduk di ranjang pasien, sedangkan seorang dokter laki-laki yang masih berumur 30 tahunan tengah mengobati luka di sampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mika duduk di ranjang pasien, sedangkan seorang dokter laki-laki yang masih berumur 30 tahunan tengah mengobati luka di sampingnya. Arki berdiri tak jauh di depan Mika. Padahal sang pemilik luka terlihat biasa saja, tapi malah Arki yang meringis ngeri.

Arki sampai menggigit ibu jarinya dengan kerutan di kening. Sudah tahu luka itu bisa membuatnya bergidik ngeri, tapi tetap saja Arki terus memperhatikan kegiatan Pamannya yang sedang mengobati luka goresan di depan telinga Mika dengan telaten.

Ya, klinik yang ada di depan komplek itu adalah tempat praktek pamannya, adik dari Bundanya. Arki mengenal dekat pamannya. Makanya sedari tadi pamannya itu tak banyak bertanya perihal luka Mika karena sudah berkompromi sebelumnya.

Arki baru bisa bernapas lega saat dokter Germa selesai membalut luka itu. Mungkin bagi Mika masih terasa biasa saja karena efek dingin di area lukanya.

"Untungnya luka goresan itu tidak terlalu dalam, jadi tak perlu di jahit. Setelah berkali-kali diberi salep luka, nanti sobekannya pasti menyatu lagi," ujar dokter Germa.

Mika mengangguk paham. Ia menunduk dan tak berani melirik Arki yang terus memandangnya. Mika tahu persis tatapan itu, tatapan iba yang selalu ia terima sejak kecil. Saat di sekolah dasar, luka Mika ketahuan oleh guru. Tatapan Arki kini persis seperti guru yang pernah ia temui itu.

"Ini resep obat." Dokter Germa memberikan satu lembar kertas pada Arki. "Nanti ambil di loker obat."

"Makasih, Om. Untungnya Om masih ada di klinik," balas Arki.

"Iya, sama-sama." Sekilas dokter Germa melihat Mika. Lalu, menepuk beberapa kali bahu Arki. Lewat tatapannya seakan mengerti siapa cewek yang Arki bawa itu. "Kalo gitu, Om pulang duluan. Kalo butuh apa-apa lagi, kamu bisa minta bantuan dokter lain atau perawat."

Arki mengangguk. "Iya, Om."

Setelah kepergian pamannya, Arki langsung mendekati Mika. "Kita pulang sekarang?"

Mika yang awalnya menunduk, kini menarik kedua sudut bibirnya dan memberanikan diri untung mendongak, melihat Arki secara dekat. Meski Mika menyembunyikan luka di hatinya dengan senyuman, Arki sekarang tetap tahu bahwa, Mika tidak baik-baik saja.

Arki kembali memasangkan jaketnya di tubuh Mika, hanya disampirkan di bahu, tanpa memasukan tangan Mika. Mereka keluar dari ruangan pasien itu. Arki menyuruh Mika untuk duduk terlebih dahulu di tempat tunggu selagi Arki mengambil obatnya.

Karena tempat itu hanya sebuah klinik, jadi tempat obatnya tak terlalu jauh. Masih berada di jangkauan mata Mika. Mika memandang punggung Arki dengan hati terenyuh. Dugaan Mika salah, Arki tidak menghakiminya sama sekali. Arki sama sekali tak menanyakan hal-hal yang membuat Mika berat menjawab.

Mata Mika terus tertuju pada sosok jangkung yang kini tengah memperdulikannya. Siapa yang sangka Arki akan membuat Mika merasa terlindungi? Di saat seperti ini, Arki malah membuatnya tenang. Biasanya, setelah terluka, Mika merasakan hatinya sempit, sampai napasnya terasa begitu sesak.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang