25. Anjing Besar Helmia (3)

309 43 1
                                    


Setumpuk dokumen berada di atas meja, pena bulu angsa tercelup di dalam tinta hitam pekat, dan surat-surat yang berasal dari berbagai kalangan bangsawan masih tertutup rapat di atas troli setinggi pinggang. Laporan masih banyak berdatangan dari berbagai wilayah. Laporan itu Sebagian besar merupakan laporan para kesatria dan petugas resmi istana yang bertugas di bawahku. Sementara surat-surat dari para bangsawan sudah bisa kutebak apa isi di dalamnya. Mereka banyak mengirimkan salam dan mungkin beberapa ada yang mengundangku ke wilayah mereka.

Aku akan membenci jika ada surat yang berisi permintaan perjodohan. Untungnya sejauh ini tidak ada bangsawan bodoh yang mengirimkannya.

Begitu selesai menandatangani dokumen wilayah, aku meneguk teh hijau yang sudah disiapkan oleh pelayan. Biskuit sudah habis, dan kurasa dokumen untuk pagi ini sudah cukup aku kerjakan.

"Yang Mulia Putri, apa perlu saya panggilkan pelayan untuk mengganti piring biskuit?" Ricard berdiri mematung dengan kedua tangan terlipat di belakang tubuhnya. Sudah sejak lama dia berdiri di dekat meja kerja, aku yang memintanya begitu. Kemarin, setelah kejadian di hutan tempat Anjing Besar Helmia tinggal, aku segera memanggil Ricard dan menyuruhnya untuk menjadi kesatria pribadiku untuk sementara.

Aku menyandarkan tubuhku ke kursi, "tidak, aku sudah selesai."

"Perlukah saya bereskan semua ini?"

"Bukan tugasmu. Ikut aku ke lapangan latihan."

Ricard mengangguk, lalu bersamaku pergi menuju ke lapangan tengah. Dari lorong lantai dua aku memperhatikan para kesatria yang sedang berlatih disana. Sisa pasukan yang tidak ikut dalam medan perang, mereka diharuskan tetap menjaga dari dalam Allieru.

Aku menuruni tangga, mengintip ke sisi lapangan lain. Aku yakin seharusnya Mai berlatih di lapangan ini. Setelah pembicaraan kami kemarin, Mai jadi sibuk dengan pelatihannya yang aku jadwalkan dimulai secepat mungkin. Pagi tadi saja dia tidak ada di kamar untuk membangunkanku, menurut jawaban yang aku dapat dari Cilla yang menggantikan Mai, Mai sudah mulai berlatih dari sebelum matahari terbit. Aku tidak tahu jika perkataanku kemarin sampai mempengaruhinya begini, atau Mai memiliki alasan lain untuk berlatih sekeras itu.

Begitu aku sampai di lapangan, beberapa kesatria menoleh lalu mendatangiku, "selamat pagi, Yang Mulia Putri."

"Selamat pagi, lanjutkan latihan kalian, aku hanya ingin melihat."

Para kesatria terlihat tidak tenang, mereka seperti terganggu saat aku datang. Ayunan pedang mereka tidak sekuat saat aku melihat mereka dari atas. Bahkan sampai ada kesatria yang salah melangkah, yang seharusnya menjadi dasar keterampilan bagi kesatria Allieru.

"Tidak perlu gugup, seperti yang aku katakan bahwa aku hanya akan melihat kalian berlatih," sepertinya mereka gugup karena ini pertama kalinya mereka bertemu secara langsung denganku. Melihat seorang putri yang selama belasan tahun disembunyikan mungkin membuat mereka tegang. Meski aku sudah tidak melihat kea rah para kesatria, tetap saja aku merasakan tatapan-tatapan tegang mereka.

Aku kembali berjalan menyusuri lapangan, Mai masih belum kutemukan. Apa dia tidak berlatih di tempat ini?

"Maaf sebelumnya jika saya lancang, apa yang sedang Yang Mulia Putri cari? Saya memperhatikan Yang Mulia Putri bahkan tidak tertarik dengan Latihan para kesatria disini."

Jahat sekali pemikirannya, padahal aku juga peduli pada kalian, "Mai, aku sedang mencarinya."

"Mungkin dia sedang berada di aula Latihan."

"Tidak, aku yakin seharusnya dia ada disini," karena aku sendiri yang menyarankannya untuk ikut berlatih dengan para kesatria di lapangan utama.

"Nona?" aku segera berbalik begitu mendengar suara Mai, suara itu berasal dari belakang. Di tangan Mai, dia memegang sebuah busur dan anak panahnya. "Apa yang Nona lakukan disini?"

Until I DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang