ACDD 08# HADIAH UNTUK PEMUDA BERSORBAN

27.1K 1.9K 40
                                    

ACDD 08# HADIAH UNTUK PEMUDA BERSORBAN

"Menikah itu bukan persoalan usia sudah pantas atau tidak. Juga bukan soal siapa yang lebih cepat atau lambat, tapi soal kesiapan. Menikah itu merupakan ibadah terpanjang dan paling berat cobaannya. Untuk mengarungi bahtera rumah tangga, saya butuh partner yang handal yang siap saya ajak berlayar dan menghadapi semua rintangan. Agar ketika badai menerpa, kita sama-sama berjuang keras. Agar ketika ombak berusaha menghancurkan, kita sama-sama punya tujuan yang kuat untuk bertahan sampai kepelabuhan terakhir, menuju jannah."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊🕊🕊

Gus Alfatih tersenyum lebar saat turun ke meja makan hendak sarapan, keluarganya sudah berdiri menyambutnya di sana untuk memberikannya selamat dihari miladnya. 
Padahal usianya sudah memasuki 24 tahun tapi masih saja dirayakan seperti itu. Saat bertanya alasannya, mereka hanya ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan atas bertambahnya usianya.

"Mabruuk Alfa mabruuk... 'alaika mabruuk
Mabruuk Alfa mabruuk... 'alaika mabruuk
Mabruuk alfa mabruuk yawmiiladik mabruuk..."

Ning Naya yang pertama kali memeluk putranya dan memberikan selamat untuknya. "Selamat hari hari milad, Nak. Semoga Allah memanjang umur kamu. Bisa bertambah lagi taatnya, taqwanya dan amal shalihnya."

Gus Alfatih mengamini doa uminya dalam hati lalu mencium keningnya dengan penuh kasih sayang. "Terimakasih, Umi yang MasyaAllah Jamiilah."

"Bisa aja kamu, Bang."

Gus Adnan menepuk bahu putranya dan menatapnya dengan lekat. Terharu langsung memeluk putranya itu. Netranya berkaca-kaca. Gus Adnan masih tidak menyangka putranya yang dulu masih bayi dan sering ia timang-timang, kini telah tumbuh dewasa dan menjadi kebanggaannya.

"Selamat atas bertambahnya usiamu, Nak. Doa baik-baik dari Abi selalu menyertaimu."

"Terimakasih, Bi."

Ning Ainun mendekati Gus Alfatih dengan membawa nasi tumpeng di tangannya yang ia buat sendiri. Gadis berusia 20 tahun itu berjinjit dan mencium pipi kanan kakaknya.

"Sanah helwah, Bang. Semoga semua keinginan Abang terkabul. Aku buat nasi tumpeng nih. Mau gak?"

"Suapi," pinta Gus Alfatih yang langsung dituruti oleh adiknya. Lalu bergantian dirinya yang menyuapi Ning Ainun.

Terakhir Gus Afnan sudah mengambil ancang-ancang untuk melumuri pipi kakaknya dengan tepung yang ia sembunyikan di belakang punggungnya. Namun, Gus Alfatih sudah mengetahui gerak-geriknya dan mengambil plastik berisi tepung tersebut.

"Kamu kira Abang bodoh?"

"Ck, Abang gak seru!" decaknya. Kemudian dia langsung memeluk kakaknya dan mengucapkan ucapan selamat di sana.

"Barakallah fii umrik, Bang. Semoga lekas nikah biar sainganku gak ada lagi," celetuknya yang memang sudah merasa lelah kalah saingan dengan kakaknya. Perkataanya sukses membuat keluarganya tertawa.

Gus Alfatih mengaminkan doa baik adiknya. Selama setahun ini, ia memang sudah memantapkan dirinya untuk menikah. Namun, ia masih memilih-milih gadis mana yang cocok untuknya. Gus Alfatih tidak mau asal pilih yang nantinya akan membuat dirinya menyesal.

"Abang kan masih belum punya calon, Nan. Jadi mau nikah sama siapa?" heran Ning Ainun.

"Ya carilah, Mbak. Masa muka ganteng kayak gitu gak laku."

Gus Adnan dan Ning Naya berpandangan cukup lama lalu tertawa mendengar ucapan Gus Afnan. "Sudah, sudah bercandanya nanti lagi. Sekarang waktunya sarapan," lerai Gus Adnan yang sudah merasa lapar. "Habibati, bisa tolong ambilkan aku makanan."

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang