BAB XLIII : Jangan tinggalkan aku, ya?

134 22 5
                                    

Di hari-hari mendebarkan Preticia menunggu hari pernikahannya tiba, ia diliputi rasa kecemasan yang tak pasti. Pikiran negatifnya mulai mengusainya saat ia merasa bahwa tak mungkin semua rencana mereka akan berjalan sesuai dengan keinginan mereka.

Setiap kali Preticia bangun dari tidurnya, ia akan dihantam dengan perasaan yang menyesakkan, seakan sudah tak ada kebahagiaan lagi ketika dirinya membuka mata. Perasaan dominannya hanyalah rasa takut akan ketidakpastian takdir yang terkadang tidak memihak kepadanya.

Di samping itu, Eldrick terus saja bersamanya. Memberikan perhatian yang membuat Preticia merasa semakin tak enak hati kepadanya. Meskipun Preticia merasa cara Eldrick mendekatinya terlalu berlebihan, namun Eldrick terlihat tulus melakukannya. Perjuangannya untuk membuat Preticia jatuh cinta benar-benar menyentuh hatinya.

Preticia juga tak bisa bohong bahwa terkadang ia merasa berdebar saat bersama dengan Eldrick, dan saat itu ia langsung mengingat Lynch, merasa seakan ia telah mengkhianati cinta Lynch.

Saat ini Preticia sedang disibukkan dengan mencoba gaun pengantin yang sudah dipesan untuk dipakai di hari pernikahannya dengan Pangeran Eldrick. Semua orang sungguh terlihat bahagia dalam menantikan hari pernikahannya, terutama keluarganya, dan itu membuat Preticia jadi merasa bersalah pada mereka.

Ayahnya yang melihat Preticia dibaluti dengan gaun yang cantik pun mendekat ke arahnya dengan tangis haru yang membasahi pipinya.

"Kau sudah besar putriku, sebentar lagi kau akan menikah dan menjadi seorang istri. Ayah sungguh bangga kepadamu, Nak!" kata Duke Maivolery sembari memeluk Preticia.

"Iya Ayah," Preticia ikut menangis karenanya, tangisannya membuat Preticia tak mampu berkata-kata lebih banyak lagi. Dalam hatinya ia terus mengucapkan kata maaf pada Ayahnya karena besok ia akan mengecewakannya.

"Ayah bangga dengan pilihanmu Preticia, terima kasih karena kau sudah mau menerima Pangeran Eldrick sebagai calon suamimu. Percayalah pada Ayah, kau tidak akan menyesalinya dan dia adalah pilihan terbaik untukmu!"

Secara bergantian, Victoria memeluknya juga dengan penuh haru. "Sebenarnya Ibu masih kesal kepadamu. Tapi Putra Mahkota Eldrick mengatakan bahwa apa yang terjadi tidak sepenuhnya kesalahanmu dan kau tidak pantas untuk dibenci, itu sebabnya Ibu memaafkanmu. Tapi kali ini tolong dengarkan Ibu, Putra Mahkota Eldrick adalah pilihan yang terbaik untukmu. Dia begitu mencintaimu," katanya. Lalu digantikan dengan Duchess Lexia dan Cassiopeia yang ikut memeluk Preticia secara bergantian.

Begitupun dengan kedua kakaknya, Alicia dan Elicia yang datang menghampirinya.

Alicia memegang dagu Preticia dengan lembut, matanya berkaca-kaca penuh kelembutan. "Kakak sayang kepadamu, Preticia." Ujarnya. "Begitu pula dengan Elicia, tapi dia malu mengakuinya."

"Apasih, Kak?" Wajah Elicia memerah, entah karena kesal atau karena malu.

"Aku tahu." Kata Preticia sembari memeluk kedua Kakaknya itu erat. "Maafkan aku, Kak. Aku terlalu banyak merepotkan kalian," ujar Preticia sembari menangis.

"Itu kau tahu. Untuk kedepannya jangan pernah lagi merepotkan kami!" Itu kata Elicia, namun anehnya suaranya parau seperti sedang menahan tangis. Preticia jadi terkekeh mendengarnya.

Kedua Kakaknya ini sungguh baik, Preticia sayang dengan mereka. Bahkan sayang dengan keluarganya. Namun rasa sayangnya itu tak mampu mencegah Preticia mengurungkan niatnya untuk kabur bersama dengan Lynch sehari sebelum hari pernikahannya. Padahal jika ia pergi, yang akan menanggung malu adalah keluarganya. Cinta yang besar untuk Lynch telah membutakan pintu hatinya untuk memikirkan nasib orang lain.

Preticia melepaskan pelukannya meskipun ia masih menangis. Dalam hati ia terus mengucapkan beribu-ribu kata maaf untuk keluarganya yang pasti Preticia akan kembali mengecewakan mereka. Dibanding hal lainnya, Preticia lebih memilih cintanya dan kebahagiaannya.

I Want To Be With You [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang