"Mau ke mana lo?"
JENO langsung berdiri begitu melihat Jaemin keluar dari kamar. Bukan itu yang membuat Jeno buru-buru bertanya, tetapi karena penampilan rapih Jaemin. Cowok itu mengira bahwa Jaemin pasti akan hang out bersama teman-temannya itu, sedangkan Jeno? Bahkan teman saja tidak punya, jadi untuk apa Jeno keluyuran malam-malam begini?
Jaemin tidak menjawab. Cowok itu masih menatapnya sinis karena kejadian tadi pagi yang sangat amat membuatnya jengkel. Kaki Jaemin melangkah pergi tanpa mengindahkan tatapan penuh permohonan Jeno, yang dapat Jaemin asumsikan bahwa Jeno menyuruhnya tetap di rumah lewat tatapan mata itu.
"Jaem?" Jeno mencekal pergelangan tangan Jaemin. Cowok itu mencegahnya untuk pergi atau— "gue ikut, ya?" tanya Jeno diselipi harapan bahwa Jaemin akan mengiyakan permintaannya.
"Ikut?" Ulang Jaemin. Cowok itu mengempaskan tangan Jeno cukup kasar. "Gue nggak mau bawa-bawa beban kayak lo."
Jaemin mendorong bahunya, dagunya menunjuk ke arah kamar. "Tidur sana. Orang hamil kayak lo perlu banyak istirahat," sindirnya sembari tersenyum mengejek. "Dan gue? Bakalan senang-senang tanpa lo. Bye!"
"Tapi—" Jeno menghentikan ucapannya sendiri setelah melihat ketidakpedulian dari sorot mata Jaemin. Cowok itu menggigit bibir bawahnya dan membiarkan Jaemin pergi begitu saja. Jeno menatap pintu yang terbanting cukup kuat tepat di depan hidungnya. Cowok itu mendengkus keras karena sikap Jaemin yang semakin cuek.
"Anjir," gerutu Jeno sebal. Cowok itu memilih berbalik menuju dapur. "Astaga!! Kesel anjink! Kenapa hidup gue jadi kayak gini!" Gumam Jeno sewot, tangannya membuka pintu kulkas sembari menatap isi kulkas yang kosong melompong. Di sana cuma ada beberapa kaleng minuman bersoda, itupun milik Jaemin.
"Si Jaemin bener-bener ya. Padahal tadi siang keluar, kenapa nggak sekalian belanja." Omel Jeno. Dia kembali menutup pintu kulkasnya, berjalan gontai sambil mendudukkan dirinya di kursi.
"Laperr .... Biasanya ada Jisung yang masakin buat gue," Jeno menidurkan kepalanya di atas meja. Tiba-tiba saja Jeno teringat Jisung, bagaimana kabar cowok itu? Apa Jisung benar-benar sudah membuangnya? "Padahal kita udah lama bareng-bareng, tapi dia tega membuang gue kayak gini."
Jeno menggigit bibirnya. Jari telunjuknya menggambar pola abstrak di atas meja. Sebenarnya Jeno itu anak manja, dan hanya Jisung yang tahu sisi lain dirinya karena Jeno sering bersikap manja pada Jisung. Tapi apa kabar sekarang? Bahkan Jeno harus mati-matian menahan emosinya setiap kali dibentak Jaemin.
"Jaemin punya pacar nggak si?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirnya tanpa sadar. Namun sesaat setelahnya, Jeno menegakkan punggungnya. Seolah tersengat listrik, cowok itu merasakan sesuatu yang luar biasa menyentak hatinya. Memikirkan Jaemin memiliki pacar, lalu cowok Na itu menjelaskan secara detail atas keadaannya kepada si pacar—seandainya pacar Jaemin tahu—, dan entah kenapa itu membuat hati Jeno merasa kesal tanpa sebab.
"Jangan-jangan dia mau nemuin pacarnya?!" Kata Jeno setengah memekik. Tangannya refleks memukul meja.
"Gila! Apa yang gue pikirin?!" Jeno meremas rambutnya.
"Tapi ... kok agak nyesek ya?" Tanyanya heran. Padahal Jeno tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya.
******
"Nih anak baru keliatan batang idungnya, dari mana aja lo?" Tanya Haechan sewot saat Jaemin memasuki basecamp mereka.
Jaemin mendudukkan diri di samping Boemgyu yang sibuk bermain handphone. Cowok itu membuka kaleng soda yang ia ambil di vending machine yang tepat berada di depan basecamp. Sebelah kakinya terangkat ke atas meja, sedangkan sebelahnya lagi tertumpu pada paha Beomgyu membuat cowok itu berdecak kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Marriage [JAEMJEN] ✓✓
Fanfiction*** "Mewek mulu kerjaan lo," sinis Jaemin sembari menatap Jeno tajam seperti tatapan elang yang mengintai mangsanya. Jeno menggigit bibirnya, mungkin ini bawaan bayi, jadi hati Jeno lebih sensitif dari biasanya. "Gue gak nangis. Cuma kelilipan aja...