-28-

2.1K 196 3
                                    

BIRU

Emang ya, kalo Sagittarius udah berprasangka tuh bisa sampe ke kemungkinan terburuk yang kadang jatuhnya ngadi-ngadi. Gemini yang baik hati dan lembut hatinya kayak Xabiru Daniswara nih yang pada akhirnya harus meyakinkan si Sagi, yang keras kepalanya udah kaya batu karang.

Tapi ya udah, namanya juga sayang dan mau jadi istri, aku harus ngalah dan menelan mentah-mentah tuduhan Gemma kalo aku ada apa-apa sama Citra.

"Gemma, aku jelasin ya." kataku saat ia mengakhiri tuduhannya dan duduk di kursi makan. Aku mengikutinya, duduk tepat di seberangnya sambil meraih tangannya yang terlipat kaku di dada.

"Citra itu tadi kesini mau ambil file buat akreditasi. Hari Jumat kemarin ada rapat khusus akreditasi di kampus, sementara dia harus ngisi kuliah tamu di Jakarta jadi nggak bisa ikut. Udah yaa, jangan mikir yang nggak nggak antara aku sama Citra. Kalo emang aku suka sama dia, kenapa nggak kupacarin aja daridulu?" ia mengedikkan bahu sebagai jawaban. "Jawabannya ya karena aku memang nggak suka. Yang aku suka dan sayang cuma kamu. Kalo masih nggak percaya, nih aku tunjukin chat Citra pagi tadi."

Kusodorkan ponsel ke arahnya yang menampilkan chat terakhirku dengan Citra. Ia membacanya perlahan. Dari mengendurnya ketegangan yang ada di pundaknya, aku yakin Gemma bisa menerima kebenaran itu. Namun ia masih menyisir apartemenku seolah aku menyembunyikan sekilo sabu-sabu dan matanya terpaku pada sofa di depan TV yang berantakan. Saat aku menyamakan pandanganku, aku serasa ingin membodohi diri sendiri. Ada bantal, selimut, setengah mangkok sisa popcorn dan beberapa kaleng soda. Tentu saja aku tahu asumsi apa yang bercokol dalam otaknya.

"Aku semalam lembur untuk cek beberapa skripsi mahasiswa, Gemma. Senin aku dapat jadwal sidang berturut-turut dari pagi sampai siang." jelasku akhirnya.

Kalo sampe gara-gara Citra doang aku berantem sama Gemma, besok kubotakin juga itu pala si nenek lampir.

"Yakin lemburnya nggak sama Mbak Citra?" sindirnya.

"Astaga, ya nggak lah Gemma sayang. Daripada ditemenin sama Citra ya mending ditemenin sama kamu lah. Bisa ngapa-ngapain." candaku berusaha mencairkan suasana.

Matanya yang masih mengenakan sunglass hitam sejak kedatangannya, belum ia lepaskan. Tapi aku dapat merasakan tatapannya yang menyelidik ke arahku, seakan mencari tahu apa ada sedikit kebohongan yang tersisa. Karena risih tidak dapat melihat matanya, tanpa aba-aba aku langsung melepaskan kacamata sialan itu. Gemma terkejut, namun aku lebih terkejut.

"Gara-gara Harris lagi?" tebakku sinis.

Ia memalingkan muka. "Bukan."

"Terus siapa orang yang berani-beraninya bikin kamu sembab kayak gitu?"

Dengan kedua tangannya yang kembali dilipat, ia memandang seakan ingin mengkonfrontasiku terhadap suatu hal.

"Kamu."

Barusan dia bilang aku? Semalaman aku begadang untuk menyelesaikan koreksi skripsi mahasiswa agar Hari Minggu ini aku bisa bebas apabila ingin bertemu dengannya, dan baru saja dia menangis hingga matanya lebam seperti habis diamuk massa. Dan dia bilang gara-gara AKU? Cobaan apalagi yang Kau timpakan pada hambaMu yang sholeh ini Ya Tuhan.

"Gemma, aku nggak ngapa-ngapain sama Citra. Kamu mikir apa sih!"

"Ini bukan tentang Citra atau Harris. Ini tentang kamu, Xabiru Daniswara."

Kata-katanya menghunus jantungku setajam silet. Sejauh aku mengenalnya, aku tidak tahu bahwa Gemma bisa bersikap sesinis ini. Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi. Dan itu bukan hal sepele.

Mungkin Gemma melihat mimik mukaku yang menegang, sehingga ia merasa punya kendali untuk membawa percakapan ini ke arah yang dia mau, saat dia membuka mulut dan berkata, "Aku tadi ketemu Bella, selingkuhan Harris 5 tahun lalu. Oh nggak... atau lebih tepatnya, ada seseorang yang memaksa dia untuk mendekati Harris dan suka sekali menghancurkan rumah tangga orang hanya untuk keperluan RISET!"

Silver Lining ✅ END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang