Histeria tahun baru masih terasa dihari-hari selanjutnya. Banyak hal yang berubah disekitarku, yaa semua mereflesikan tahun baru sebagai sesuatu moment dimana menghilangkan yang lama dan menggantinya dengan yang baru, pacar contohnya. Namun tidak dengan diriku, aku masih tetap seseorang yang sama dari tahun ketahun, ini tahun kedua yang kurayakan sendiri-tanpa seseorang spesial- yaa hanya sendiri, perduli sekali dengan status pacaran pikirku. Banyak orang disekitarku berkata mungkin aku masih terbuai akan masa lalu atau memang aku telah terlanjur mencintai kesendirianku, mungkin.
Hari keenam setelah tahun berganti, aku mendatangi tempat yang biasa atau bahkan hampir setiap hariku habis disana, tentu saja seorang diri. Melihat keramaian yang begitu asing di lingkungan ini. Mereka asik dengan kumpulan mereka membicarakan sesuatu yang aku tak pernah ingin tahu. Aku pikir temukan saja seseorang yang aku kenal, kemudian berjalan-jalan mengelilingi tempat ini dan pulang kerumah. Aku berdiri didepan pintu sebuah ruangan dengan mata terfokus pada layar handphone seraya mengetik sebuah pesan singkat pada seseorang di ujung sana. Saat menoleh aku menemukan sosok yang kukenal berjalan setengah berlari ke arahku. Aneh rasanya waktu berhenti ketika mata kita bertemu, seperti tak ada orang lain di tempat itu hanya kita berdua.
Hitungan pertama aku mulai mengenalinya, dia bukan orang asing bukan pula orang yang sangat aku kenal. Perkenalan kita sangatlah singkat dan sederhana. Kita tak pernah berada dalam suatu permainan walau kita berada dalam lingkungan tempat tinggal yang tak begitu jauh. Ya aku mengenali dia, aku mengenali siapa pria itu.
Hitungan kedua rasa gugup itu datang. Menatap tatapannya membuat seluruh syarafku melemas degub jantungku mulai berdetak lebih cepat, aku tahu ini terdengar berlebihan namun itu yang ku rasa. Ada rasa yang berapi-api menyelinap, rasanya yang tak pernah aku rasa sebelumnya. Sangat sederhana namun membingungkan.
Hitungan ketiga aku mencintainya. Entah ini naif atau apalah, aku jatuh cinta pada pandangan pertama saat menatap matanya. Aku merasakan kenyamanan pada seseorang yang tak pernah kurasa. Aku mencintai sosok dihadapanku, yang tersenyum begitu manis kepadaku.
Begitu lama waktu berhenti hanya untuk sekedar menatapnya. Bodoh aku malah menghindarinya, salah tingkah dihadapannya. Dia pun berlalu di belakangku masuk ke ruangan itu. Aku masih merasa terhipnotis sosok itu dan... Ah aku menyesali tindak bodohku mengapa tak ku sapa saja dia? mengapa aku tak membalas senyumnya? mengapa dan mengapa...
Aku memutuskan berlalu berlawanan arah dengan pria itu. Mengitari lingkungan yang tak seberapa luasnya. Namun langkahku membawaku kembali ke hadapanya. Aku memperhatikannya, pria yang sedang memberikan pengetahuan pada orang-orang dengan rasa ingin tahu di hadapannya. Aku memperhatikan begitu lama, sesekali dia tersenyum pada orang-orang di hadapannya, dan aku suka saat moment itu.
Akhirnya acara berakhir dan semua berkumpul di tengah ruangan, begitupun aku yang berdiri ditengah keramaian orang-orang yang tak kukenali mencoba mencari sosok pria ini. Betapa kagetnya ketika aku menyadari ternyata pria itu sedang berdiri tepat belakangku dengan tatapan yang begitu jauh ke depan. Aku pun tersenyum dan hati berbisik, aku mencintainya mencintai pria itu pada hitungan ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Berbeda itu Menyakitkan
Teen FictionUntuk sebuah perbedaan yang sangat ingin diperjuangkan namun harus menjadi angan...