MATA Jeno memejam. Ini sudah kali ketiga dirinya terbangun.
Menjadi bagian dari keluarga Na memang bukan impian atau harapan seorang Lee Jeno. Dua tahun adalah waktu di mana Jeno mengenal Jaemin sebagai rival, bukan orang terdekat apalagi seorang pacar. Namun kini, dia berbaring di sofa ruang tengah di rumah Na Jaemin dengan status sebagai istri sah dari cowok itu. Memang terlalu cepat, namun waktu pun tidak bisa menghentikan pernikahan itu supaya tidak terjadi.
Jeno menghela napas. Matanya menerawang menatap langit-langit.
Sebelum pernikahan itu usai, tepat ketika acara terakhir digelar, Jaemin berbicara padanya dengan suara pelan agar tidak didengar siapapun. Cowok itu berbisik :
"Denger Jen, gue rela ngelakuin ini karena dalem perut lo ada anak sialan itu. Lo tau? Dia akan berguna di masa depan sebagai penerus keluarga Na. Itu pun kalo anaknya cowok."
"Tapi kalo cewek?" Tanya Jeno sembari menenggak sirup—karena dirinya dilarang keras meminum alkohol oleh Suzy.
"Kalo cewek?" Jaemin tersenyum miring. Cowok itu sengaja mendekatkan bibirnya ke telinga Jeno. "Gue buang."
Jeno tahu. Jaemin pasti sengaja mengatakan itu biar menjadi beban pikiran Jeno. Hanya saja cowok itu tidak peduli dengan apa yang Jaemin katakan. Untuk saat ini ada yang jauh lebih penting dari memikirkan hal itu. Cowok itu harus berpikir bagaimana caranya beradaptasi dengan suasana baru. Apalagi tidak ada yang membimbing Jeno untuk ke depannya seperti apa. Dia benar-benar harus belajar mandiri. Belajar bagaimana mengurus rumah tangga.
"Bentar, kok gue geli sendiri mikirin itu." Gumam Jeno sembari bergidik ngeri.
"Seumur-umur gue belum pernah pacaran. Tapi sekarang tiba-tiba udah nikah? Terus kalo udah nikah ngapain?" Tanya Jeno bingung. Tapi bibirnya tersenyum geli.
"Idih anjir geli gue! Geliiiii!!"
Jeno menutup wajahnya dengan bantal sofa. Cowok itu ngakak nggak jelas sambil memikirkan hal-hal yang biasanya ibu-ibu rumah tangga lakukan untuk melayani suaminya. Misal, merapikan dasi ketika sang suami hendak berangkat kerja. Bedanya Jeno memasangkan dasi pas Jaemin mau berangkat sekolah. Anj! Geuleuh. Lebih jijik lagi kalau Jaemin bilang;
"Aku berangkat dulu ya sayang. Jaga diri kamu sama anak kita baik-baik."
Kan geuleuh ih.
Mampus. Kehidupan Jeno sebentar lagi akan dipenuhi drama pasutri versi teen age. Tapi jangan sampai pernikahannya dipenuhi masalah, cukup ini saja yang membuatnya terbelenggu oleh tali suci, jangan ditambahkan lagi dengan drama-drama picisan apalagi hadir sosok ulet bulu alias pelakor jahannam.
Omong-omong, sekarang Jeno benar-benar tinggal di rumah Jaemin hanya berdua. Iya. Berdua. Hal ini dimaksudkan agar mereka berdua bisa menjadi lebih dewasa dan mandiri. Joonho yang mengusulkan ide ini. Minhyun yang pertama kali setuju, diikuti Jaemin yang iya-iya saja pisah rumah dengan orangtuanya.
"Ah anjir. Sekarang hidup gue nggak bisa bebas." Dumel Jeno. Cowok itu kembali tiduran sembari melirik jam yang menggantung di dinding. "Pengen cepet-cepet siang. Tapi ..., gue harus ngapain ya pas Jaemin udah bangun nanti? Gue buatin kopi? Teh? Susu? Atau gue masak buat dia gitu?"
Jeno mendecak kesal, "idih najis, ogah banget. Lagian gue istrinya bukan pembantunya."
"Eh? Ngomong apaan lo?!" Jeno refleks memukul mulutnya sendiri. Cowok itu menggerutu kesal sembari mengubah posisi menjadi tengkurap.
Jeno menarik bantalnya dan mencari posisi nyaman. Setelah itu barulah Jeno menutup mata mengingat masih jauh menuju pagi. Cowok itu tidur tanpa mengenakan selimut karena Jaemin hanya melemparkan bantal dan juga guling, sementara cowok Na itu enak-enakan tidur di kasur king size dengan selimut tebal membungkus tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Marriage [JAEMJEN] ✓✓
Fanfiction*** "Mewek mulu kerjaan lo," sinis Jaemin sembari menatap Jeno tajam seperti tatapan elang yang mengintai mangsanya. Jeno menggigit bibirnya, mungkin ini bawaan bayi, jadi hati Jeno lebih sensitif dari biasanya. "Gue gak nangis. Cuma kelilipan aja...