Para orang tua telah menghadiri aula Pesantren Ar-Rahiim yang telah didekorasi sedemikian cantiknya untuk acara wisuda tahfidz siang ini. Semua orang tua pun telah duduk manis di kursi yang telah disediakan, sembari memandangi desain apik dari bander yang terpajang di depan mereka. Juri perlombaan desain grafis Nasional, tidak salah menjadikan sekolah ini sebagai juaranya. Hasil desainnya tidak dapat diragukan lagi keelokannya.
Dua orang berjas OSIS memasuki aula sembari membawa konsumsi yang berada dalam sebuah keresek. Kedua muda-mudi itu pun membagikannya ke jajaran kursi yang berbeda, yang satu membagikannya pada jajaran akhwat di sebelah kanan karpet merah yang tergelar, sementara satunya lagi membagikannya pada jajaran ikhwan yang berada di sebelah kiri karpet tersebut.
Asatidz mulai memasuki ruangan, dan mendudukki kursi-kursi depan yang telah disediakan dan diatur oleh panitia wisuda eskul Tahfidz. Pemuda yang membagikan konsumsi ke area ikhwan pun dengan sigap membagikan konsumsi kepada ustaz-ustaz di depan.
Acara kemudian dilangsungkan. Rangkaian demi rangkaian acara berlangsung dengan khidmat; pembukaan, pembacaan ayat suci Al-Qur'an yang begitu merdu dibacakan oleh saudara Ghani, juga sambutan-sambutan yang menyentuh hati pendengarnya.
"Selanjutnya, kami mempersilakan satu per satu santri yang dipanggil untuk maju ke depan, dengan didampingi orang tuanya," ucap seorang MC dari salah satu santri kelas 11, yang merupakan bidgar pendidikan OSIS.
Pemanggilan dimulai dari bagian ikhwan terlebih dahulu. Satu per satu dari mereka naik ke atas panggung, lalu dipasangkan selempang wisuda yang telah dibordir nama lengkap dari masing-masing santri. Medali pun dikalungkan. Kemudian, santri diberikan sebuah map yang berisi sertifikat tahfidznya, dan juga diberikan hadiah-hadiah yang ketika upacara baru diserahkan secara simbolis, kini hadiah-hadiah tersebut berada di tangan para santri untuk dibawa.
Selesai satu per satu maju ke depan, para ikhwan bersama orang tuanya melakukan sesi foto bersama terlebih dahulu. Baru setelahnya, pemanggilan untuk santri akhwat pun dimulai.
"Aliya Syakira Dinata."
Dikarenakan, hanya Aliya satu-satunya peserta yang namanya bermula dari abjad pertama, maka Aliyalah yang dipanggil lebih dulu.
Aliya berdiri dengan wajah semringah, lalu melirik ke arah Farah dan Davin, juga Mbok Inah yang duduk manis di belakang.
"Mbok saja, karena Mbok yang punya andil lebih besar dalam kehidupan Aliya," ucap Farah sembari memegang tangan Inah dengan lembut.
Mbok tersenyum lebar, ia mengangguk, lalu bangkit dari tempat duduknya dan menemani Aliya ke depan panggung.
Setelah dipasangkan selempang, dikalungkan medali, dan diberikan sertifikat juga hadiah, Aliya menyalami tangan Mbok Inah diiringi dengan air matanya yang menetes.
"Makasih, Mbok. Jazakillah khairan katsiiran. Semoga Allah membalas semua kebaikan Mbok dengan sebaik-baik ganjaran," bisik Aliya ketika berpelukan dengan Inah.
"Amin, Neng."
Bagian fotoghraper pun memfoto mereka berdua di atas panggung.
Cekrek!
"Maaf, kami datang terlambat."
Seketika semua orang pun memusatkan penglihatannya pada orang tersebut, yang baru saja datang ke tempat wisuda.
Aliya langsung membulatkan matanya, ketika melihat mereka tiba di acara tersebut. Ia mendadak bergeming di tempatnya, pikirannya terus mencerna hal yang terjadi di depan matanya. Sebuah kejutan yang tak pernah ia sangka-sangka, kini hadir tepat di hadapannya.
Aliya lekas melirik ke arah Mbok Inah, lalu kepada Farah dan juga Davin. Mungkin saja, mereka mengetahui mengenai hal tersebut, dan mau memberikan kejutan kepadanya. Namun, alih-alih pancaran kebahagiaan yang terlihat dari wajah mereka, justru raut keterkejutan yang tercipta di sana. Rupanya, mereka juga terkejut dengan kejutan yang baru saja terjadi ini.
"Mamah sama ayah?" lirih Aliya.
...
Saat Taman Kanak-Kanak, Mbok Inah sempat meminta difotokan oleh tukang fotonya, meskipun harus mengeluarkan uang. Baginya, yang terpenting bisa mengabadikan momen kebersamaannya dengan Aliya. Gadis belia yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri.
Akan tetapi, bukan hanya saat perpisahan TK saja, Inah meminta difotokan, perpisahan SD dan SMP pun begitu. Sehingga, Aliya memiliki foto-fotonya bersama Inah setiap lulus dari satu jenjang ke jenjang yang lain. Termasuk, hari ini.
Namun, hari ini akan ada yang berbeda. Ia bukan hanya memiliki fotonya bersama Inah saja, tapi juga bersama kedua orang tuanya.
"Em ... Mbok, permisi," izin Vina dengan sopan.
Sontak, Aliya dan Inah melongo mendengarnya. Baru kali ini, Vina bisa terlihat sesopan itu di hadapan Aliya.
Mbok Inah lekas mencegah dirinya untuk larut dalam lamunan. Tanpa lama, ia yang memahami maksud majikannya, lantas turun dari panggung dan kembali ke kursinya, untuk mempersilakan majikannya berfoto bersama putri mereka.
Denian yang mengenakkan baju koko warna moka, langsung berdiri di samping kiri Aliya. Sementara, Vina yang menggunakan gamis dengan warna senada dengan Denian, dibalut dengan khimar pashmina panjang yang menjulur menutupi sampai ke pusar—berbeda dengan kala itu, yang memakai pashmina, tapi tidak panjang—dengan warna hitam, berdiri di samping kanannya.
Aliya gugup bisa berada di tengah-tengah orang tuanya. Itu adalah pertama kalinya ia bisa sedekat itu dengan mereka. Semuanya terasa seperti mimpi. Namun, nyata adanya, setelah ia mencubit tangannya sendiri dan terdapat reaksi sakit yang dirasakan setelahnya.
Kameramen pun kembali memfoto Aliya lagi, yang kini bersama kedua orang tuanya, bukan diwakilkan oleh Inah. Pancaran senyum dan raut bahagia terpancar indah dari diri mereka bertiga. Selain itu, mata Aliya yang berkaca-kaca karena terharu, tampak jelas terlihat dalam foto tersebut.
Mungkin, inilah ijabah dari doa-doaku. Alhamdulillah, ya Allah ... Alhamdulillah 'ala kulli hal, batin Aliya.
***
Readers ...
Terkejut gak, tiba-tiba ada orang tua Aliya?
Kira-kira, ada apa gerangan, ya?
To be continue ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pesantren Biasa✓
Spiritual[COMPLETED] Alvin Fauzi, anak lulusan SMP yang terhalang restu untuk masuk ke sekolah elit impiannya, karena posisinya sebagai anak tiri keluarga Amarta membuatnya tidak bisa mendapat kemewahan seperti adik-adiknya. Hanya ibunya saja, yang sebatas I...