Bab 29 - Merasa cemas

598 191 44
                                    

Balik lagiiii...

Semoga masih ada yang baca. atau masih setidaknya ada yg mau komen



------------------------------


Mencoba tidak berharap, tapi nyatanya hati ini terus teriak. Memanggil namamu, namun sayang kau tidak merasa. Karena nyatanya aku bukan siapa-siapa bagimu.

Apa semua keinginan wajib ditebus dengan pengorbanan? Apa semua yang diinginkan harus dibayar hingga lunas? Apa Tuhan tidak bisa memberinya tanpa harus mengambil sesuatu hal lain dari sisinya?

Pertanyaan-pertanyaan aneh itulah yang terus terulang dalam pikiran Dara. Setelah mengalami hal menyenangkan dari interviewnya tadi, karena seolah Dara mendapatkan gambaran cerah untuk kedepannya, tiba-tiba saja pulang dari interview dia malah mendapatkan kesialan saat menaiki kendaraan umum.

Jujur Dara tidak pahami, bagaimana orang-orang dalam bis umum tadi tidak memberitahukan kepadanya bila tas yang dirinya pakai ditores orang dari belakang. Sampai-sampai ketika dia turun dan memeriksa, semuanya ludes. Hanya menyisakan jaket saja yang tadi memang dia masukkan ke dalam tas ketika mau interview.

Ponselnya, dompetnya, semuanya habis tidak tersisa. Bahkan Dara kebingungan setengah mati bagaimana dia bisa sampai di rumah kost tanpa uang sepeser pun.

Ingin terus dia melangkah, menuju rumah kost yang jaraknya masih cukup jauh. Tapi rasa sakit dikakinya sudah tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata efek menggunakan heels tingginya.

Jadi seperti inilah nasib yang bisa Dara terima. Terus melangkah walau entah kapan dia bisa sampai ke rumah.

Setelah berjalan hampir satu jam, Dara benar-benar menyerah. Dia memilih duduk pada bagian dalam trotoar pejalan kaki. Keringatnya terus saja bercucuran menggambarkan betapa kelelahannya dia saat ini. Sekalipun hari sudah malam, namun hawa panas seolah enggan pergi dari tubuhnya saat ini.

Sambil mengibas-ngibaskan tangan pada bagian lehernya, Dara celingukan melihat banyak kendaraan lewat di jalanan, depan dia duduk, tapi sayangnya tidak ada satupun yang memilih berhenti atau sekedar bertanya apa Dara membutuhkan bantuan.

Sungguh, sudah hilang rasa kemanusiaan di kota besar seperti Jakarta ini. Berbeda dengan kondisi di kampungnya. Bila melihat orang kelelahan saja, perjalanan dari sawah ke rumah, maka ketika ada sepeda motor yang melewati pasti ada saja yang berhenti menawarkan tumpangan cuma-cuma sampai ke daerah rumah. Sedangkan di sini, yang sudah benar-benar melihat saja belum tentu mau membantu, apalagi yang tidak melihat.

Karena itulah, entah mengapa Dara merindukan kondisi kampungnya disaat menyedihkan seperti sekarang ini. Padahal dirinya yang kemarin ingin kembali ke Jakarta. Akan tetapi baru beberapa hari kembali, sudah ingin kembali ke kampung halaman. Benar-benar terlihat tidak memiliki pendirian.

Tetapi memang menyedihkan sekali kondisi Dara saat ini. Dia hanya bisa berharap ada seseorang yang datang membantunya. Setidaknya membantu memberikannya tumpangan sampai bisa kembali ke rumah kostnya.

***

"Natta ... gimana?" tanya Dani ketika ia sampai ke tempat di mana Natta dan juga Fla sedang berkumpul, mencoba mencari tahu kira-kira berada di mana posisi Dara saat ini.

"Gue hubungi nomornya emang enggak bisa."

"Dari kapan?" tanya Dani ikut mencoba menghubungi nomor Dara.

"Tadi ... tadi tuh masih diangkat. Cuma pas gue telepon lagi enggak bisa gitu. Kayak nomornya mati gitu. Gimana dong?" Fla gemetar ketakutan. Tak lama dia melihat mobil abangnya berhenti di parkiran resto siap saji tempat mereka berkumpul saat ini.

SPOSAMI! DANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang